Hutan kerdil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pohon "bonsai alami" di Taman Nasional Gunung Hamiguitan, Filipina yang merupakan salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO
Hutan kerdil di Taman Nasional Gunung Leuser

Hutan kerdil, hutan peri, atau hutan pigmi adalah ekosistem unik dengan pohon-pohon yang tumbuh kerdil, dan dihuni oleh spesies fauna kecil seperti hewan pengerat dan kadal. Hutan ini biasanya berada di dataran tinggi, yang memiliki kelembaban udara cukup tetapi kondisi tanahnya buruk. Terdapat dua jenis ekosistem hutan kerdil utama yang memiliki karakterisrik lingkungan dan spesies berbeda: hutan kerdil daerah tropis beriklim pantai, dan hutan kerdil pegunungan. Hutan kerdil pantai beriklim sedang banyak ditemukan di beberapa bagian California Selatan. Hutan tropis pegunungan ditemukan di dataran tinggi tropis Amerika Tengah, Amerika Selatan bagian utara dan Asia Tenggara. Terdapat hutan kerdil terisolasi lainnya yang bisa ditemui di seluruh belahan dunia. Sementara hutan kerdil terbesar ditemukan di Filipina.

Hutan kerdil tropis dataran tinggi[sunting | sunting sumber]

Hutan kerdil di Gunung Kemiri, Sumatra, pada ketinggian sekitar 3000 m

Dataran tinggi tropis di hutan awan berisi hutan kerdil basah yang berlumut akibat pengaruh curah hujan di dataran tinggi. Wilayah ini mempunyai curah hujan yang rendah, sebagian besar air berwujud embun dan kabut. Kadar Air bisanya akan meningkat pada malam hari, ketika awan bergerak dari laut melewati pegunungan, dan terhalang oleh vegetasi. Pada siang hari, tumbuhan cenderung kekurangan pasokan air, karena awan naik ke atas puncak gunung tanpa menjadi hujan.[1][2]

Hutan ini banyak ditumbuhi pohon-pohon kecil (5-8–m), dengan sistem perakaran yang dangkal, dan epifit yang melimpah.[2] Epifit membentuk sebagian besar kanopi, dan lebih melimpah daripada epifit yang ditemukan di hutan tropis lainnya.[3]

Hutan kerdil biasanya lebih banyak ditemukan di pegunungan yang terisolasi karena efek massenerhebung. Efek massenerhebung adalah fenomena di mana garis pepohonan biasanya lebih tinggi pada pegunungan yang dekat dengan pegunungan lain. Pegunungan di dekatnya mempengaruhi kecepatan angin dan retensi panas, mengurangi efek negatif iklim. Ketika garis pepohonan lebih rendah di pegunungan yang terisolasi, efek iklimnya akan meningkat.[4]

Flora[sunting | sunting sumber]

Di dalam hutan kerdil pegunungan, hanya terdapat sedikit spesies, spesies tersebut menjadi spesies dominan dari keseluruhan populasi tumbuhan. Di hutan kerdil banyak ditemui tumbuhan rendah bercabang horizontal seperti semak, dan populasi padat lumut, lumut, lumut kerak dan lumut hati. Hal ini diakibatkan kecepatan angin yang tinggi, suhu rendah, dan cahaya matahari yang terhalang awan dan kabut membatasi pertumbuhan tanaman tinggi.[5] Kecepatan angin yang tinggi menjadi faktor penentu tinggi tumbuhan yang tumbuh di hutan kerdil, terutama di pegunungan dan lereng. Perawakan tumbuhan yang rendah akan meningkatkan stabilitas struktural tanaman.[3] Pohon yang terpapar angin menggunakan lebih banyak sumber dayanya untuk meningkatkan kekuatan daripada untuk pertumbuhan, dibandingkan dengan pohon yang tidak terpapar angin. Peningkatan fokus pada penguatan menyebabkan pertumbuhan batang dan ranting yang lebih tebal, yang meningkatkan kemampuan pohon untuk menahan tekanan angin yang lebih besar di dekat puncak punggung bukit, di mana sebagian besar pohon yang terpapar angin ditemukan.[6] Sebagian besar energi juga dialokasikan untuk menumbuhkan dan memelihara struktur akar yang berat dan ekstensif, yang selanjutnya memperkuat pohon dan meningkatkan ketahanannya terhadap angin kencang.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Cavelier, Jaime; Mejia, Carlos A. (November 1990). "Climatic factors and tree stature in the elfin cloud forest of Serrania de Macuira, Colombia". Agricultural and Forest Meteorology. 53 (1–2): 105–123. Bibcode:1990AgFM...53..105C. doi:10.1016/0168-1923(90)90127-R. 
  2. ^ a b Cavelier, Jaime; Tanner, Edmund; Santamaría, Johanna (January 2000). "Effect of water, temperature and fertilizers on soil nitrogen net transformations and tree growth in an elfin cloud forest of Colombia". Journal of Tropical Ecology. 16 (1): 83–99. doi:10.1017/s0266467400001280. ISSN 0266-4674. 
  3. ^ a b Nadkarni, Nalini M. (December 1984). "Epiphyte Biomass and Nutrient Capital of a Neotropical Elfin Forest". Biotropica. 16 (4): 249–256. doi:10.2307/2387932. JSTOR 2387932. 
  4. ^ Grubb, P.J. (1 January 1971). "Interpretation of the 'Massenerhebung' Effect on Tropical Mountains". Nature. 229 (5279): 44–45. Bibcode:1971Natur.229...44G. doi:10.1038/229044a0. PMID 16059069. 
  5. ^ Howard, Richard A. (1970). "The 'alpine' plants of the Antilles". Biotropica. 2 (1): 24–28. doi:10.2307/2989784. JSTOR 2989784. 
  6. ^ Lawton, Robert O. (September 1982). "Wind Stress and Elfin Stature in a Montane Rain Forest Tree: An Adaptive Explanation". American Journal of Botany. 69 (8): 1224–1230. doi:10.2307/2442746. JSTOR 2442746. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Media terkait Elfin forests di Wikimedia Commons