Kanker leher rahim
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim.[1] Di Indonesia hanya 5% yang melakukan Penapisan Kanker Leher Rahim, sehingga 76,6% pasien ketika terdeteksi sudah memasuki stadium lanjut (IIIB ke atas), karena kanker leher rahim biasanya tanpa gejala apa pun pada stadium awalnya. Penapisan dapat dilakukan dengan melakukan tes pap smear dan juga inspeksi visual asam asetat (IVA).[2] Di negara berkembang, penggunaan secara luas program pengamatan leher rahim mengurangi insiden kanker leher rahim yang invasif sebesar 50% atau lebih. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab untuk semua kasus kanker leher rahim.[3][4] Perawatan termasuk operasi pada stadium awal, dan kemoterapi dan/atau radioterapi pada stadium akhir penyakit.
Infeksi
[sunting | sunting sumber]Human papilloma virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Namun proses penginfeksian ini sering tidak disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi pra-kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Karena itu, vaksinasi kanker serviks sangat dianjurkan,[1] demikian juga penapisan.
Gejala
[sunting | sunting sumber]Kanker leher rahim pada stadium awal tidak menunjukkan gejala yang khas, bahkan bisa tanpa gejala. Pada stadium lanjut, gejala kanker serviks, antara lain: perdarahan post coitus, keputihan abnormal, nyeri pada panggul, gangguan pencernaan, susah buang air kecil, perdarahan sesudah mati haid (menopause), serta keluar cairan abnormal (kekuning-kuningan, berbau, dan bercampur darah).
Faktor Alamiah
[sunting | sunting sumber]Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia di atas 40 tahun. Makin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tetapi hal ini tidak hanya sekadar orang yang sudah berumur saja, yang berusia muda pun bisa terkena kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks. Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan tetap melindungi diri Anda terhadap kanker serviks.
Kemudian, perempuan yang sudah aktif secara seksual di usia dini yaitu mulai usia 16 tahun berisiko terkena kanker leher rahim dua kali lebih besar daripada perempuan lain.[5]
Faktor Kebersihan
[sunting | sunting sumber]- Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati. Ada 2 macam keputihan, yaitu yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening, tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal.
- Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS yang cukup sering dijumpai antara lain sifilis, gonore, herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin, dan virus HPV.
- Penyebab utama terjadinya infeksi HPV adalah melalui hubungan seksual, sedangkan infeksi melalui cara lain seperti mencuci pakaian orang yang terinfeksi secara bersamaan dengan pakaian lain hingga saat ini belum terbukti kebenarannya. Penularan infeksi HPV pada bayi bisa saja terjadi, tetapi kecil kemungkinan. Infeksi tersebut lama-kelamaan bisa saja menghilang karena kekebalan tubuhnya akan melindunginya.
Faktor Pilihan
[sunting | sunting sumber]Faktor ketiga adalah faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda tentukan sendiri, di antaranya berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda. Berganti-ganti partner seks. Lebih dari satu partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin, termasuk virus HPV. Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks. Bila Anda memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi trauma pada serviks. Pap smear merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat mengenali kelainan pada serviks. Dengan rutin melakukan pap smear, kelainan pada serviks akan makin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan makin baik. Dokter yang tepat dalam melakukan pap smear adalah dokter kandungan, tetapi beberapa laboratorium klinik pun dapat melakukannya.
Faktor Risiko Lainnya[5]
[sunting | sunting sumber]Beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya kanker leher rahim antara lain
1. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena kanker leher rahim bagi perempuan. Nikotin dan zat racun lainnya bisa meningkatkan kondisi pertumbuhan sel yang tidak normal di leher rahim.
2. Gizi buruk
Penderita gizi buruk, terutama yang kekurangan vitamin A, vitamin C, dan vitamin E sangat rentan terkena infeksi HPV.
3. Penderita HIV
Perempuan dengan virus HIV akan menurunkan sistem kekebalab tubuh, dengan begitu perempuan dengan virus HIV akan lebih rentan lagi terkena kanker leher rahim.
4. Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kanker leher rahim. Perempuan yang berpendapatan rendah akan sulit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan atau melakukan vaksinasi HPV.
Pencegahan
[sunting | sunting sumber]Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Pap smear bisa dilakukan setiap dua tahun sekali untuk perempuan yang sudah aktif secara seksual.[5] Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respons imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun. Sayangnya, vaksinasi HPV terbilang mahal setidaknya untuk negara berkembang.
Deteksi dini kanker leher rahim juga bisa melalui pemeriksaan IVA di puskesmas secara gratis.[6]
Pendapat yang mengatakan bahwa penularan virus dan pencegahan kanker leher rahim melalui mencuci pakaian orang terinfeksi dengan pakaian lain hingga saat ini belum terbukti kebenarannya. Pencegahan kanker leher rahim juga sangat dianjurkan agar tidak berganti-ganti pasangan.
