Dewan Syariah Nasional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Arab: al-Hai'ah al-Syar'iyyah al-Wathaniyyah-Majlis as-Ulama as-Indunisiyyi atau National Sharia Board-Indonesian Council of Ulama, didirikan oleh MUI pada 10 Februari 1999, dengan maksud untuk melaksanakan tugas MUI dalam menetapkan fatwa dan mengawasi penerapannya guna menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah di Indonesia.

DSN-MUI didirikan berawal dari lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah pada tanggal 29-30 Juli 1997, yang merekomendasikan perlunya sebuah lembaga untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas Lembaga Keuangan Syariah. Pada 14 Oktober 1997, Majelis Ulama Indonesia kemudian mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional.[1]

Pada tanggal 10 Februari 1999, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Surat Keputusan (SK) No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional MUI.

Pembentukan DSN-MUI dalam rangka untuk mewujudkan aspirasi Ummat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Selain itu, keberadaan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengna masalah ekonomi/keuangan.

Sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, Pengurus DSN-MUI terdiri atas para ulama, praktisi, para pakar, dan otoritas dalam bidang-bidang yang terkait dengan Fikih Muamalah, keuangan, bisnis, dan perekonomian syariah.[2]

Tugas dan Wewenang[sunting | sunting sumber]

Sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, pasal 4 dan 5, DSN-MUI mempunyai tugas sebagai berikut:

  • Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Lembaga Bisnis Syariah (LBS), dan Lembaga Perekonomian Syariah (LPS) lainnya;[3]
  • Mengawasi penerapan fatwa melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
  • Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan fatwa tertentu agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
  • Mengeluarkan Surat Edaran (Ta'limat) kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
  • Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut rekomendasi anggota DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
  • Memberikan rekomendasi calon Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) dan/atau mencabut Rekomendasi ASPM;
  • Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah bagi produk dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait;
  • Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa di LKS, LBS, dan LPS lainya;
  • Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya yang memerlukan;
  • Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi LKS, LBS, dan LPS lainnya;
  • Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah;
  • Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya

Adapun wewenang DSN-MUI sebagai berikut:

  • Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI;
  • Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan;
  • Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS, LBS, dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran;
  • Menyetujui atau menolak permohonan LKS, LBS, dan LPS lainnya mengenai usul pergantian dan/atau pemberhentikan DPS pada lembaga yang bersangkutan
  • Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah;
  • Menjalin kemitraan dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri untuk menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah

Perangkat Organisasi[sunting | sunting sumber]

Organisasi DSN-MUI terdiri atas:

  • Badan Pleno memiliki fungsi menetapkan, mengubah, atau mencabut berbagai fatwa yang terkait produk atau jasa LKS, LBS, dan LPS lainnya
  • Badan Pelaksana Harian merupakan badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN-MUI
  • Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah perangkat DSN-MUI yang memiliki tugas mengawasi pelaksanaan fatwa dan keputusan DSN-MUI pada LKS, LBS, dan LPS lainnya. DPS bertanggung jawab kepada DSN-MUI. Khusus DPS pada perbankan syariah diatur dalam UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 32 di mana bank umum syariah dan unit usaha syariah pada bank umum konvensional wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah. Selain itu, Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.[4]

Kumpulan Fatwa[sunting | sunting sumber]

2019:[5]

  • Akad wakalah bil istitsmar (investasi yang diwakilkan)
  • Sukuk wakalah bil istitsmar
  • Penyelenggaraan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi Berdasarkan Prinsip Syariah
  • Biaya riil dalam wa'awidh (ganti rugi) akibat wanprestasi

Daftar Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Sekilas – DSN-MUI". Diakses tanggal 2019-12-18. 
  2. ^ "PO MUI tentang AD dan ART DSN-MUI.pdf". Google Docs. Diakses tanggal 2019-12-18. 
  3. ^ "Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Miliki Kedudukan Hukum Kuat di Indonesia | Ekonomi". Bisnis.com. Diakses tanggal 2019-12-18. 
  4. ^ "UU Perbankan Syariah" (PDF). Otoritas Jasa Keuangan. Diakses tanggal 18 Desember 2019. 
  5. ^ Prihantoro, Anom (4 Juli 2019). "Dewan Syariah Nasional MUI Bahas Empat Fatwa". Antaranews. Diakses tanggal 18 Desember 2019. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]