Lompat ke isi

Bakteri pembentuk inti es

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bakteri pembentuk inti es merupakan bakteri yang memiliki aktivitas pembentukan inti es oleh protein yang dihasilkannya, pada suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan titik beku air murni.[1] Air murni umumnya membeku pada suhu -40 °C setelah pembentukan inti es. Inti es menjadi faktor yang sangat penting dalam proses pembekuan.[2]

Pembentukan es telah dipelajari sejak tahun 1800-an, sedangkan konsep pembentukkan inti es baru dapat dijelaskan sejak abad ke-20.[1] Penelitian mengenai pembentukkan inti es diawali berdasarkan fenomena uap air di atmosfer yang membeku secara homogen.[3] Para peneliti akhirnya menemukan bahwa ada peran serta yang besar suatu substansi dalam pembentukan inti es secara biologis, dan diteliti secara biologis sejak 1954.[3] Konsep ini menjadi dasar dalam kriobiologi, yang merupakan ilmu mengenai pengaruh rendahnya suhu pada organisme hidup.[2]

Pembentukan inti es

[sunting | sunting sumber]

Pada awal abad ke-20, pada ilmuwan menyadari adanya suatu partikel yang menyerupai kristal es dan menginisiasi pembentukan inti es pada suhu yang cukup tinggi di bawah 0 °C. Senyawa iodin inorganik, seperti AgI, mineral CuS, dan beberapa senyawa organik ternyata memiliki kemampuan membentuk es pada kondisi suhu yang relatif tinggi, meskipun dalam konsentrasi inti es yang sedikit.[1] Pada tahun 1970-an, pembentuk inti es biologis atau organisme hidup pembentuk inti es mulai ditemukan dengan spesies yang bervariasi dan pada habitat yang berbeda-beda. Salah satu spesies bakteri pembentuk inti es tersebut ialah Pseudomonas syringae.[4]

Bakteri pembentuk inti es umumnya dapat ditemukan pada habitat bersuhu rendah, terutama di tanaman. Beberapa bakteri berhasil diisolasi dari daun, ataupun bagian filosfer tanaman.[5] Contoh bakteri pembentuk inti es yang paling banyak tersebar pada tanaman adalah Pseudomonas syringae.[5] Tidak semua bakteri pembentuk inti es merupakan patogen tanaman, karena beberapa bakteri tidak berasosiasi dengan tanaman.[4] Sebagai contoh, Geukensia demissa yang ditemukan pada air laut, ada pula yang ditemukan di lautan es Antarktika.[butuh rujukan] Selain itu, 15 strain bakteri pembentuk inti es telah berhasil diisolasi dari lautan es Arktik.[6] Berdasarkan hal tersebut, bakteri-bakteri pembentuk inti es berperan penting dalam fenomena alam, misalnya 69% pembentukan inti es secara biologis mempengaruhi pembentukan salju di atmosfer yang dapat dibawa hingga jauh, tanpa memerlukan substrat.[7]

Bakteri pembentuk inti es juga ditemukan pada usus katak Rana sylvatica, siput tanah Helix pomatia, dan beberapa organisme lainnya.[8][9]

Contoh bakteri

[sunting | sunting sumber]

Beberapa bakteri pembentuk inti es yang ditemukan pada tanaman:

  • Pseudomonas syringae[5]
  • Pseudomonas fluorescens[10]
  • Pseudomonas viridiflava[11]
  • Pseudomonas chlororaphsis[12]
  • Pseudomonas aeruginosa[13]
  • Erwinia herbicola[14]
  • Erwinia ananas[15]
  • Xanthomonas campestris.[16]

Mekanisme pembentukan

[sunting | sunting sumber]

Mekanisme pembentukan inti es secara biologis khususnya dilakukan oleh protein pembentuk inti es yang diproduksi bakteri.[17] Protein tersebut menyerupai struktur kristal air, selain itu, banyaknya ikatan hidrogen penyusun protein berfungsi menginisiasi pembentukan es.[17] Beberapa gen penyandi protein pembentuk inti es yang dimiliki beberapa strain bakteri adalah sebagai berikut:

