Dja Endar Moeda
Dja Endar Moeda Harahap adalah perintis pers berbahasa Melayu kelahiran Padang Sidempuan, 1861. Dididik sebagai guru di sekolah pengajaran guru, kariernya di dunia pers dimulai sebagai redaktur untuk jurnal bulanan Soeloeh Pengadjar pada 1887.[1]
Sekolah dan naik haji
[sunting | sunting sumber]Pada 1884, ia lulus dari kweekschool Padang Sidimpuan.[2] Sekolah ini merupakan sekolah yang didirikan oleh Willem Iskander.[3] Selama bersekolah, Moeda menjadi salah satu murid Charles Adrian van Ophuijsen.[4] Selepas lulus, ia diangkat menjadi guru pembantu di Air Bangis, lalu menjadi kepala sekolah di Batahan, Mandailing Natal pada 1886.[2] Selama menjadi guru, ia juga menjabat sebagai editor untuk Soeloeh Pengadjar karena kemahirannya dalam Bahasa Belanda yang merupakan jurnal pendidikan yang diterbitkan di Probolinggo pada 1887.[5] Dia dipindahkan dari Batahan ke Singkil dan melakukan ibadah haji pada 1892.[6] Selain naik haji, ia juga melakukan ziarah ke makam ayahnya yang meninggal di Makkah.[7] Berdasarkan catatan perjalanan haji yang diterbitkannya di Bintang Hindia berjudul Perdjalanan ke Tanah Tjoetji, ia memaparkan besaran biaya yang dia butuhkan saat menunaikan ibadah naik haji 750 gulden hingga 1.000 gulden yang lebih mahal dibandingkan pada tahun 1887 senilai 500 gulden. Ia pun menyarankan agar gulden yang dimiliki ditukar dengan uang Poundsterling yang setara dengan 12,5-12,6 gulden karena bisa ditukar dengan 10 Ringgit Burung yang berlaku di Makkah, sedangkan 10 gulden hanya bisa ditukar dengan maksimal 8 Ringgit Burung.[8] Catatan tersebut berisi 44 pasal dan diterbitkan secara berkala.[7]
Kehidupan di Padang
[sunting | sunting sumber]Sepulang dari naik haji tahun 1893, Dja Endar Moeda mengganti namanya menjadi Haji Muhammad Saleh dan memutuskan bermukim di Kota Padang.[5] Di sana, ia mendirikan sekolah swasta dan menjadi redaktur Pertja Barat.[9] Surat kabar ini didirikan oleh Lie Bian Goan dan terbit pertama kali Juni 1894.[10] Berdasarkan laporan Sumatra Courant untuk edisi 20 Februari 1900, organisasi Medan Perdamaian didirikan Dja Endar Moeda pada tahun 1900.[11] Organisasi ini pun berkembang dan juga berdiri di Pematang Siantar, Semarang dan Bukittinggi.[12] Selama menjadi ketua, Dja Endar Moeda memberikan sumbangan untuk meningkatkan pendidikan di Semarang senilai 14.490 gulden yang dilaporkan oleh surat kabar De Locomotief pada edisi 21 Agustus 1902 melalui Ophuijsen. Pada tahun 1907, organisasi ini juga berdiri di Medan dan membentuk klub sepakbola dengan nama yang sama dan berkompetisi pada tahun 1908 di Medan. Organisasi ini pun juga berdiri di Palembang dan Batavia dipimpin oleh Mohamad Sjafe'i dan Tjik Nang sebagai wakil.[9]
Selain Pertja Barat, Dja Endar Moeda juga menjadi pemimpin redaksi dua surat kabar, yaitu Tapian Na Oeli atau dalam bahasa Batak Mandailing yang artinya "Pemandian yang Indah" dan Insulinde. Tapian Na Oeli terbit di Sibolga pada tanggal 20 Oktober 1900.[13] Surat Kabar ini diterbitkan dalam bahasa Mandailing menggunakan huruf latin oleh L.J.W. Stritzko. Terbit sebanyak delapan halaman seminggu sekali, surat kabar ini memuat beragam jenis berita dengan biaya langganan sebanyak enam gulden setiap tahun. Surat kabar ini berhenti terbit pada tahun 1903.[14]
