Lompat ke isi

Ibu Susu (novel)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ibu Susu adalah novel karya sastrawan Rio Johan yang diterbitkan pada tahun 2017 oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Buku setebal 200 halaman dengan nomor ISBN 978-602-4296-9-45 ini, pada tahun 2018 mengantarkan penulisnya menerima penghargaaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Karya Pertama atau Kedua. Novel Ibu Susu ditulis pada saat rio mengikuti residensi di Berlin, Jerman yang diselenggarakan oleh Komite Buku Nasional.[1]

Kisah dalam buku ini dimulai dari penjabaran tentang Firaun Theb yang bermimpi hujan susu, susu-susu itu meluap-luap di sungai. Segenap lembah, gurun-gurun, perbukitan banjir oleh susu. Sampai pada puncaknya badai yang menggelung pun menguarkan susu, alih-alih pasir. Lantas setelah mimpi itu, datanglah mala petaka pada putranya, Sem yang ditemukan sudah kaku dengan badan lemah, tetapi masih bernapas kecil. Tidak ada rintihan, tangisan, atau gerakan merengek darinya. Alhasil Sem serupa mayat hidup yang tidak mati, tapi juga tidak seperti bayi normal sebagaimana biasanya. Setelah Firaun Theb mendapat pertanda lagi dari mimpinya, yakni ia dituntun untuk menemukan ibu susu yang bukan sembarangan, ibu susu istimewa dan satu-satunya yang bisa menyembuhkan Sem dari sakitnya tersebut. Ibu susu yang memiliki kantung susu mujarab serupa obat berkhasiat. Tentu pencarian ini pula tidak mudah, sebab Firaun Theb dan para wazirnya harus menghitung dan mencocokan bintang-bintang, waktu, keadaan gurun, dan perempuan yang lahir bertepatan dengan bintang di hari dia bermimpi, sedangkan dalam ratusan tahun, bintang tersebut hanya muncul 37 kali saja. Akhirnya, ditemukanlah perempuan yang sangat cocok dan diyakini sebagai ibu susu ajaib bernama Iksa. Ternyata hal ini juga tak mudah, mendapati kenyataan bahwa sekujur tubuh perempuan Iksa penuh dengan koreng-kemoreng yang berbau busuk dan menjijikan, tetapi anehnya dua kantung susu yang menggantung di dadanya itu bersih, ranum, kalis, segar sempurna tanpa cela. Hal ini bertentangan, mengingat seluruh tubuhnya bagai padang koreng yang selalu basah dan enggan mengering juga. Hal lain yang bertambah pelik adalah saat perempuan Iksa memberikan syarat sebagai tebusan dan bayaran atas pengabdian kantung susunya untuk pangeran Sem. Iksa menuntut 3 permintaan yang harus dikabulkan Firaun Theb. Yang pertama, Iksa meminta sejumlah besar bahan pangan (gandum, jagung, roti, minyak, kurma, bawang dsb), sejumlah besar daging-dagingan (sapi, unta, domba dll), sejumlah besar batu-batuan (lazuardi, emas, perak, tembaga dsb) dan kesemuaan barang-barang itu harus dibagikan kepada para budak korban peperangan sepanjang delta sampai ke tanah-tanah taklukan. Yang kedua, sebagaimana perempuan yang mempunyai kantung susu bagus dan sehat adalah perempuan yang sedang hamil atau baru melahirkan, maka perempuan Iksa yang tidak sedang dan belum pernah hamil itu ingin jika bayi yang akan dikandungnya adalah hasil dari hubungannya langsung bersama Firaun Theb. Yang ketiga, permintaannya yang sangat krusial dan kelak menjadi boomerang bagi Iksa, yaitu minta agar puteranya kelak menjadi teman, sahabat, rekan, saudara pangerang Sem. Tetapi di sini Iksa berkali-kali menegaskan bahwa maksudnya ini bukan karena ingin mengincar kedudukan, kehormatan ataupun kemulian. Iksa murni melakukannya agar anaknya kelak bisa hidup cukup dan tidak menderita seperti ibunya.

Maka hari yang ditentukan datang, Iksa akan menyusui Pangeran Sem. Memang benar air susu dari kantung susu perempuan Iksalah yang satu-satunya mampu menyembuhkan Sem. Tetapi susunya ternyata sudah kering hanya dalam waktu 3 hari saja, dan pangeran Sem juga telah pulih dan bugar. Sampai di sini, beberapa kali Firaun Theb mendapat mimpi tentang susu, tetapi mimpinya yang terakhir tidak bisa dikatakan mimpi yang bagus, karena cenderung mimpinya ini ditafsirkan justru akan melahirkan petaka bagi kedaulatanya. Akhirnya Iksa didakwa akan mengancam kekuasaan Firaun Theb, sebab permintaanya yang terakhir sangat menjurus pada hal itu. Iksa dihukum ditenggelamkan di sungai dengan batu besar yang diikatkan pada tubuhnya. Begitulah tragis kematian Iksa. Di akhir cerita, dikisahkan, Firaun Theb meninggal karena keadaan sakit yang sama seperti yang diderita pangeran Sem dulu. Tamat.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ibu Susu Good Reads. Diakses 10 Juni 2020