Astrologi menurut Agama Abrahamik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Astrologi menurut agama Abrahamik adalah hal yang terlarang didasarkan pada catatan di dalam Alkitab. Hal ini disebabkan karena dalam ilmu astrologi meyakini bahwa posisi benda-benda langit dan pergerakannya memiliki pengaruh terhadap nasib seseorang atau kejadian yang akan terjadi di bumi. Adanya sebagian penyandaran Astrologi kepada Agama Abrahamik (seperti Astrologi Yahudi atau Astrologi Islam) adalah suatu kesalahan, baik dikarenakan ketidak-mampuan membedakan definisi astrologi dengan astronomi yang diperbolehkan, atau juga karena terjadinya penyimpangan dari akidah yang jelas tertulis di dalam Alkitab.

Hal ini pun di dukung oleh ilmu sains yang mengkategorikan astrologi sebagai pseudosains. Tidak ada kaitan secara ilmiah antara posisi benda langit, bintang atau rasinya dengan nasib seseorang. Meskipun para agamawan dan para ilmuwan pun telah lama menolak prinsip-prinsip dasar dari Astrologi ini, namun jutaan orang tetap terus mempercayainya dan mempraktikannya.[1] Astronomi harus dibedakan dari astrologi. Memang betul bahwa dua bidang ini memiliki asal usul yang sama, namun pada saat ini keduanya sangat berbeda.[2]

Menurut akidah Yahudi[sunting | sunting sumber]

Astrologi merupakan hal yang tercela dan keji dalam akidah Yahudi setara dengan perbuatan sihir dan perdukunan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat:

"Engkau payah karena banyaknya nasihat. Suruhlah peramal-peramal tampil menyelamatkan engkau; mereka yang telah meneliti segala penjuru langit dan mempelajari bintang-bintang, dan pada setiap bulan baru meramalkan apa yang menjadi nasibmu. Lihat, mereka seperti jerami yang dimakan api; tak dapat mereka menyelamatkan diri sendiri!..."

— Yesaya 47:13-14

"...Ia juga melakukan praktik-praktik pedukunan, penujuman, ilmu gaib, dan meminta petunjuk kepada roh-roh. Ia sangat berdosa kepada TUHAN sehingga membangkitkan kemarahan TUHAN."

— 2 Tawarikh 33:6

"Aku akan melenyapkan alat-alat sihir dari tanganmu, dan tukang-tukang peramal tidak akan ada lagi padamu. Jimat-jimatmu akan Kulenyapkan dan semua tukang ramalmu Kusingkirkan."

— Mikha 5:12

"Apabila kamu sudah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN Allahmu kepadamu, janganlah meniru kejahatan yang dilakukan bangsa-bangsa yang ada di situ. Di antara kamu janganlah ada yang mempersembahkan anak-anaknya sebagai kurban bakaran. Dan janganlah seorang pun menjadi tukang ramal, mencari pertanda-pertanda, memakai jampi-jampi atau Seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Orang yang melakukan perbuatan-perbuatan jahat itu dibenci oleh TUHAN Allahmu, dan itulah sebabnya bangsa-bangsa itu disingkirkan-Nya dari hadapanmu... Sebab bangsa-bangsa yang daerahnya akan kaududuki ini mendengarkan kepada peramal atau petenung, tetapi engkau ini tidak diizinkan TUHAN, Allahmu, melakukan yang demikian."

— Ulangan 18:9-12, 14

"...Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan."

— Imamat 19:26

Menurut akidah Islam[sunting | sunting sumber]

Ilmu Astrologi (juga Ilmu nujum, horoskop, zodiak atau ramalan bintang) dalam akidah Islam adalah hal yang terlarang dan merupakan dosa besar yang digolongkan ke dalam kategori ilmu sihir dan bentuk kesyirikan.[3] Karena di dalamnya mengajarkan ramalan tentang kejadian yang belum dan akan terjadi juga pengakuan mengetahui ilmu gaib yang menjadi kekhususan Allah, seperti rejeki, jodoh, umur, dll.[4][5][6]

Barangsiapa mengambil ilmu perbintangan, maka ia berarti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan bertambah dan terus bertambah.

— HR. Abu Dawud no. 3905, Ibnu Majah no. 3726 dan Imam Ahmad 1: 311

Definisi[sunting | sunting sumber]

Dalam syariat dibedakan antara At-Tanjim (ilmu Ta'tsir) yaitu berdalil dengan keadaan bintang-bintang terhadap kejadian-kejadian di bumi, berbeda dengan Ilmu Taisir yakni mencari arah kiblat, waktu-waktu shalat, dan mengetahui pergantian musim dengan meneliti kedudukan bintang.[7]

Sehingga ilmu Astronomi yang mempelajari hal-hal yang tidak bertentangan dengan ilmu agama seperti meneliti pergerakan benda langit untuk penanggalan, menandakan masuknya bulan baru (hilal), mengetahui masuknya waktu shalat, juga penunjuk arah,[8] maka ilmu Astronomi yang seperti ini tidaklah terlarang.