Adapun Insulinde merupakan majalah pendidikan yang diterbitkan di Pulau Jawa dan Sumatera.[15] Surat kabar ini diterbitkan pertama kali pada bulan April 1901 yang bertujuan meningkatkan peranan guru dan priyayi untuk mencapai kemajuan bangsa. Majalah ini mirip dengan Matahari Terbit yang terbit pada tahun 1895 di Probolinggo oleh P. Schuitmaker. Majalah ini terbit hingga Februari 1905 dan mengalami kebangkrutan sehingga dia membagi aset penerbitan ini dengan rekannya, yaitu J. C. Holtzappel.[16]
Pada tahun 9 Januari 1904, surat kabar Padang yakni Alam Minangkerbau terbit dan dimiliki oleh orang Minangkabau. Surat kabar ini menggunakan aksara Jawi dengan menggunakan ragam bahasa Melayu tinggi. Redaksinya terdiri dari Haji Mohd. Salleh dan Haji Mohd. Amin yang dibantu oleh Dja Endar Moeda sebagai editor. Alam Minangkerbau terbit setiap Sabtu dan bekerja sama dengan penerbit atasTapian na Oeli, Insulinde, dan Pertja Barat. Kontennya cenderung memuat Timur Tengah dan Islam ortodoks.[17]
Selain menjadi pemimpin redaksi yang menulis surat kabar, ia juga menulis buku. Salah satu buku yang ditulisnya berjudul Riwayat Poelaoe Soematra yang terbit pada tahun 1903.[18] Buku ini dijadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan perdebatan asal usul kata "Batak" yang terjadi antara Batak Na So Tarporso dengan J. Simanjuntak di beberapa surat kabar, yaitu Pewarta Deli No. 82 Tahun 1919 dan surat kabar terbitan Huria Kristen Batak Protestan. Perdebatan diakhiri dengan J. Simanjuntak yang mengutip kutipan dari buku ini pada halaman 67 yang menggunakan nama samaran dan diterbitkan di Surat Kabar Imanuel edisi 17 Agustus 1919 dengan menyatakan bahwa kata "batak" biasa diturunkan dari kata "mamatak" yang memiliki makna "menaiki kuda" sehingga kata "batak" dapat dimaknai sebagai "orang yang pandai berkuda".[19]
Pertja Barat dan perselisihan
[sunting | sunting sumber]Sebelum dibeli oleh Dja Enda moeda, Pertja Barat dilaporkan dalam Selompret Melajoe telah diakuisisi dari Lie Bian Goan oleh L,N,A,E. Chatelin Sr yang merupakan produser Sumatra Courant pada tahun 1898. Lalu, pada tahun 1900, surat kabar tersebut dijual kepada L,J.W. Stritzko dengan Dja Endar Moeda tetap menjadi redaktur.[20] Pada akhirnya, Dja Endar Moeda membeli Pertja Barat pada tahun 1905 dan menjadi pribumi pertama yang memiliki pers.[21]
Selama menjadi redaktur pada tahun 1905, Dja Endar Moeda terlibat beberapa perselisihan dengan Mahyuddin Datuk Sutan Maharadja yang menjabat sebagai editor surat kabar Tjahaja Sumatra dan Lim Soen Hin. Mereka saling menjatuhkan satu sama lain lewat surat kabar yang mereka. Dja Endar Moeda melalui Pertja Barat juga menyebut Maharadja sebagai "Datuk Bangkit" yang memiliki makna sebagai orang yang suka mengungkit masalah di masa lampau.[22] Sedangkan, Maharadja mengirimkans ebuah syair yang mengkritik kebiasaan Dja Endar Moeda yang suka minum alkohol[23] Perselisihan ini terjadi karena persaingan perebutan pasar surat kabar Melayu yang memiliki target pasar yang sama. Perselihan ini akhirnya berakhir ketika para pembaca dan kontributor mengkritik perselisihan yang terus terjadi selama berbulan-bulan melemahkan citra pers Bumiputra, khususnya pers Melayu, di mata bangsa lain.[24]
Pada tahun yang sama, berdasarkan berita dari Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië ia terkena delik pers dan dihukum cambuk serta diusir dari Padang.[25] Delik pers ini didapatkan Dja Endar Moeda akibat tulisannya dalam surat kabarnya yang dia terbitkan dalam bahasa Belanda bernama Sumatera Nieuwsblad yang disebarkan di Padang dan Medan.[26] Surat kabar ini terbit pada tahun 1904.[27]
