Jaring pengaman sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jaring pengaman sosial meliputi bantuan-bantuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk miskin.[1] Contoh jaring pengaman sosial antara lain bantuan uang untuk lansia, bantuan barang dan makanan, bantuan uang bersyarat dan tanpa syarat, keringanan tarif, pekerjaan umum, dan program pemberian makanan di sekolah.[1]

Konsep jaring pengaman sosial dapat dianalogikan seperti jaring yang dipasang di bawah pemain sirkus yang sedang melakukan atraksi berjalan di atas tali. Jaring tersebut tidak berfungsi untuk membantu pemain tersebut kembali ke atas tali, tetapi hanya untuk mencegahnya jatuh ke lantai yang berpotensi menyebabkan kematian. Dengan cara yang sama, jaring pengaman sosial menyediakan sejumlah uang atau barang tertentu, sehingga tidak ada penduduk yang kelangsungan hidupnya terancam.

Definisi[sunting | sunting sumber]

Tidak ada definisi yang disepakati mengenai jaring pengaman sosial. Bank Dunia memiliki definisi yang paling lebar, tetapi organisasi lain, seperti International Labor Organization (ILO) dan ESCAP juga memiliki definisinya masing-masing.[2] Sehingga sejumlah akademisi pun berkesimpulan bahwa frase "jaring pengaman sosial" tidak perlu digunakan, dan langsung saja menganalisis bentuk-bentuk dari jaring pengaman sosial itu sendiri.[2]

Alasan ekonomi[sunting | sunting sumber]

Awalnya, jaring pengaman sosial diadakan untuk tiga tujuan, yakni reformasi institusional, memperhalus penyesuaian struktural, dan pengurangan kemiskinan.[3]

Jaring pengaman sosial adalah sebuah barang semi-swasta, karena sifatnya dapat dikecualikan, namun non-rival.[4] Sebagaimana analogi sirkus, pemain sirkus dapat dikecualikan dari menggunakan jaring pengaman, apabila diputuskan bahwa ia tidak boleh menggunakan jaring pengaman tersebut, tetapi jika ia jatuh ke jaring pengaman, bukan berarti pemain lain tidak boleh jatuh ke jaring pengaman juga, sehingga dapat disebut non-rival.

Sejumlah kritik menyatakan bahwa jaring pengaman sosial mengurangi keinginan orang untuk bekerja, mengurangi keterikatan penduduk, dan berpotensi membebani keuangan negara dalam jangka panjang. Lebih lanjut, jaring pengaman sosial sangat sulit untuk dikurangi setelah jumlahnya ditambah.[5] Casper Hunnerup Dahl, seorang ekonom asal Denmark, pun menemukan bahwa ada korelasi negatif antara kedermawanan negara OECD dengan etos kerja.[6] Sementara ekonom asal Swedia, Martin Ljunge menemukan bahwa sistem izin sakit yang makin longgar membuat pemuda Swedia lebih sering berada di rumah daripada masyarakat yang lebih tua.[7]

Walaupun begitu, sejumlah pihak berpendapat bahwa jaring pengaman sosial tetap penting, dan sebenarnya dapat disalurkan untuk kegiatan produktif, seperti pendidikan, aset, jaringan sosial, dan aktivitas-aktivitas ekonomi lain.[8]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pada awal dekade 1990-an, frase "jaring pengaman sosial" makin populer, terutama di Sistem Bretton Woods yang kerap menggunakan frase tersebut terkait program penyesuaian struktural mereka.[3] Program tersebut ditujukan untuk merestrukturisasi ekonomi negara berkembang, dan jaring pengaman sosial diperlukan untuk mengurangi dampak dari program tersebut terhadap penduduk miskin.

