Jibakutai
Jibakutai (自爆隊 , terj. har. '"pasukan bom bunuh diri"') adalah salah satu pasukan perang dengan strategi bunuh diri pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Saat itu, Jepang sudah terdesak dalam Perang Pasifik. Kemudian. Jibakutai dibentuk di Indonesia pada tanggal 8 Desember 1944 bertepatan dengan peringatan tiga tahun Perang Asia Timur Raya.[1] Anggota Jibakutai diperkirakan ada 50.000 orang. Anggotanya mendapatkan pelatihan di Cibarusa, Kabupaten Bogor selama dua bulan yang diawasi oleh Kapten Yanagawa.[2]
Kedudukan
[sunting | sunting sumber]Pembentukan pasukan ini terinspirasi dari pasukan Kamikaze pada Perang Dunia II di Jepang. Kata Jibakutai sendiri diserap ke dalam Bahasa Indonesia yang memiliki arti menyerang semua musuh dengan cara menabrakkan diri (tubuh dipasang senjata berupa bom atau alat peledak lain) pada musuh atau bertindak nekad. Jumlah seluruh anggota Jibakutai kurang lebih ada 50.000 orang prajurit. Jibakutai lebih pada pasukan kelas dua. Mereka bukanlah pasukan utama yang berada di garda terdepan peperangan, melainkan memiliki peran sebagai pasukan pendukung yang akan maju kalau dibutuhkan atau diperintahkan di saat genting. Pasukan ini dipersiapkan Jepang untuk melawan sekutu dalam perang kota. Maka dari itu, selalu berdampingan dengan PETA dan pasukan lainnya, tapi secara kedudukan dalam struktur kemiliteran tentu tidak setara. Hal ini terjadi karena seluruh anggota Jibakutai rata-rata tidak memiliki dasar pendidikan kemiliteran. Anggotanya berasal dari orang-orang pribumi biasa dengan profesi yang beragam, dimulai dari guru, wartawan, petani, dan lain-lain. Pasukan Jibakutai hanya mempunyai modal semangat juang untuk mengusir penjajah meskipun harus dilakukan pada saat pendudukan Jepang di Indonesia. Para anggota Jibakutai pun tidak berasrama dan tidak bergaji. Setelah selesai melaksanakan latihan, seluruh pasukan diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing dan bekerja seperti biasa pada setiap harinya. Pelatihan militer yang diberikan pun hanya baris berbaris dan menggunakan bambu runcing. Tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan senjata api seperti PETA di Jawa.[3]
Eksistensi
[sunting | sunting sumber]Dalam dunia kemiliteran pada saat itu, Jibakutai tidak pernah memiliki eksistensi nyata sebagai organisasi monolitis. Barisan ini tidak lebih hanya ungkapan tekad pemuda Indonesia untuk mempertahankan tanah air dari gangguan musuh atau sekutu. Setelah Indonesia merdeka, Pasukan Peta dan Heiho jadi cikal bakal tentara Republik Indonesia. Tapi, Jibakutai malah dipandang sebelah mata dan mengubah nama organisasinya menjadi Barisan Berani Mati (BBM). Aksi heroik barisan ini ditunjukkan pada saat perang melawan Sekutu di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Banyak jenis kendaraan perang berlapis baja seperti brencarrier, panser dan tank meledak karena ulah pasukan ini. Anggota Barisan Berani Mati beroperasi berdasarkan beberapa kelompok kecil. Masing-masing perwakilan kelompok menjinjing bom, kemudian di antara mereka menabrakkan diri ke kendaraan perang musuh untuk menghancurkan benteng-benteng pertahanan perang berjalan berjalan tersebut. Tindakan pemberani ini terus dilakukan sampai hari ketiga perang. Keberanian itu membuat berbagai kalangan pejuang dan pihak musuh kagum. Tentara Inggris pun sampai terperanga dan menuduh Indonesia menggunakan jasa orang Jepang untuk melakukan serangan bom bunuh diri, karena pada saat itu hanya orang Jepang yang dianggap berani berbuat seperti itu. Hal itu dilakukan sebagai pembuktian bahwa Barisan Berani Mati memiliki keberanian untuk membela tanah air, bukan hanya pasukan bangsa Jepang dengan Kamikazenya saja yang berani menabrakan pesawat terbang ke kapal perang Sekutu.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Seksi Sejarah Mutakhir. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982.
- ^ Oktorino, Nino (2013-12-20). Konflik Bersejarah - Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia. Elex Media Komputindo. ISBN 978-602-02-2872-3.
- ^ Matanasi, Petrik (2015-11-01). Tukang Becak Jadi Mayor TNI: Kisah Mayor Abdullah, Pahlawan 10 November yang Terlupakan. Garudhawaca. ISBN 978-602-7949-62-1.
- ^ "Pasukan Bunuh Diri Indonesia dalam Perang Kemerdekaan". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2020-08-10.