  • Gen inaW dimiliki oleh Pseudomonas fluorescens
  • Gen inaA dan ‘’inaU’’ dimiliki oleh Erwinia ananatis
  • Gen iceE dimiliki oleh Erwinia herbicola
  • Gen inaX dimiliki oleh Xanthomonas campestris.[17][18][19][20][21]

Tentu saja, saat keadaan sekitarnya telah membeku, bakteri ini mampu melindungi dirinya sehingga tetap bertahan hidup. Hal ini sangat bermanfaat untuk kompetisi dengan bakteri lain yang tidak memiliki aktivitas pembentukan inti es.[4]

Luka beku pada tanaman

[sunting | sunting sumber]

Luka beku pada tanaman disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri pembentuk inti es yang ada di tanaman tersebut.[22] Luka beku merupakan kerusakan yang dialami tanaman, terutama daun.[23] Kerusakan ini berkorelasi dengan jumlah inti kristal es yang terbentuk ataupun logaritmik jumlah bakteri pembentuk inti es saat pembekuan terjadi.[23] Secara spesifik, luka beku terjadi karena denaturasi protein protoplasma.[23] Pembentukan kristal es tersebut mengakibatkan gangguan sel tanaman yang cukup serius secara fisika maupun biokimia.[23] Secara khusus, luka beku mengakibatkan turunnya laju fotosintesis oleh tanaman.[24] Hal tersebut diakibatkan penurunan luas daun, gangguan perlengkapan fotosintesis yang dimiliki oleh daun, kematian daun sebelum waktunya, dan semuanya ini berdampak pada penurunan produksi makanan atau nutrisi oleh tanaman.[24]