Meningkatnya kepentingan jaring pengaman sosial selama beberapa dekade terakhir juga terlihat dalam Sustainable Development Goals (SDG). Salah satu tujuan SDG adalah melenyapkan kemiskinan,[9] yang mana salah satu sub-tujuannya adalah mengimplementasikan sistem perlindungan sosial bagi semua orang, serta mengurangi potensi dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial terhadap penduduk miskin.[10]

Tipe sistem[sunting | sunting sumber]

Volume jaring pengaman sosial bervariasi antar negara. Negara-negara OECD rata-rata menghabiskan 2,7% dari PDB mereka untuk jaring pengaman sosial, sementara negara-negara berkembang rata-rata hanya menghabiskan 1,5% dari PDB mereka.[1] Selain itu, tiap negara juga memiliki bentuk jaring pengaman sosial yang berbeda-beda. Bantuan uang untuk lansia banyak dijumpai di Asia Timur, sementara bantuan uang bersyarat banyak dijumpai di Amerika Latin, sedangkan pekerjaan umum banyak dijumpai di Asia Selatan.[1]

Di Afrika Selatan, ada bantuan uang untuk penduduk yang tidak dapat membiayai hidupnya sendiri. Sejumlah bantuan juga diberikan untuk anak-anak.[11]

Dampak[sunting | sunting sumber]

Bank Dunia memperkirakan bahwa jaring pengaman sosial telah membantu sekitar 36% penduduk termiskin di dunia untuk keluar dari kemiskinan ekstrim.[1] Jaring pengaman sosial juga membantu mengurangi ketimpangan sosial, yakni dengan mengurangi kedalaman kemiskinan absolut sebesar 45%.[1]

Walaupun begitu, jaring pengaman sosial masih sulit untuk diterapkan di negara miskin. Baru 20% dari penduduk termiskin di negara miskin yang terlindungi oleh jaring pengaman sosial,[1] sehingga kemiskinan dan ketimpangan sosial hanya berkurang sedikit. Ada dua kemungkinan penyebab rendahnya persentase tersebut, yakni bahwa survei tidak meliputi semua bentuk jaring pengaman sosial yang diterapkan oleh pemerintah setempat, atau survei dilakukan di waktu yang sangat lampau, sehingga kurang mencerminkan keadaan terkini.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h World Bank. 2018. The State of Social Safety Nets 2018. Washington, DC: World Bank. © World Bank. [1] License: CC BY 3.0 IGO.
  2. ^ a b Paitoonpong, Srawooth; Abe, Shigeyuki; Puopongsakorn, Nipon (2008-11-01). "The meaning of "social safety nets"". Journal of Asian Economics. A tribute to Seiji Naya (dalam bahasa Inggris). 19 (5): 467–473. doi:10.1016/j.asieco.2008.09.011. ISSN 1049-0078. 
  3. ^ a b "quno-briefing-paper-no5-the-united-nations-world-summit-for-social-development-sept-1994-2-pp". doi:10.1163/2210-7975_hrd-0433-0082. 
  4. ^ Paitoonpong, Srawooth; Abe, Shigeyuki; Puopongsakorn, Nipon (2008-11-01). "The meaning of "social safety nets"". Journal of Asian Economics. A tribute to Seiji Naya (dalam bahasa Inggris). 19 (5): 467–473. doi:10.1016/j.asieco.2008.09.011. ISSN 1049-0078. 
  5. ^ Runde, Daniel. "Social Safety Nets and Developing Countries: A Chance to Get it Right". Forbes (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-25. 
  6. ^ Hunnerup Dahl, Casper (9 June 2013). "Arbejdspapir 22: Velfærdsstaten svækker danskernes arbejdsmoral". CEPOS. 
  7. ^ Ljunge, Martin. "Yngre generationers högre sjukskrivningsgrad – ett mått på hur snabbt välfärdsstaten förändrar sociala normer". Ekonomisk Debatt. 41–5. 
  8. ^ Devereux, Stephen (2002). "Can Social Safety Nets Reduce Chronic Poverty?". Development Policy Review (dalam bahasa Inggris). 20 (5): 657–675. doi:10.1111/1467-7679.00194. ISSN 1467-7679. 
  9. ^ "Sustainable Development Goals .:. Sustainable Development Knowledge Platform". sustainabledevelopment.un.org. Diakses tanggal 2020-04-20. 
  10. ^ "Goal 1 .:. Sustainable Development Knowledge Platform". sustainabledevelopment.un.org. Diakses tanggal 2020-04-20. 
  11. ^ "The Government of South Africa - Services: Grants & Pensions". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2004-11-07. Diakses tanggal 2021-11-10. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]