Lompat ke isi

Kerja jarak jauh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kerja dari rumah)

Kerja jarak jauh (bahasa Inggris: telecommuting, remote working; istilah padanan lain: kerja dari rumah, bahasa Inggris: work from home/WFH) adalah model atau perjanjian kerja di mana karyawan memperoleh fleksibilitas bekerja dalam hal tempat dan waktu kerja dengan bantuan teknologi telekomunikasi.

Dengan kata lain, kegiatan bepergian ke kantor atau tempat kerja digantikan dengan hubungan telekomunikasi.[1] Dengan sistem ini, banyak karyawan yang pada akhirnya bekerja di rumah, sementara lainnya, yang lazim disebut pekerja nomaden (nomad workers) atau web commuters menggunakan teknologi komunikasi untuk bekerja dari kafe atau tempat lain yang nyaman bagi mereka. Telework, di sisi lain, merupakan istilah yang bermakna lebih luas lagi. Telework merujuk pada penggantian segala bentuk teknologi telekomunikasi yang terkait dengan pekerjaan-yang-perlu-bepergian, yang pada akhirnya mengurangi hambatan jarak dengan telecommuting. Seseorang yang ber-telecommuting biasa disebut dengan “telecommuter”. Motto yang sering didengungkan oleh para telecommuter adalah “pekerjaan adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan dan bukan tujuan bepergian.”[2]

Agar telecommuting dapat berjalan dengan baik, diperlukan gaya manajemen yang baik, yang didasarkan dan ditujukan pada hasil, bukan pengamatan yang mendetail dari masing-masing karyawan secara individual. Hal ini menunjuk pada manajemen berbasis tujuan (management by objectives) yang bertolakbelakang dengan manajemen berbasis observasi (management by observation). Istilah telecommuting dan telework sendiri mulai berkembang pada tahun 1973. Penggagasnya bernama Jack Nilles.[3]

Statistik kerja jarak jauh

[sunting | sunting sumber]

Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari lima puluh juta karyawan (kurang lebih 40% dari keseluruhan populasi dapat bekerja dari rumah, setidaknya untuk beberapa hari dalam seminggu hari kerja).[4] Pada tahun 2008, hanya 2,5 juta karyawan (di luar angka wirausahawan) menganggap rumah sebagai tempat utama melakukan pekerjaan dan bisnisnya.[5]

Telecommuter musiman—orang-orang yang bekerja dari tempat yang jauh (meski tak selalu dari rumah)—di Amerika Serikat hingga tahun 2008 mencapai angka 17,2 juta orang.[6]

Hingga kini, sangat sedikit perusahaan yang mempekerjakan sebagian besar karyawannya dari rumah sehari penuh. Perkecualian perlu diberikan pada industri call center yang mempekerjakan ribuan pekerja rumahan. Bagi mayoritas karyawan, pilihan untuk bekerja di rumah dilihat sebagai sebuah keuntungan; kendati sebagian besar mereka tidak setiap hari dalam seminggu melakukannya.[7]

Pada tahun 2009, Kantor Manajemen Personil melaporkan sekitar 102.000 karyawan Federal melakukan telework.[8] Hingga tiga tahun berikutnya, baik sektor publik maupun swasta, menurut pembuat kebijakan Teknologi Informasi di Amerika Serikat memprediksi adanya peningkatan telework hingga 65% untuk sektor publik dan 33% untuk sektor swasta atau privat.[9]

Teknologi

[sunting | sunting sumber]

Gagasan telecommuting berawal mula pada berkembangnya teknologi era 1970-an awal yang dapat menyambungkan kantor-kantor satelit ke perkotaan dan perumahan dengan dumb terminals dari saluran telepon sebagai jembatan jaringan (network bridge). Penyusutan biaya yang signifikan dan peningkatan performa serta kegunaan dari komputer pribadi menyebabkan desentralisasi lebih lanjut, dengan memindahkan kantor ke rumah-rumah. Pada tahun 1980 awal, kantor-kantor cabang dan pekerja rumahan dapat terhubung dengan perusahaan inti dengan menggunakan komputer pribadi dan emulasi terminal.

Ihwal telework jarak jauh, proses ini difasilitasi oleh groupware, jaringan virtual privat, panggilan konferensi, video conferencing dan VoiceoverIP (VoIP). Akan sangat efisien dan bermanfaat bagi perusahaan manakala karyawannya diperbolehkan bekerja dengan jarak jauh. Hal ini membuat perusahaan bisa menekan pengeluaran dan mendapat pemasukan. Sebagaimana koneksi internet saat ini sudah menjadi sangat jamak di masyarakat, semakin banyak karyawan memiliki bandwidth yang memadai di rumah untuk digunakan sebagai sarana penghubung mereka dengan fasilitas intranet kantor dan jaringan telepon internal.