Pengobatan
[sunting | sunting sumber]Standar pengobatan kanker serviks meliputi terapi: operasi pengangkatan, radioterapi, dan kemoterapi. Pengobatan kanker serviks tahap pra kanker - stadium 1A adalah dengan: histerektomi (operasi pengangkatan rahim). Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan. Pengobatan kanker serviks stadium IB dan IIA tergantung ukuran tumornya. Bila ukuran tumor tidak melebih 4 cm, disarankan radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemo. Bila ukuran tumor lebih dari 4 cm, pasien disarankan menjalani radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi. Selain pengobatan medis, pasien juga dapat melakukan terapi komplementer dengan herbal kanker.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Kanker serviks: Perenggut kehidupan wanita, Harian Seputar Indonesia, p:32, ed. 21 Februari 2008
- ^ Andy Pribadi (April 23, 2014). "Waspada, Mayoritas Kanker Serviks Tak Tercegah". Tribunnews.com.
- ^ Situs Interscience.wiley.com[pranala nonaktif permanen]
- ^ Situs JCI
- ^ a b c Arisusilo, Cahyawati (2012). "Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita Terbanyak di Negara Berkembang". ejournal Saintis. 1 (1): 112–123.
- ^ Wasita, Brian (2021). "Upaya Preventif Kanker Serviks dan Kanker Payudara di Masa Pandemi Melalui Seminar Daring Bagi Masyarakat Kota Solo dan Sekitarnya". Placentum. 9: 142–146.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Canavan TP, Doshi NR. Cervical cancer. Am Fam Physician 2000;61:1369-76. Fulltext Diarsipkan 2005-02-06 di Wayback Machine.. PMID 10735343.
- Castellsagué X, Bosch FX, Munoz N, Meijer CJ, Shah KV, de Sanjose S, Eluf-Neto J, Ngelangel CA, Chichareon S, Smith JS, Herrero R, Moreno V, Franceschi S; International Agency for Research on Cancer Multicenter Cervical Cancer Study Group. Male circumcision, penile human Papillomavirus infection, and cervical cancer in female partners. N Engl J Med 2002;346:1105-12. Fulltext. PMID 11948269.
- Heins HC, Dennis EJ, Pratt-Thomas HR. The possible role of smegma in carcinoma of the cervix. Am J Obstet Gynec 1958:76;726-735. PMID 13583012.
- Harper DM, Franco EL, Wheeler C, Ferris DG, Jenkins D, Schuind A, Zahaf T, Innis B, Naud P, De Carvalho NS, Roteli-Martins CM, Teixeira J, Blatter MM, Korn AP, Quint W, Dubin G; GlaxoSmithKline HPV Vaccine Study Group. Efficacy of a bivalent L1 virus-like particle vaccine in prevention of infection with human papillomavirus types 16 and 18 in young women: a randomised controlled trial. Lancet 2004;364(9447):1757-65. PMID 15541448.
- Menczer J. The low incidence of cervical cancer in Jewish women: has the puzzle finally been solved? Isr Med Assoc J 2003;5:120-3. PDF. PMID 12674663.
- Lehtinen M, Dillner J. Preventive human papillomavirus vaccination. Sex Transm Infect 2002;78:4-6. Fulltext. PMID 11872848.
- Peto J, Gilham C, Fletcher O, Matthews FE. The cervical cancer epidemic that screening has prevented in the UK. Lancet 2004;364:249-56. PMID 15262102.
- Snijders PJ, Steenbergen RD, Heideman DA, Meijer CJ. HPV-mediated cervical carcinogenesis: concepts and clinical implications J Pathol. 2006;208:152-64. PMID 16362994.
- Walboomers JM, Jacobs MV, Manos MM, Bosch FX, Kummer JA, Shah KV, Snijders PJ, Peto J, Meijer CJ, Munoz N. Human papillomavirus is a necessary cause of invasive cervical cancer worldwide. J Pathol 1999;189:12-9. PMID 10451482.
- International Angency for Research on Cancer, Lyons, France [1] The 7 most common types of HPV virus.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- HPV Testing Diarsipkan 2007-10-27 di Wayback Machine.
- - Cervical Cancer eLearning
- Jo's Trust - fighting cervical cancer
- Woman's Cancer Awareness Diarsipkan 2007-11-28 di Wayback Machine.
- U.S. National Cancer Institute: Cervical cancer
- What are the risk factors for cervical cancer? Diarsipkan 2007-11-16 di Wayback Machine. (American Cancer Society).
- People Living With Cancer (PLWC): Cervical Cancer Diarsipkan 2008-12-03 di Wayback Machine.
- Canadian Guidelines for Cervical Cancer Screening Diarsipkan 2007-02-08 di Wayback Machine.
- Cervical Cancer Awareness 2007 Diarsipkan 2008-11-21 di Wayback Machine.
- The Cervical Cancer Blog
- The European Parliament's Cervical Cancer Interest Group Diarsipkan 2007-10-12 di Wayback Machine.
- Glenis Willmott MEP - Member of the European Parliament campaigning on cervical cancer issues Diarsipkan 2019-12-11 di Wayback Machine.
- Australian Cancer Research Foundation
- The Yellow Umbrella Tour - Raising Funds for Cervical Cancer Diarsipkan 2008-04-23 di Wayback Machine.
- NCCC - National Cervical Cancer Coalition