Hubungan Mongolia dengan Tiongkok
Mongolia |
Tiongkok |
---|
Hubungan bilateral antara Mongolia dan Republik Rakyat Tiongkok (bahasa Mongol: Монгол, Хятадын харилцаа) telah ditentukan oleh hubungan antara Tiongkok dan Uni Soviet, negara tertangga dan sekutu utama lainnya dari Mongolia sampai 1990. Dengan persetujuan antara USSR dan Tiongkok pada akhir 1980an, hubungan Tiongkok dengan Mongolia juga mulai berpengaruh. Sejak 1990an, Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar Mongolia, dan sejumlah usaha Tiongkok beroperasi di Mongolia.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Sepanjang sejarah, Mongolia dan Tiongkok telah menjalin hubungan, Tembok Raksasa yang dibangun menghadapi serangan-serangan bangsa nomaden utara, dari suku Hun pada zaman Dinasti Qing, bangsa Turk pada zaman Dinasti Tang, dan kemudian, bangsa Mongolia dan bangsa Asia Tengah.
Pada 1279, bangsa Mongol di bawah kepemimpinan Kublai Khan, cucu dari Genghis Khan, menaklukan seluruh Tiongkok dan mendirikan Dinasti Yuan. Pada 1368, Tiongkok di bawah pemerintahan Dinasti Ming berhasil mengusir bangsa Mongol dari Tiongkok dan pada 1388, menguasai ibu kota Mongol di Karakorum.
Pada zaman Dinasti Ming, Tembok Raksasa diperkuat dan periode tersebut dikarakteristikan dengan penyerbuan ulang Mongol ke Tiongkok dan Tiongkok menyerbu Mongolia. Pada masa penaklukan Qing atas Ming, pemimpin Mongol Ligdan Khan bersekutu dengan Ming melawan Qing sampai Ligdan dikalahkan oleh pasukan Qing dan Mongolia Dalam ditaklukan oleh Qing. Pada 1644, Dinasti Ming diruntuhkan oleh pemberontak petani di bawah pimpinan Li Zicheng, yang mendirikan Dinasti Shun yang berumur pendek yang kemudian digantikan oleh Dinasti Qing. Pada masa Dinasti Qing, Mongolia dimasukkan dalam kekaisaran tersebut.
Setelah keruntuhan dinasti Qing pada 1911, Republik Tiongkok didirikan dan Mongolia mendeklarasikan kemerdekaannya setelah lebih dari 200 tahun kekuasaan dinasti Qing. Pada periode tersebut, Republik Tiongkok sebagai penerus Qing mengklaim Mongolia sebagai teritorial Tiongkok, namun wilayah tersebut kurang terkontrol secara stabil karena peperangan saudara masif di selatan dan bangkitnya Era Panglima Perang. Sehingga, Mongolia Luar meminta Rusia mendukung klaim kemerdekaan mereka. Pada 1919, jenderal Tiongkok Xu Shuzheng bergerak ke Mongolia Luar dan mencabut kemerdekaannya. Pada 1921, pasukan Tiongkok diusir oleh pasukan Putih Rusia yang dipimpin oleh Baron Roman von Ungern-Sternberg.[1] Beberapa bulan kemudian, mereka diusir oleh Tentara Merah Republik Sosialis Federatif Soviet Rusia, Republik Timur Jauh dan pasukan Mongolia pro-Soviet. Pada 1924, Republik Rakyat Mongolia diproklamasikan. Dengan terjadinya invasi Jepang ke Tiongkok, upaya kecil diberikan kembali untuk mendirikan kembali kontrol Tiongkok atas Mongolia Luar.
Setelah akhir PDII, Republik Tiongkok, yang dipimpin oleh Kuomintang, terpaksa secara resmi menerima kemerdekaan Mongolia Luar di bawah pengaruh Soviet. Pada 1949, Komunis memenangkan Perang Saudara Tiongkok dan mengakui kembali status kemerdekaan Mongolia.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Kuzmin, S.L. History of Baron Ungern: an Experience of Reconstruction. Moscow, KMK Sci. Pres, p.156-293. - ISBN 978-5-87317-692-2