Kepindahan dari Padang
[sunting | sunting sumber]Setelah pindah dari Padang, Dja Endar Moeda mendirikan media cetak di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dengan nama Pemberita Atjeh didirikan pada 1906.[28] Surat kabar ini merupakan surat kabar pertama yang berbahasa Melayu pertama di Aceh.[29] Kepindahan Dja Endar Moeda ke Kutaraja juga menyerahkan kepengurusan Pertja Barat ke Dja Endar Boengsoe atau Abdul Kahar.[30]' Pada tahun 1908, dia Dja Endar Moeda pindah ke Medan dan menerbitkan surat kabar Warta Berita serta Minangkabaoe dan membantu penerbitan Pembrita Betawi di Batavia.[31] Kedua surat kabar hanya bertahan hingga 1909. [30] Pembrita Atjeh juga berhenti terbit pada tahun yang sama karena adanya saingan surat kabar yang juga tertbit di kota yang sama 1907 bernama Sinar Atjeh yang dieditori oleh Liem Soen What.[7]
Pada tahun 1910, ia mendirikan sebuah surat kabar bernama Pewarta Deli yang dimiliki oleh penerbitan N.V. Sjarikat Tapanuli. Mayoritas dari tim penyunting merupakan orang dari Suku Mandailing dan Suku Angkola. Surat kabar ini menjadi surat dalam Bahasa Melayu pertama yang terbit di Medan dan dimiliki oleh orang pribumi dengan Dja Endar Moeda.dengan dirinya sebagai pemimpin redaksi.[32] Selain Dja Endar moeda, Soetan Malenggang bertindak sebagai administrator sekaligus menempatkan anaknya Kamaruddin dalam jabatan asisten editor. Pendirian surat kabar ini bertujuan untuk meningkatkan produksi suratkabar berbahasa Melayu di Sumatera Utara. Namun, hubungan Dja Endar Moeda dan pihak direksi tidak berjalan harmonis yang ditunjukkan denga tulisan Dja Endar Moeda dalam surat kabarnya Pertja Barat mencaci maki direksi dan surat kabar tersebut sehingga ia keluar pada tahun 1911 bersama dengan anaknya.[33] Berdasarkan tulisan di Pewarta Deli, Dja Endar Moedaa dicerca hendak menjatuhkan perusahaan tersebut sehingga dia digantikan sebagai pemimpin redaksi.[34] Kemimpinan redaksi digantikan oleh Soetan Parlindoengan pada tanggal 18 Januari 1911.[35] Pada saat itu, direktur perusahaan Syarikat Tapanoeli diketuai oleh haji Mohamad Tahir yang bekerja sebagai juru tulis untuk Tjong A Fie. Selain Tahir, juga ada Haji Ibrahim Penghulu Pekan, Haji Abdul Hamid Pandjang Janggut, Haji Oesman serta beberapa penyalur batik di kursi direksi.[36]
Pada tahun yang sama, setelah keluar dari Pewarta Deli, Dja Endar Moeda menerbitkan Bintang Atjeh. Edisi pertama surat kabar ini diterbitkan pada tanggal 1 Juni 1911. Tidak ada catatan sampai kapan surat kabar ini terbit, namun diperkirakan tidak sampai hingga 1913.[30]
Nasib Pertja Barat
[sunting | sunting sumber]Pertja Barat menjadi surat kabar yang paling berpengaruh dari Dja Endar Moeda. Dibawah kepemimpinannya, surat kabar ini menjadi cukup tidak ramah dengan surat kabar sejawat di Padang karena sengitnya pasar pembaca. Surat kabar ini sering membuat beberapa propagana seperti pendidikan untuk wanita pribumi dan masyarakat hukum adat di Sumatra., Meskipun surat kabar ini menganjurkan untuk mengikuti kebiasaan Bangsa Tionghoa yang industrialis untuk mencapai perkembangan, koran ini bersikap rasis terhadap Bangsa Tionghoa sama seperti Oetoesan Melajoe, Surat kabar ini terbit tiga kali seminggu dan pada tanggal 1 Juli 1911 menerbitkan gambar cetak untuk pertama kali. Penerbitan berjalan lancar hingga akhirnya ia terkena delik pers lagi. Tidak diketahui atas dasar apa ia terkena deli pers , tapi ia beserta Sidi Maharadja, Maharadja B dan Soetan Radja nan Gadang yang merupakan sesama editor mendapatkan hukuman penjara selama dua bulan akibat delik ini.[37]
