Bosukan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Permainan Bosukan merupakan warisan budaya non benda yang berasal dari suku Dayak Pangkodan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat.[1] Konon, para tetua menyatakan bahwa permainan ini dilatarbelakangi oleh keberadaan roh (hantu) di alam semesta ini yang memiliki sifat baik dan jahat. Kata bosukan memiliki arti sembunyi-sembunyian. Permainan Bosukan ini pada dasarnya adalah permainan bersembunyi dengan aturan bermain peran yang dilakukan oleh beberapa orang, baik laki-laki ataupun perempuan yang berusia 6 - 10 tahun, biasanya dilakukan pada sore hari. Permainan ini minimal dilakukan oleh 3 orang, dan maksimal 10 orang. Pelakunya ada yang berperan sebagai hantu (pencari), sedangkan pelaku yang lain berperan sebagai manusia (yang dicari). Peralatan yang digunakan yaitu sehelai kain sebagai penutup mata yang disebut pokomat dengan ukuran lebar 3 cm, dan panjang kurang lebih 1 m. Warna pokomat berwarna gelap seperti hitam, biru, dan lain-lain. Sementara pemain yang lain duduk dengan posisi berjongkok di dalam lingkaran. Aturan main yang berlaku adalah setiap pemain yang sudah menentukan posisinya tidak boleh berpindah tempat. Apabila masing-masing pemain sudah mendapatkan posisinya dan duduk berjongkok, pemimpin pertandingan akan memberitahukan kepada pemain yang ditutup matanya tentang kesiapan mereka. Pemain yang telah ditutup matanya itu lalu berjalan menuju lingkaran dan mencari pemain dengan cara meraba-raba seluruh tubuh orang yang disentuhnya. Ia harus menebak nama pemain yang telah ditangkapnya tersebut, tetapi tidak boleh menggelitik atau membuat orang yang ditangkapnya mengeluarkan suaranya. Apabila pemain yang ditutup matanya berhasil menyebutkan nama pemain yang ditangkapnya dengan tepat, maka pemimpin permainan akan mengatakan betul? Pemain yang telah ditangkap dan disebut namanya itu akan menggantikan posisi pemain sebelumnya. Jika kebetulan pemimpin yang tertangkap, maka diadakan pemilihan ulang untuk menentukan pemimpin yang baru.[2]

Tata Cara[sunting | sunting sumber]

Tata cara pelaksanaan permainan ini biasanya pemimpin permainan malafalkan sajak berikut: "cen duin doku deken labai lawai sisik kulik labong gading".

Pada saat pembacaan sajak, pemimpin menujuk satu per satu pemain. Barang siapa yang terkena kata terakhir 'gading', maka dialah orang yang akan disembunyikan hantu bunyi. Disebut Hantu Bunyi karena sering menyembunyikan manusia selama satu hingga dua hari. Undian ini hanya dilakukan satu kali.

Sebelum permainan dimulai, pemain diwajibkan membuat suatu lingkaran dengan garis tengah 2 m. Peserta yang disembunyikan hantu, matanya ditutup menggunakan pokomat kemudian dibawa menjauhi lingkaran sejauh 5 meter.

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Permainan bosukan memiliki beragam manfaat diantaranya terletak pada unsur edukatif yang terkandung di dalamnya, karena para pemain dituntut untuk bersikap jujur/tidak curang, menaati aturan dan bersikap sportif. Permainan ini juga mengajarkan anak untuk mampu menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, dapat menjalankan tugas dengan baik, serta dapat dipercaya.[butuh rujukan]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Indonesia, Direktorat Warisan Budaya Tak Benda (01-01-2011). "warisan budaya tak benda Indonesia". Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Diakses tanggal 01-03-2020. 
  2. ^ "Permainan Tradisional Indonesia". Permainan Tradisional Indonesia. 01-01-2011. Diakses tanggal 01-03-2020.