Jenis keyakinan terhadap Astrologi[sunting | sunting sumber]

Ada tiga jenis keyakinan terhadap Astrologi dan ketiga jenis tersebut haram:[9]

  1. Keyakinan bahwa posisi benda langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit. Maka keyakinan seperti ini mengingkari Allah sebagai pencipta.
  2. Keyakinan bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Tetap meyakini bahwa yang menciptakan setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah sebab semata. Maka keyakinan seperti ini tetap keliru dan termasuk syirik asghar karena Allah tidak menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab.
  3. Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti pengakuan atas ilmu gaib yang termasuk perdukunan dan sihir.

Tentang Gerhana[sunting | sunting sumber]

Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa Gerhana tidak ada hubungannya dengan kelahiran maupun kematian seseorang, melainkan hanya salah satu di antara tanda kebesaran Allah.

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali.”

— HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim no. 915

Turunnya hujan[sunting | sunting sumber]

Menisbahkan turunnya hujan kepada bintang termasuk pada syirik besar dan perkara jahiliyah.[10] Pada zaman jahiliyah, orang-orang Arab beranggapan bahwa jika salah satu bintang hilang dan terbit penggantinya, maka hujan akan turun. Mereka menisbahkan hujan kepada terbit dan tenggelamnya bintang: "Kami mendapatkan hujan karena bintang ini dan bintang itu."[7]

Disebutkan dalam hadits, yang menjelaskan sebab turunnya surah Al-Waqi'ah:75-82:

"Dia (Allah) berfirman, "Pada pagi ini, di antara hamba-hamba-Ku, ada yang beriman kepada-Ku, tetapi ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan, `Hujan telah turun kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah,` dia adalah orang yang beriman kepada-Ku, tetapi kafir terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan,` Hujan telah turun kepada kita karena bintang ini dan itu,` dia adalah orang yang kafir terhadap-Ku, tetapi beriman kepada bintang-bintang.`."

— HR. Bukhari no.846 dan Muslim no.71

Kontroversi mengenai Astrologi[sunting | sunting sumber]

Ibnu Taimiyyah berkata:

“Astrologi yakni yang berkenaan dengan mempelajari posisi dan aspek dari benda langit dengan keyakinan bahwa hal itu memiliki pengaruh pada peristiwa alam di bumi dan urusan manusia adalah dilarang dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan dengan kesepakatan para ulama. Bahkan, Astrologi dinyatakan terlarang oleh seluruh Nabi Allah.”

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Miftah Darus Saadah menggunakan argumen empiris dalam astronomi dengan tujuan untuk membantah praktik judisial dari Astrologi yang sangat lekat dengan ilmu hitam.[11]

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, berkata:

“Astrologi adalah sejenis perdukunan dan ramalan. Hal ini terlarang karena berlandaskan ilusi, bukan pada fakta ilmiah. Tidak ada hubungannya antara pergerakan dari benda-benda langit dengan apa yang terjadi di muka bumi.”

Diyanet Vakfi-yang didukung oleh pemerintah Turki sekaligus mewakili pandangan Sunni, juga menyatakan perbedaan antara Astronomi dan Astrologi, dan menyatakan bahwa:

Astrologi dipengaruhi oleh adat Arab yang non-Islam, khususnya Astrologi Sabaean dan Hindu. Ilmu Astrologi dipandang sebagai tidak ilmiah dan kondusif dari pandangan manusia tak berdaya dalam menghadapi kekuatan alam.

Sayangnya, dalam masyarakat awam, astrologi telah populer, dengan kebanyakan surat kabar menampilkan kolom astrologi.[12][13]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Astrology". Encarta. Microsoft. 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-01. Diakses tanggal 2007-08-28. Scientists have long rejected the principles of astrology, but millions of people continue to believe in or practice it. 
  2. ^ Unsöld, Albrecht; Baschek, Bodo; Brewer, W.D. (translator) (2001). The New Cosmos: An Introduction to Astronomy and Astrophysics. Berlin, New York: Springer. ISBN 3-540-67877-8.
  3. ^ "Siapa saja mempelajari sebagian dari ilmu nujum, sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir."
  4. ^ “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad)
  5. ^ “Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (QS. An Naml: 65).
  6. ^ “...Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Luqman: 34)
  7. ^ a b Mukhtasar kitabut Tauhid, DR Shalih Al-Fauzan, Pustaka As-Sunnah Makassar. hal 325
  8. ^ Sebagai penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut: “Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 16).
  9. ^ I’anatul Mustafid bi Syarh Kitabit Tauhid; DR. Shalih Al-Fauzan, 2/17.
  10. ^ "Empat perkara (yang terdapat) pada umatku yang tergolong perbuatan jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan: Membanggakan kebesaran leluhur, mencela nasab, menisbahkan turunnya hujan kepada bintang, dan meratapi mayit." (HR. Muslim no.934)
  11. ^ Livingston, John W. (1971), "Ibn Qayyim al-Jawziyyah: A Fourteenth Century Defense against Astrological Divination and Alchemical Transmutation", Journal of the American Oriental Society, 91 (1): 96–103, doi:10.2307/600445, JSTOR 600445 
  12. ^ diyanet.gov.tr
  13. ^ Milliyet,Hürriyet,Posta.