Kekristenan Suriah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kekristenan Siria)
Misa Kudus dalam Gereja Ortodoks Suriah, Perayaan Liturgi St. Yakobus.

Kekristenan Suriah (Inggris: Syriac Christianity; bahasa Suryani: ܡܫܝܚܝܘܬܐ ܣܘܪܝܝܬܐ / mšiḥāiūṯā suryāiṯā) meliputi beberapa Gereja dalam Kekristenan Timur yang peribadatannya cenderung bercirikan penggunaan liturgi Suriah kuno, suatu dialek Aramaik Pertengahan yang timbul di Edessa pada awal abad ke-1 M, dan terkait erat dengan bahasa Aram Yesus.[1] Yesus Kristus dikenal sebagai Yešua` mšiḥā dalam bahasa Aram.

Jika kembali menelusuri sejarah pada abad ke-1 M, Kekristenan Suriah di zaman modern direpresentasikan dengan denominasi-denominasi yang utamanya terdapat di Timur Tengah, Asia Kecil, dan di Kerala, India.

Awal Kekristenan di Timur Tengah dimulai dari Yerusalem di antara bangsa Semit dari Yehuda (Yordania, Palestina, dan Israel modern) yang berbahasa Aramaik Yahudi. Penyebarannya berlangsung cepat, awalnya ke bangsa Semit yang lain, di Asiria dan Mesopotamia (Irak modern) dalam pemerintahan Parthia, Suriah (Aram kuno) dalam pemerintahan Romawi, Fenisia (Lebanon modern), sisi selatan dan timur Asia Kecil (Turki modern), serta sisi barat laut Persia (Iran modern) dan Malta. Dari wilayah-wilayah tersebut menyebar ke Yunani, Armenia, Mesir, Georgia, wilayah Kaukasus dan masuk ke Balkan, India, Afrika Utara, Roma, Ethiopia, Nubia (Sudan modern), Arabia, serta akhirnya Eropa selatan dan barat.

Kekristenan Suriah dibagi ke dalam dua tradisi Ritus utama: Ritus Suriah Timur yang secara historis berpusat di Asyur atau Asiria/Mesopotamia Hulu, dan Ritus Suriah Barat yang berpusat di Antiokhia dan pesisir Mediterania (Levant).

Tradisi Ritus Suriah Timur secara historis dikaitkan dengan Gereja dari Timur (Church of the East) yang didirikan bangsa Asyur/Asiria, dan saat ini diterapkan oleh gereja-gereja Timur Tengah yang berasal darinya: Gereja Asiria dari Timur, Gereja Kuno dari Timur, dan Gereja Katolik Kaldea (jemaat gereja-gereja ini adalah etnis Asiria yang berbahasa Aram Timur), serta Gereja Katolik Siro-Malabar di India.

Tradisi Ritus Suriah Barat digunakan oleh Gereja Ortodoks Suriah, Gereja Katolik Suriah, Gereja Maronit, serta Gereja Malankara di India (misalnya Gereja Katolik Siro-Malankara), yang mengikuti tradisi Kristen Santo Thomas. Mereka juga disebut sebagai orang Suriah.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Perayaan di suatu biara Ortodoks Suriah di Mosul, Suriah Utsmaniyah, pada awal abad ke-20.

Warisan Kristen Suriah ditularkan melaui beragam dialek Neo Aramaik (terutama dialek Suriah dari Asyur dan Mesopotamia Hulu) dari bahasa Aram lama. Tidak seperti budaya Kristen Yunani, budaya Kristen Asiria banyak berasal dari Yudaisme Rabinik awal dan budaya Mesopotamia kuno mereka sendiri. Budaya Kristen Latin dan Yunani dilindungi secara berturut-turut oleh Kekaisaran Romawi dan Bizantin, sedangkan Kekristenan Suriah sering mendapati dirinya terpinggirkan dan terkadang secara aktif dianiaya oleh para penguasa Zoroastrian dari Kekaisaran Parthia dan Kekaisaran Sasaniyah yang menggantikannya. Antiokhia merupakan ibu kota politik kebudayaan ini, dan tempat kedudukan para Patriark gereja tersebut. Namun Antikhoia terkena dampak besar Helenisasi, dan kota-kota Asiria di Edessa, Nisibis, dan Ctesiphon Sasaniyah menjadi pusat-pusat kebudayaan Suriah.