Akibat dari delik pers ini, Pertja Barat mengumumkan pembentukan serikat wartawan di Padang pada edisi No. 88 pada tanggal 27 Juli 1911 yangbertujuan untuk mendorong para editor untuk menulis artikel untuk membuka tingkah laku korup dan amoral dari para priyayi terhadap rakyat. Serikat ini diproyeksikan akan dipimpin oleh Dja Endar Bongsoe sebagai presiden pertama karena ide ini berasal darinya. Akan tetapi, pada tanggal 11 Agustus 1911, ia wafat secara mendadak dan peristiwa ini sangat mempengaruhi keberlangsungan Pertja Barat.[37]
Selepas kematian Boengsoe, posisi Bongsoe digantikan oleh Kamaruddin pada tanggal 15 Agustus 1911. Namun, kematian Boengsoe merupakan masalah besar bagi Pertja Barat sehingga penerbitan surat kabar ini melambat. Sebagai solusi, sementara Dja Endar Moeda mempekerjakan Sidi Maharadja sebagai editor sejak 1 November 1911 dengan bantuan Kamaruddin. Akan tetapi, solusi ini tidak berhasil sehingga pada akhirnya, surat kabar ini berhenti terbit pada tahun 1912. [38]Dia wafat di Kotaraja pada tahun 1926.[39]
Penghargaan
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 5 Februari 2023, Dja Endar Moeda dianugerahi penghargaan kepeloporan bidang media yang diterima bersama dengan Parada Harahap, Mangaraja Hezekiel Manullang , Mohammad Said , Ani Idrus dan Muhammad TWH dalam pelaksanaan Hari Pers Nasional di Medan, Sumatera Utara.[40]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Ahmat Adam 2018, hlm. 145.
- ^ a b "Para Pendekar Pers dari Sumatra - Koran Sulindo". 2023-11-02. Diakses tanggal 2023-12-20.
- ^ Pulungan, Thomas (29 Agustus 2021). "Sejarah Pendidikan Jakarta dan Sekolah Guru Pertama di Batavia". SINDOnews Metro. Diakses tanggal 2023-12-19.
- ^ Satyadarma (23 September 2017). "Sekolah Tanobato dan Renaisans di Tapanuli". Koran Sulindo. Diakses tanggal 19 Desember 2023.
- ^ a b "Siapa Dja Endar Moeda?". Cekricek. 2022-10-10. Diakses tanggal 2023-12-20.
- ^ Adam 2018, hlm. 145.
- ^ a b c Chambert-Loir, Henri (2013). Naik haji di masa silam: 1900-1950. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerja sama dengan École française d'Extrême-Orient (EFEO), Forum Jakarta-Paris, Perpustakaan Nasional, Republik Indonesia. hlm. 471, 474. ISBN 978-979-9106-57-5.
- ^ Siregar, Edmiraldo (24 September 2021). "Ongkos Naik Haji Zaman Dulu dan Masa Kini". kumparan. Diakses tanggal 2023-12-20.
- ^ a b Arya, Mohammad (2017-09-28). "Bukan 'Boedi Oetomo', Organisasi Sosial Pertama di Indonesia Ternyata dari Padang". Padangkita.com. Diakses tanggal 2023-12-20.
- ^ Sastri 2014, hlm. 42.
- ^ Effendi, Ahmad (2023-10-07). "Jejak Klub Sosial Anak Muda di Jogja yang Menginspirasi Pembentukan Boedi Oetomo" Periksa nilai
|url=
(bantuan). Diakses tanggal 2023-12-20. - ^ Santosa, Ramadhani Putra; Sayogya, Muhammad Hadi; Abadi, Muhammad Imam (2021). "Pembubaran Ormas Radikal Dalam Perspektif Undang-Undang No. 16 Tahun 2017". Dinamika Hukum & Masyarakat. 4 (2): 1–6. doi:10.30737/dhm.v3i2.2019.
- ^ Nalar dan naluri: 70 tahun Daoed Joesoef. Centre for Strategic and International Studies. 1996. hlm. 217.
- ^ Azhari, Ichwan (2023). "Soara Batak: The Batak People's Resistance Newspaper in the Colonial Period (1919-1932)". Indonesian Historical Studies (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 179–191. doi:10.14710/ihis.v6i2.15173. ISSN 2579-4213.
