Lompat ke isi

Kamuflase militer

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penembak jitu mengenakan setelan ghillie untuk berkamuflase

Kamuflase militer adalah strategi yang digunakan oleh militer untuk menghindari pasukan terlihat oleh pihak musuh. Tujuan utama kamuflase militer adalah mengecoh musuh akan kehadiran pasukan militer. Penerapan kamuflase berupa penambahan warna dan bahan ke semua jenis peralatan militer, termasuk kendaraan, kapal, pesawat terbang, senapan, dan pakaian seragam untuk menyembunyikannya dari pengamatan atau membuatnya tampak sebagai sesuatu yang lain (mimikri). Pakaian kamuflase militer biasanya disebut sebagai loreng.

Kamuflase berasal dari slang dalam bahasa Prancis camouflage, yang penggunaannya mulai menjadi umum selama Perang Dunia I ketika konsep muslihat visual berkembang menjadi bagian penting dari taktik militer modern. Dalam perang itu, artileri jarak jauh dan pengamatan dari udara digabungkan untuk memperluas medan tembak, dan kamuflase digunakan secara luas untuk mengurangi bahaya menjadi sasaran atau untuk memungkinkan kejutan. Dengan demikian, kamuflase militer adalah bentuk muslihat militer.

Pesawat militer yang berkamuflase dengan lapangan terbang

Kamuflase kapal telah dilakukan sejak zaman dulu. Pada abad ke-4, Vegetius menulis bahwa warna "biru Venesia" (hijau kebiruan, seperti warna laut) digunakan untuk kamuflase pada tahun 56-54 SM selama Perang Galia, ketika Yulius Kaisar mengutus kapal pengintai untuk mengumpulkan data intelijen di sepanjang pantai Britania. Kapal pengintai hijau kebiruan ini membawa penumpang yang berpakaian dengan warna yang sama.[1] Penemuan senapan jarak jauh memunculkan tuntutan untuk kamuflase, menggantikan pertarungan tangan kosong di masa sebelumnya. Selama Perang Tujuh Tahun (1756–1763), Pasukan Rogers yang bersenjata senapan jarak jauh mengenakan seragam abu-abu atau hijau.[2] Negara lain kemudian meniru, dengan menggunakan seragam berwarna hijau atau abu-abu.

Perang Dunia I adalah awal kelahiran pertempuran udara, dan sejak itu muncul kebutuhan untuk menyamarkan pesawat itu sendiri. Pada tahun 1917, Jerman mulai menggunakan kamuflase lozenge untuk menutupi pesawat mereka, mungkin ini adalah kamuflase tercetak paling awal.[3] Pola serpihan yang sama dengan pola permukaan bumi, Buntfarbenanstrich 1918, digunakan pada tank pada tahun 1918, dan juga digunakan pada Stahlhelm (helm baja), menjadi penggunaan pertama dari pola kamuflase standar untuk tentara.

Penerapan

[sunting | sunting sumber]
Prajurit TNI dari Kontingen Garuda. Sebagian besar mengenakan varian kamuflase DPM.

Seragam tentara bukan hanya berfungsi menyamarkan anggota pasukan, tetapi juga untuk membedakan dengan pasukan lain. Tentara yang bertugas di wilayah berbeda memerlukan kamuflase yang berbeda pula. Di wilayah hutan atau gurun, pola seragam disesuaikan dengan medan dengan menambahkan potongan-potongan tumbuhan ke seragam. Di wilayah beriklim boreal, sering digunakan kamuflase salju. Di beberapa negara, pasukan tentara hanya mengenakan seragam sederhana untuk kamuflase seperti tentara Austria dan Israel.[4]

Marinir Amerika Serikat menggunakan kamuflase digital pattern terbaru dan Marinir Chili menggunakan kamuflase woodland yang lama.

Kendaraan Darat

[sunting | sunting sumber]

Tujuan kamuflase kendaraan darat adalah mengaburkan bentuk kendaraan, mengurangi kilau yang dihasilkan oleh kendaraan, dan menjadikan kendaraan sulit diidentifikasi meskipun terlihat oleh musuh. Kendaraan militer sering kotor sehingga mewarnai kendaraan kurang efektif, namun ini menjadi dasar untuk teknik lainnya. Pola gambar pada kendaraan dapat membuat musuh lebih susah mengidentifikasi jenis kendaraan tersebut.