Bakteri pembentuk inti es telah banyak diaplikasikan dalam bidang produksi biopestisida, mencegah pembekuan, pangan, dan salju buatan.[25] Salah satunya ialah pembentukan mutan Pseudomonas syringae yang tidak mampu lagi membentuk protein inti es, dikenal sebagai Frostban.[25] Produk ini sebagai agen biokontrol untuk mencegah terjadinya luka beku pada tanaman dengan cara menyebar bakteri mutan ini dalam jumlah besar pada ekosistem tanaman target.[25] Aplikasi lainnya ialah pembentukan salju buatan sebagai sarana rekreasi ski.[25] Suhu yang diperlukan oleh protein pembentuk inti es yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembentuk inti es non-biologis menghasilkan salju lebih mudah terbentuk dan bertahan pada suhu yang relatif lebih tinggi.[25] Proses pengolahan makanan juga memanfaatkan bakteri pembentuk inti es Xanthomonas csmpestris karena bakteri ini tidak bersifat pathogen bagi manusia. Selain itu, penggunaan bakteri ini tidak melalui rekayasa genetika, sehingga bebas dari beberapa regulasi hukum.[25] Aktivitas bakteri ini dimanfaatkan dalam pembuatan makanan beku pada suhu yang lebih tinggi, sehingga proses kristalisasi lehih bertahap dan meminimalisir kerusakan bahan pangan.[25]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Vali G. 1995. Principles of Ice Nucleation. In: Lee RE, Warren GJ, Gusta LV (eds) Biological ice nucleation and its applications pp. 1-28.
  2. ^ a b http://digitalcommons.conncoll.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1002&context=biohp
  3. ^ a b Lucas JW. 1954. Subcooling and Ice Nucleation in Lemons. Plant Physicology 29: 245-251.
  4. ^ a b c Upper CD, Vali G. 1995. The discovery of bacterial ice nucleation and its role in the injury of plants by frost. In: Lee RE, Warren GJ, Gusta LV (eds) Biological ice nucleation and its applications pp. 29-39.
  5. ^ a b c Maki LR, Galyan EL, Chang-chien M, Caldwell DR. 1974. Ice nucleation induced by Pseudomonas syringae. Applied Microbiology 28: 456-459.
  6. ^ Obata H, Muryoi N, Kawahara H, Yamade K, Nishikawa J. 1999. Identification of a novel icenucleating bacterium of antarctic origin and its ice nucleation properties. Cryobiology 38: 131-139.
  7. ^ Christner BC, Morris CE, Foreman CM, Cai R, Sands DC. 2008. Ubiquity of biological ice nucleators in snowfall. Science 319: 1214.
  8. ^ Lee MR, Lee RE, Strong-Gunderson JM, Minges SR. 1995. Isolation of Ice-Nucleating Active Bacteria from the Freeze-Tolerant Frog, Rana sylvatica. Cryobiology 32: 358-365.
  9. ^ Nicolai A, Vernon P, Lee M, Ansart A, Charrier M. 2005. Supercooling ability in two populations of the land snail Helix pomatia (Gastropoda: Helicidae) and ice-nucleating activity of gut bacteria. Cryobiology 50: 48-57.
  10. ^ Kaneda T. 1986. Seasonal population changes and characterization of ice-nucleating bacteria in farm fields of central Alberta. Appl. Environ. Microbiol. 52: 173-178.
  11. ^ Obata H, Nakai T, Tanishita J, Tokuyama T. 1989. Identification of an ice-nucleating bacterium and its nucleation properties. J. Ferment. Bioeng. 67: 143-147.
  12. ^ Schnell RC, Fall R, Nemecek-Marshall M, Sweeting K, LaDuca R. 1991. A new INA bacterium from high altitude equatorial vegetation. Int. Conf. on Biological Ice Nucleation, 5th. Madison, WI.
  13. ^ Lindow SE, Arny DC, Upper CD. 1978. Distribution of Ice Nucleation-Active Bacteria on Plants in Nature. Applied and Environmental Microbiology 36: 831-838.
  14. ^ Goto M, Goto T, Inaba T. 1989. Identification of ice nucleation-active bacteria isolated from frost-damaged vegetable leaves. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 55: 330-335.
  15. ^ Hazra A, Saha M, De UK, Mukherjee J, Goswami K. 2004. Study of ice nucleating characteristics of Pseudomonas aeruginosa. Aerosol Science 35: 1405-1414.
  16. ^ Kim HK, Orser C, Lindow Se, Sands DC. 1987. Xanthomonas campestris pv. Translucens strains actice in ice nucleation. Plant Dis. 71: 994-997.
  17. ^ a b c Warren G, Corotto L, Wolber P. 1986. Conserved repeats in diverged ice nucleation structural genes from two species of Pseudomonas. Nucleic Acids Res 14:8047–8060. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Warren" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  18. ^ Green R, Warren G. 1985. Physical and functional repetition in a bacterial ice nucleation gene. Nature 317:645–648.
  19. ^ Michigami Y, Watabe S, Abe K, Obata H, Arai S. 1994. Cloning and sequencing of an ice nucleation active gene of Erwinia uredovora. Biosci Biotechnol Biochem 58:762–764.
  20. ^ Warren GJ, Corotto L. 1989. The consensus sequence of ice nucleation proteins from Erwinia herbicola, Pseudomonas fluorescens, and Pseudomonas syringae. Gene 85: 292-294.
  21. ^ Zhao J, Orser CS. 1990. Conserved repetition in the ice nucleation gene inaX from Xanthomonas campestris pv. translucens. Mol Gen Genet 223:163–166.
  22. ^ Hirano SS, Upper CD. 1995. Ecology of ice nucleation-active bacteria. In: Lee RE, Warren GJ, Gusta LV (eds) Biological ice nucleation and its applications pp. 41-61.
  23. ^ a b c d Sigee D. 2005. Bacterial Plant Pathology: Cell and Molecular Aspects. Cambridge: Cambridge University.
  24. ^ a b Maheswari DK. 2012. Bacteria in Agrobiology: Stress Management: Stress Management. Berlin: Springer-Verlag.
  25. ^ a b c d e f g Skirvin RM, Kohler E, Steiner H, Ayers D, Laughnan A, Norton MA, Warmund M. 2000. The use of genetically engineered bacteria to control frost on strawberries and potatoes. Whatever happened to all that research? Scientia Horticulturae 84: 179-189.