Literatur awal Kekristenan Suriah misalnya Diatessaron karya Tatian; Injil-Injil Curetonian dan Sinaiticus Suriah; Alkitab Pesyita; Doktrin Addai dan tulisan-tulisan karya Afrahat; serta himne-himne karya Efrem orang Suriah.

Perpisahan pertama antara kalangan Kristen Suriah dan Kekristenan Barat terjadi pada abad ke-5, setelah Konsili Efesus tahun 431, ketika jemaat Kristen Asiria dari Kekaisaran Persia Sasaniyah memisahkan diri dari mereka di barat selama Skisma Nestorian. Perpecahan ini banyak terkait politik pada zaman itu sebagaimana terjadi dalam hal ortodoksi teologis. Ctesiphon, yang pada saat itu merupakan ibu kota Sasaniyah, akhirnya menjadi ibu kota Gereja dari Timur.

Setelah Konsili Kalsedon tahun 451, banyak umat Kristen Suriah dalam Kekaisaran Romawi yang memberontak menentang keputusan-keputusan gereja tersebut. Patriarkat Antiokhia kemudian terbagi menjadi persekutuan Kalsedonian dan non-Kalsedonian. Kalangan Kalsedonian sering kali diberi label 'kaum Melkit' (Pihak Kaisar), sementara lawan mereka diberi label sebagai kaum Monofisit (mereka yang meyakini bahwa Kristus hanya memiliki satu kodrat) dan kaum Yakobit (dari nama Jacob Baradaeus). Gereja Maronit mendapati dirinya terjebak di antara kedua pihak tersebut (dituduh menganut paham Monotelitisme), namun mereka menyatakan selalu setia pada Gereja Katolik dan dalam persekutuan dengan uskup Roma, yakni Sri Paus.[2]

Gereja ini bertahan sebagai suatu entitas terpisah di bawah pemerintahan Islam. Komunitas tersebut termasuk salah satu yang diberikan otonomi dalam hal-hal keagamaan dan keluarga di bawah sistem milet Utsmaniyah.[3] Pada abad ke-19, banyak dari mereka yang meninggalkan tanahnya menuju bagian-bagian lain dari dunia Kristen, menciptakan suatu diaspora yang substansial.[4]

Seiring berjalannya waktu, beberapa kelompok di dalam masing-masing cabang ini telah masuk dalam persekutuan dengan Gereja Roma, menjadi Gereja-Gereja Katolik Timur.

Nama dan etnisitas[sunting | sunting sumber]

Diagram sederhana tentang berbagai cabang Kekristenan. Garis ungu menunjukkan Gereja Ortodoks Oriental (terkadang disebut juga sebagai Gereja Yakobit atau Gereja Suriah Barat). Garis kuning menunjukkan Gereja Asiria dari Timur (terkadang juga disebut sebagi Gereja Nestorian atau Gereja Suriah Timur).
Pemisahan-pemisahan historis dalam Gereja Kristen Suriah di Timur Tengah.
Sejarah pemisahan Kristen Santo Thomas.

Istilah "Syrian" dalam bahasa Inggris (dan "Syriac" perluasannya) pada awalnya merupakan suatu pengurangan dari istilah "Assyrian" (Assurayu), dan digunakan oleh para penutur rumpun bahasa Indo-Eropa secara khusus dalam kaitannya dengan Asiria (Asyur) di utara Mesopotamia, sejak periode Kekaisaran Asiria Baru (935-605 SM) dan seterusnya.[5] Selama Kekaisaran Seleukia (323-150 SM), para penguasa dari Yunani tidak hanya menerapkan nama tersebut untuk Asiria dan penduduknya, tetapi juga untuk wilayah Aram di Levant, yang telah menjadi salah satu koloni Asiria selama masa Kekaisaran Asiria Pertengahan (1366-1020 SM) dan Kekaisaran Asiria Baru (911-605 SM). Ketika Asiria jatuh ke dalam kekuasaan Kekaisaran Parthia, mereka tetap mempertahankan nama "Syria" tetapi hanya menerapkannya pada wilayah Aram yang masih dalam kekuasaan mereka.[6][7] Hal ini menyebabkan dunia Yunani-Romawi dan tradisi Eropa kelak menyebut orang-orang Asiria/Mesopotamia maupun Aram sebagai orang-orang "Syrian" and "Syriac", meskipun secara historis, etnis, linguistik, genetik, dan geografis, berbeda satu sama lain.[8]

