Dewi Sulastri
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Mei 2016. |
Dewi Sulastri (lahir 15 Maret 1966) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa koreografi tari yang dipentaskan di berbagai kota di Indonesia dan mancanegara. Dewi Sulastri tercatat sebagai penerima penghargaan rekor MURI sebagai sutradara dan penari wayang orang yang semua pemainnya perempuan (2008). Dewi Sulastri merupakan salah satu penari Istana Negara pada tahun 1997, dan ibu kandung Bathara Saverigadi Dewandoro, pemenang Indonesia Mencari Bakat 2021.[1][2][3]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Dewi Sulastri lahir di Jepara, Jawa Tengah, 15 Maret 1966. Sejak usia muda sudah mengakrabi dunia seni, utamanya seni suara. Dia memperdalam kemampuan menarinya di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surakarta, mengambil jurusan tari, lulus tahun 1986. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada jurusan komposisi tari. Dari kampus inilah dia mengawali debutnya secara profesional, baik sebagai penari maupun sebagai penata tari (koreografer). Dewi Sulastri pernah ditunjuk sebagai duta tari Indonesia dalam tim kesenian Pelangi Nusantara untuk mementaskan karya-karyanya di Jepang. Pada 1997 sampai dengan 1999 dia menjadi penari Istana Negara (1997-1999). Belasan karya tari telah diciptakan, antara lain Tari Srimpi Retno Utama (1989), Tari Merak Mangigel (1989), Tari Bondan Suko Asih (1989), Tari Prajuritan (1989), Tari Domba Nino Banyumasan (1989), dan lain-lain. Kegemarannya mengajarkan seni kepada anak-anak mendorongnya membuka sebuah sanggar kesenian. Pada tahun 1993, bersama suami, Suryandoro, ia membuka sanggar Swargaloka di Yogyakarta dengan murid mencapai 300 orang. Tahun 1997, ia mengusung Swargaloka ke Jakarta dalam pementasan perdana berjudul Api Dendam Aswatama. Konsep pemanggungan wayang orang dibuat oleh Suryandoro, sedangkan ia menjadi pemeran utama. Wayang orang berbahasa Indonesia garapan bersama suaminya tersebut rupanya mendapat tanggapan dari penonton di Taman Mini Indonesia Indah. Sejak itulah Swargaloka berpentas secara rutin di Taman Mini Indonesia Indah. Dewi Sulastri ia juga menulis naskah, merancang kemasan, dan memproduksi wayang orang. Hasil produksi wayang orang karyanya berjudul Memolo Cupu Manik Astagina, meraih penghargaan pada Festival Wayang Orang Tingkat Nasional (WOPA) pertama di Surakarta (1988). Pada festival ini pula, ia menjadi sutradara terbaik.
Karya Tari
[sunting | sunting sumber]- Tari Srimpi Retno Utama (1989)
- Tari Merak Mangigel (1989)
- Tari Bondan Suko Asih (1989)
- Tari Prajuritan (1989)
- Tari Domba Nini Banyumasan (1989)
- Tari Bedaya Dewi Sri (2003)
- Tari Bedoyo Aji Soko( 2008)
- Tari Bedoyo Tri Sabdo Tunggal Indonesia (2009)
- Tari Bedoyo Merah Putih (2009)
- Tari Bedoyo Ajang Gayung ( 2018 )
- Tari Bedoyo Wilwatikta ( 2019 )
Penghargaan
[sunting | sunting sumber]- Juara Macapat Se-Kodya Surakarta, Jawa Tengah (1983)
- Penari Bambangan Terbaik Lomba Tari Tradisi se-Jawa Tengah (1987)
- Sutradara Terbaik Festival WOPA se-Indonesia I (1987)
- Pemeran Terbaik Wanita Festival WOPA se-Indonesia (1989)
- Pemeran Terbaik Wanita Festival WOPA se-Indonesia III (1990)
- Penata Tari Terbaik Festival Sendratari Tingkat D.I Yogyakarta (1990)
- Pemeran Terbaik Wanita Festival WOPA se-Indonesia IV (1991)
- Peraih Rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai sutradara dan penari wayang orang yang semua pemainnya perempuan (2008)
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Situs resmi Taman Ismail Marzuki[pranala nonaktif permanen], diakses 24 Maret 2015
- ^ Jeparadise: Kartini masa kini[pranala nonaktif permanen], diakses 24 Maret 2015
- ^ Djarum Foundation: Perjalanan Dewi Sulastri, diakses 24 Maret 2015