- ^ Harahap, Basyral Hamidy (1997). Derap langkah Mandailing-Natal. Himpunan Keluarga Mandailing. hlm. 33.
- ^ Ahmat Adam 2018, hlm. 128.
- ^ Sastri 2014, hlm. 51.
- ^ Permatasari, Indah (5 Februari 2023). "Mengenal Dja Endar Moeda, Sang Pelopor Pers di Indonesia". IDN Times Sumut (dalam bahasa In). Diakses tanggal 2023-12-26.
- ^ Simarmata, Janner (2 Juni 2016). "Arti dan Asal Mula Kata Batak". simarmata. Diakses tanggal 2023-12-26.
- ^ Ahmat Adam 2018, hlm. 70.
- ^ "Pers Aceh Dalam Lintasan Sejarah". BUANAACEH.COM. 2017-09-24. Diakses tanggal 2023-12-27.
- ^ Afif, Afthonul (2018). Dari Melayu Menjadi Indonesia. Basabasi. hlm. 65. ISBN 978-602-6651-90-7.
- ^ Sastri 2014, hlm. 74.
- ^ Adam 2018, hlm. 132.
- ^ Zulkarnaen, Iskandar, ed. (2023-02-13). "Catatan Marah Sakti Siregar- Menyoal Bapak Pers Indonesia di HPN 2023". kaltara.antaranews.com. Diakses tanggal 2023-12-27.
- ^ "Dja Endar Moeda, Pelopor Pers Indonesia Pertama dari Tabagsel". KORAN MEDAN (dalam bahasa Inggris). 2023-01-31. Diakses tanggal 2023-12-27.
- ^ "Surat Kabar Melayu Beraksara Latin Pertama di Indonesia (1)". Kabar Melayu (dalam bahasa Inggris). 6 November 2015. Diakses tanggal 2023-12-27.
- ^ "Menyoal Bapak Pers Indonesia di HPN 2023". Waspada Aceh. 2023-02-13. Diakses tanggal 2023-12-30.
- ^ Sudirman (2012). Muchsin, Misri A., ed. Peranan media massa pada masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI di Aceh 1945-1949 (PDF). Banda Aceh: Balal Peleslarlan Sejarah dan Nila Tradlslonal Banda Aceh. hlm. 15.
- ^ a b c Ahmat Adam 2018, hlm. 145-146.
- ^ Pratama, Andika Yudhistira (29 Desember 2022). "Dja Endar Moeda Harahap, Sang Raja Koran dari Sumatera". tirto.id. Diakses tanggal 2023-12-19.
- ^ Agustono, Budi; Affandi, Kiki Maulana; Junaidi, Junaidi (2021). "Benih Mardeka in the Political Movement in East Sumatra, 1916–1923". KEMANUSIAAN The Asian Journal of Humanities. 28 (2): 135–157. doi:10.21315/kajh2021.28.2.6. ISSN 1394-9330.
- ^ Kronik kebangkitan Indonesia: 1908-1912. I:boekoe. 2008. hlm. 353, 375. ISBN 978-979-1436-09-0.
- ^ Said, Mohammad (1976). Sejarah pers di Sumatera Utara, dengan masyarakat yang dicerminkannya, 1885-Maret-1942. Waspada. hlm. 57.
- ^ Idrus, Ani (1985). Sekilas pengalaman dalam pers dan organisasi PWI Sumatera Utara. Waspada. hlm. 17.
- ^ Seabad pers kebangsaan, 1907-2007. I:Boekoe. 2007. hlm. 61. ISBN 978-979-1436-02-1.
- ^ a b Ahmat Adam 2018, hlm. 147.
- ^ Ahmat Adam 2018, hlm. 148.
- ^ Lubis, Bersihar (7 Februari 2023). "Interupsi di Hari Pers Nasional". analisadaily.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 May 2023. Diakses tanggal 2023-05-25.
- ^ Putra, Roki Eka (11 Februari 2023). "HPN 2023, Zacky Antony Terima Penghargaan di Depan Presiden". rri.co.id - Portal berita terpercaya (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-31.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Ahmat Adam (2018). The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness. Cornell University Press.
- Sunarti, Sastri (2014). Kajian Lintas Media. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9106-55-1.