Orang Asiria asli (bahasa Suryani: ܣܘܪܝܝܐ, Arab: سُريان) dari Mesopotamia telah sangat awal mengadopsi Kekristenan, dan sejak abad ke-1 M ke depan mulai menggantikan agama tradisional Mesopotamia yang telah berumur tiga milenium, meskipun agama ini tidak sepenuhnya musnah hingga akhir abad ke-10 M. Kerajaan Asiria Baru Osroene diduga sebagai kerajaan Kristen pertama dalam sejarah.

Konsili Efesus tahun 431 M menyatakan Nestorianisme sebagai suatu bidah. Para imam Nestorian, yang mengalami penganiayaan dalam Kekaisaran Bizantin, mencari tempat perlindungan di Mesopotamia tempat Gereja dari Timur mendominasi, yang kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Sasaniyah. Terdapat suatu perpaduan antara doktrin Nestorian dan Gereja Asiria. Dari sana mereka menyebarkan Kekristenan ke Persia, India, Tiongkok, dan Mongolia. Ini merupakan awal dari Gereja Nestorian, cabang timur Kekristenan Suriah. Cabang barat, yaitu Gereja Yakobit, timbul setelah Konsili Kalsedon mengutuk paham Monofisitisme pada tahun 451 M.[9]

Jemaat Gereja Asiria dari Timur, Gereja Kuno dari Timur, Gereja Katolik Kaldea, Gereja Evangelikal Asiria, Gereja Pantekostal Asiria, serta jemaat Gereja Ortodoks Suriah dan Gereja Katolik Suriah dari utara Irak, barat laut Iran, timur laut Suriah, dan tenggara Turki yang berasal dari daerah-daerah tanah air Asiria asli, yang merupakan "bagian dari utara Irak, tenggara Turki, barat laut Iran, dan timur laut Suriah masa kini"[10] adalah etnis Asiria, keturunan dari orang Asiria kuno (lih. kontinuitas Asiria). Kelompok etnis ini masih berbicara dalam bahasa Akkadia yang dipengaruhi dialek-dialek Aramaik Timur dan aslinya berasal dari utara Irak, tenggara Turki, timur laut Suriah, dan barat laut Iran, serta masih mempertahankan nama-nama personal, suku, dan keluarga Asiria-Akkadia.

Saat ini banyak umat Katolik Suriah dan Ortodoks Suriah yang berbahasa Arab dari sebagian besar wilayah Suriah (kecuali timur laut Asiria) dan tengah selatan Turki lebih memilih identitas nasional Aram-Suriah sementara yang lainnya berpegang pada identitas Suriah (Syriac) yang murni religius.

Sejumlah kecil umat Katolik Kaldea yang utamanya berbasis di Amerika Serikat belakangan juga mengadopsi identitas nasional Kaldea atau Asiria-Kaldea, meskipun sesungguhnya tidak ada bukti historis, arkeologis, tulisan, linguistik, ataupun geografis untuk mendukung keterkaitan mereka dengan bangsa Kaldea (Kasdim) dari ujung tenggara Mesopotamia yang telah lama punah. Mereka sebenarnya etnis Asiria yang berasal dari tanah air Asiria di Irak utara.

Sebutan Asiria, yang telah jauh lebih lama digunakan, hampir sepenuhnya menggantikan kata Nestorian (yang dipandang merendahkan oleh orang Asiria, dan tidak ada maknanya sebagai suatu istilah etnis). Bagaimanapun kata Nestorian masih digunakan dalam beberapa literatur akademis Barat.

