Filsafat alam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta benda-benda langit dari abad ke-17, karya kartografer Belanda, Frederik De Wit.

Filsafat Alam (dari bahasa Latin philosophia naturalis) adalah istilah yang melekat pada penelaahan alam fisik—sebagai lawan dari alam metafisika—yang umum dikenal sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan modern, setidaknya sejak era Aristoteles hingga abad ke-19. Karya terkenal Isaac Newton berjudul Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica (Prinsip-Prinsip Matematis dalam Filsafat Alam) yang terbit tahun 1687 menunjukkan istilah "filsafat alam" masih digunakan hingga abad ke-17.[1] Beberapa ilmuwan bahkan masih menggunakan istilah ini hingga abad ke-19, seperti karya William Thomson yang berjudul Treatise on Natural Philosophy (Risalah tentang Filsafat Alam) yang terbit tahun 1883.[2]

Filsafat Alam dipandang sebagai pendahulu ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu biologi, antropologi, dan ilmu-ilmu alam lainnya.[3] Pada abad ke-19 istilah "science" mulai digunakan untuk menggantikan istilah "filsafat alam", terutama setelah William Whewell, filsuf alam dari Universitas Cambridge, mengajukan istilah "scientist" (ilmuwan) untuk menggantikan sebutan "filsuf alam" pada 1834,[4] sebagaimana terekam dalam Webster's Ninth New Collegiate Dictionary bahwa kata "scientist" mulai dicatat tahun 1834.

Asal usul dan evolusi istilah[sunting | sunting sumber]

Filsafat alam merupakan awal dari ilmu filsafat. Disebut filsafat alam karena yang menjadi obyek pemikiran adalah mengenai kejadian alam semesta ini. Filsafat alam ada sejak zaman pra-Sokrates dengan Miletus sebagai tanah kelahiran filsafat alam. Pemikiran para filsuf alam sangat dipengaruhi oleh kehidupan dan kemahiran yang dimilikinya.

Para filsuf alam tidak tertarik membahas bagaimana segala sesuatu muncul dari ketiadaan, akan tetapi mereka lebih tertarik tentang bagaimana ikan hidup dapat muncul di air, bagaimana pohon dan bunga tumbuh dan bermekaran dari tanah yang mati. Dan bagaimana seorang bayi dapat muncul dari rahim ibunya.

Beberapa filsuf alam yang terkenal, yang percaya ada suatu zat yang menyebabkan perubahan alam.

1. Thales

Dia pernah menghitung Piramid dengan menggunakan bayangan Piramid dan meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari. Thales beranggapan semua kehidupan bersumber dari air. Prestasi besar Thales di tandai dengan sejumlah karyanya yaitu berhasil meramalkan gerhana matahari pada tanggal 28 Mei 585 SM. Ia dapat menemukan cara untuk mengukur tinggi piramida dan jarak kapal di laut. Dan dapat menerangkan teori tentang banjir tahunan di Mesir.

2. Anaximandros

Anaximandros juga mencari prinsip yang dapat memberikan pengertian mengenai kejadian di alam ini, tetapi dia tidak memilih salah satu anasir yang bisa diamati pancaindra. Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh pancaindra. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah To Apeiron.[13] “Apeiron” itu tidak dapat di rupakan tidak ada yang menyamainya di dunia ini. Karena segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindra, kita adalah barang yang mempunyai akhir.

3. Anaximenes

Dia beranggapan segala sesuatu bersumber dari udara atau uap. Tentu saja ia menentang perkataan dari Thales yang mengatakan segala sesuatu bersumber dari air. Anaximenes beranggapan, air adalah udara yang dipadatkan; dikenal dengan hujan. Adalah api dari udara yang dijernihkan. Anaximenes beranggapan bahwa tanah, air, dan api adalah penghidupan. Tapi segala sesuatu penghidupan bersumber dari udara. Sebagai ahli ilmu alam, Anaximenes menggunakan pengalaman bahwa udara yang meliputi dunia ini menjadi sebab segala yang hidup. Kalau tak ada udara, tak akan terjadi yang lahir ini dengan beberapa macam dan ragamnya. Anaximenes juga menulis suatu buku, dan dari buku itu hanya satu fragmen yang di simpan.

4. Democritus

Dia beranggapan, bahwa segala sesuatu bersumber dari partikel-partikel kecil, yang disebut atom. Democritus juga menekankan bahwa atom yang dia maksud tidak dapat dibagi-bagi sekecil-kecilnya, yang di mana anggapan Anaxogoras. Democritus mengartikan partikel-partikel atau atomnya adalah kekal, abadi, dan tidak dapat di bagi-bagi. Adalah hal mustahil menyatukan jika atom itu sendiri dapat dibagi sekecil-kecilnya. Ia percaya bahwa alam terdiri dari atom-atom yang jumlahnya beraneka ragam dan jumlahnya tak terhingga. Kini kita dapat menyatakan bahwa teori atom milik Democritus kurang lebih benar. Alam memang tersusun dari atom-atom yang menyatu dan kemudian terpisah lagi.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Newton Papers : Philosophiæ naturalis principia mathematica". Cambridge Digital Library. Diakses tanggal 2023-11-20. 
  2. ^ Thomson, William; Tait, Peter Guthrie (2009). Treatise on Natural Philosophy. Cambridge Library Collection - Mathematics. 1 (edisi ke-2). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-1-108-00535-7. 
  3. ^ Cahan, David, ed. (2003). From natural philosophy to the sciences: writing the history of nineteenth-century science. Chicago, Ill. London: Univ. of Chicago Press. ISBN 978-0-226-08928-7. 
  4. ^ Ross, Sydney (1962-06). "Scientist: The story of a word". Annals of Science (dalam bahasa Inggris). 18 (2): 65–85. doi:10.1080/00033796200202722. ISSN 0003-3790.