Kapal patroli kelas Skjold milik Angkatan Laut Kerajaan Norwegia dengan desain disruptif untuk patroli tepi pantai.

Kamuflase kapal selama Perang Dunia Pertama dan Kedua digunakan untuk membuat kapal terlihat lebih kecil dan/atau lebih cepat, untuk mendorong kesalahan identifikasi oleh musuh dan membuat kapal lebih sulit untuk ditabrak.[5] Setelah Perang Dunia Kedua, penggunaan radar membuat kamuflase kurang efektif.

Pesawat Terbang

[sunting | sunting sumber]
Sebuah Sukhoi Su-25 milik Angkatan Udara Ukraina dicat dengan loreng warna darat di bagian atas dan loreng biru langit di bagian bawah.

Kamuflase pesawat terbang bervariasi, tergantung pada letak pengamat musuh di atas atau di bawah pesawat, dan daerah terbang pesawat seperti hutan atau gurun. Sering kali kamuflase pesawat berupa pewarnaan dengan warna terang di bagian bawah dan warna gelap di bagian atas.[6]

Dalam Seni

[sunting | sunting sumber]

Banyak seniman membantu mengembangkan kamuflase selama dan sejak Perang Dunia I. Banyak pula yang mengembangkan kamuflase "militeristik" selain untuk tujuan perang. Sebagai contoh, seri kamuflase karya Andy Warhol tahun 1986 adalah karya besar terakhirnya, termasuk Camouflage Self-Portrait.[7] Alain Jacquet juga menciptakan banyak karya kamuflase dari tahun 1961 hingga 1970-an.[8] Seniman lainnya seperti Alighiero Boetti menghasilkan karya "Mimetico" (kamuflase) pada tahun 1966-1967, Ian Hamilton Finlay dengan karya cetak Arcadia pada tahun 1973,[9] dan Thomas Hirschhorn dengan karya tulis Utopia : One World, One War, One Army, One Dress pada tahun 2005.[10]

Penggunaan non-militer

[sunting | sunting sumber]

Kamuflase militer juga digunakan dalam dunia fesyen, banyak sekali pakaian loreng seperti baju maupun celana yang dijual bebas dan tersedia dalam berbagai macam warna. Kamuflase militer juga digunakan dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) khususnya dalam penggunaan seragam. Tetapi, penggunaan kamuflase militer dalam ormas justru menghilangkan kegunaan kamuflase itu sendiri karena warna yang dipakai kebanyakan terlihat mencolok dan terlalu kontras. Beberapa contoh ormas yang menggunakan kamuflase militer di seragamnya yaitu Pemuda Pancasila, Forum Batak Intelektual (FBI), dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser).

Contoh pola kamuflase pakaian militer

[sunting | sunting sumber]
Pola kamuflase Flecktarn yang digunakan Angkatan Bersenjata Jerman

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kaempffert, Waldemar (April 1919). "Fighting the U-Boat with Paint: How American and English artists taught sailors to dazzle the U-Boat". Popular Science Monthly. Kota New York (94): 17. 
  2. ^ Chartrand, René. "Miscellaneous Notes on Rangers". Military Heritage. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  3. ^ "An Illustrated History of World War One". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-15. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  4. ^ "Israel - Camopedia". camopedia.org. Diakses tanggal 2019-11-29. 
  5. ^ Wilkinson, Norman (4 April 1939). "Letter to The Times on Camouflage". The Times. London. 
  6. ^ Shaw, Robert L. 1985, hlm. 381: "The greatest portions of the aircraft will be in shadow, and therefore will appear darker than they actually are (...) . In general, these shadow patterns can change very rapidly and would be very difficult to predict accurately under real-time operational conditions, but if a camouflage scheme is to be effective, it must make allowance for these shadow effects."
  7. ^ "Philadelphia Museum of Art - Collections Object : Camouflage Self-Portrait". www.philamuseum.org. Diakses tanggal 2019-11-29. 
  8. ^ Grimes, William (2008-09-09). "Alain Jacquet, Playful Pop Artist, Dies at 69". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2019-11-29. 
  9. ^ Tate. "'Arcadia [collaboration with George Oliver]', Ian Hamilton Finlay, 1973". Tate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-29. 
  10. ^ "Stretcher | Features | Thomas Hirschhorn". www.stretcher.org. Diakses tanggal 2019-11-29. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Shaw, Robert L. (1987). Fighter combat : tactics and maneuvering. Annapolis, Md.: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-059-9.