Penggunaan kata Syriac dalam bahasa Inggris (yang awalnya mengacu pada bahasa Suriah, suatu dialek Aramaik Pertengahan yang timbul di Asiria), bukan Syrian, menjadi umum setelah pembentukan bangsa modern Suriah yang didominasi bangsa Arab setelah Perang Dunia I. Orang Asiria dan Aram-Suriah tidak menjadi orang Arab, serta ingin membedakan diri dari mereka. Kata 'Syrian' menjadi ambigu dalam bahasa Inggris karena saat ini dapat digunakan untuk menyebut warga Syria (Suriah dalam bahasa Indonesia) tanpa memandang etnis, serta sekarang juga banyak diterima untuk memaknai Asiria pada mulanya. Namun, dalam bahasa Arab, kata 'warga Syria' memiliki suatu bentuk yang berbeda (سوري sūrī) dari kata tradisional untuk etnis Asiria/Suriah (سُرياني suryānī).

Umat Maronit di Lebanon terbagi antara mereka yang mengklaim identitas nasional Fenisia-Lebanon (lih. Fenisianisme) dan mereka yang mengklaim identitas nasional Arab (lih. nasionalisme Arab).

Gereja dengan tradisi Suriah[sunting | sunting sumber]

Penyebaran Takhta Metropolit di Timur Tengah dan seluruh Asia.

Umat Kristen Suriah terlibat dalam misi untuk India, dan banyak gereja kuno India yang berada dalam persekutuan dengan gereja-saudara Suriah mereka. Umat Kristen India ini dikenal sebagai Umat Kristen Santo Thomas.

Di zaman modern, berbagai denominasi Evangelikal (Injili) mulai mengirim utusan mereka ke bangsa Suriah. Dengan demikian terbentuk beberapa kelompok Evangelikal, khususnya Gereja Pantekostal Asiria (kebanyakan terdapat di Amerika Serikat, Iran, dan Irak). Namun, kendati para penganut Protestan Asiria ini telah melakukan konversi dari Gereja Asiria dari Timur ataupun Gereja Katolik Kaldea, karena asal usul historis mereka yang masih baru, mereka umumnya tidak diklasifikasikan sebagai Gereja-Gereja Timur yang padanya istilah "Kekristenan Suriah" secara tradisi diterapkan.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Inggris) Allen C. Myers, ed (1987). "Aramaic". The Eerdmans Bible Dictionary. Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans. p. 72. ISBN 0-8028-2402-1. "It is generally agreed that Aramaic was the common language of Palestine in the first century A.D. Jesus and his disciples spoke the Galilean dialect, which was distinguished from that of Jerusalem (Matt. 26:73).". Israeli scholars have established that Hebrew was also in popular use. Most Jewish teaching from the first century is recorded in Hebrew.
  2. ^ (Inggris) Moosa, Matti. The Maronites in history. Syracuse: Syracuse University Press, 1986
  3. ^ (Inggris) Ye'Or, Bat. The decline of eastern Christianity under Islam: from jihad to dhimmitude. Rutherford: Fairleigh Dickinson University Press, US, 1996
  4. ^ (Inggris) Chaillot, Christine. "The Syrian Orthodox Church Of Antioch And All The East. Geneva: Inter-Orthodox Dialogue 1998
  5. ^ (Inggris) Rollinger, Robert (2006). "The terms "Assyria" and "Syria" again" (PDF). Journal of Near Eastern Studies 65 (4): 284–287. doi:10.1086/511103.
  6. ^ (Prancis) Tekoglu, R. & Lemaire, A. (2000). La bilingue royale louvito-phénicienne de Çineköy. Comptes rendus de l’Académie des inscriptions, et belleslettres, année 2000, 960-1006.
  7. ^ Inskripsi dari tahun 800 SM memperlihatkan asal mula nama 'Suriah' (Syria).
  8. ^ (Inggris) Yepiskoposian et al., Iran and the Caucasus, Volume 10, Number 2, 2006, pp. 191-208(18), "Genetic Testing of Language Replacement Hypothesis in Southwest Asia"
  9. ^ (Inggris) T.V. Philip, East of the Euphrates: Early Christianity in Asia Diarsipkan 2017-04-28 di Wayback Machine.
  10. ^ (Inggris) Reforging a Forgotten History: Iraq and the Assyrians in the Twentieth Century By Sargon Donabed

Referensi[sunting | sunting sumber]

Prnaala luar[sunting | sunting sumber]

Templat:Kekristenan Suriah Templat:Garis waktu sejarah Suriah