LAN yang diadopsi mempromosikan keterbagian sumber daya, dan komputasi server-klien membuat lebih banyak lagi desentralisasi. Kini, telecommuters bisa menggunakan laptop bersama mereka untuk bekerja, baik di kantor maupun di rumah (dan hampir mungkin, di segala tempat). Meroketnya komputasi awan (cloud computing) dan ketersediaan teknologi Wi-Fi kian mempermudah akses ke server yang jauh melalui kombinasi dari hardware dan software yang bisa digunakan di mana saja.

Keuntungan-keuntungan

[sunting | sunting sumber]

Aplikasi telecommuting menawarkan keuntungan yang besar bagi komunitas, karyawan, dan perusahaan. Bagi komunitas, telecommuting memungkinkan pengerjaan yang lebih utuh dan penuh (dengan meningkatkan kemampuan bekerja di lingkungan yang dekat, khususnya bagi mereka para orang tua yang bekerja di rumah, para penjaga, penyandang cacat, dan penduduk yang tinggal di tempat yang sangat jauh), mengurangi kemacetan dan kemungkinan kecelakaan, melegakan lalu lintas, mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK), menghemat bahan bakar, mengurangi penggunaan energi, memperbaiki kesiapan bencana, dan mereduksi target terorisme.

Namun, untuk perusahaan, telecommuting bisa memperluas dan mengembangkan bakat karyawan, mengurangi atau menghambat penyebaran penyakit, mereduksi biaya, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi jejak keluaran karbon dan penggunaan energi, serta menawarkan metode yang terjangkau untuk melaksanakan Americans with Disabilities Act (ADA) tahun 1990, mengurangi pergantian dan absensi, memperbaiki moral karyawan, menawarkan kesinambungan operasionalisasi strategi, meningkatkan kemampuan karyawan untuk menangani pekerjaan melewati batas waktu, dan menguatkan kemampuan adaptasi budaya karyawan. Pekerja telework tetap dapat menghemat pengeluaran hingga USD 20.000 per karyawan.[10]

Guna telecommuting bagi individu, antara lain menciptakan keseimbangan antara bekerja dengan pekerjaan rumah dengan lebih baik, mengurangi pengeluaran karbon, menekan penggunaan bahan bakar, menciptakan libur baru dari 15 hingga 25 hari setahun, dan menghemat sekitar USD 4.000 hingga USD 21.000 per tahun untuk keperluan bepergian dalam kepentingan pekerjaan.[11] Ketika harga bahan bakar diasumsikan rata-rata USD 3 per galon, karyawan yang rata-rata bekerja 5 hari dalam seminggu menghabiskan sekitar USD 138,8 per bulan hanya untuk biaya bahan bakar. Bilamana 53% dari seluruh pekerja kerah-putih tersebut bekerja telework selama 2 hari dalam seminggu, maka secara kolektif mereka melakukan penghematan 9,7 galon bahan bakar dan USD 38,2 miliar setahun.[12]

Telecommuting paruh-waktu dengan pekerjaan yang tepat (40%) dan keinginan untuk melakukannya (79%) akan menyelamatkan dan banyak membantu perusahaan, komunitas, dan karyawan lebih dari USD 650 miliar per tahunnya. Ini merupakan hasil dari peningkatan produktivitas, berkurangnya pengeluaran kantor, menurunnya absensi dan pergantian, berkurangnya aktivitas bepergian untuk kepentingan pekerjaan, berkurangnya kebutuhan perbaikan jalan, konsumsi bahan bakar semakin berkurang dan berbagai penghematan lainnya.[13]

Keuntungan dari Sisi Lingkungan

[sunting | sunting sumber]
Telecommuting di kafe, membantu mereduksi penggunaan bahan bakar

Telecommuting mulai mendapat perhatian di Amerika Serikat setelah pada tahun 1996 dikeluarkan amendemen Clean Air Act yang ditujukan untuk mengurangi karbon dioksida dan perbaikan ozon hingga 25%.[14] Perjanjian tersebut meminta perusahaan mendorong karyawannya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, lebih memilih kendaraan umum, mempersingkat hari kerja dalam seminggu, dan melakukan telecommuting. Pada tahun 2004, agen-agen negara Federal Amerika Serikat mendorong implementasi telecommuting. Akan tetapi, peraturan tersebut terancam sebab agen Federal tak dapat menyediakan pilihan-pilihan telecommuting bagi seluruh karyawan.

Jika 40% populasi penduduk Amerika Serikat memiliki pekerjaan yang dapat dilakukan dengan telecommuting dan mau bekerja di rumah untuk hampir separuh dari total waktu kerjanya maka:

  • Negara dapat menghemat 280.000.000 barel (atau sekitar 45.000.000 m3) bahan bakar minyak (setara dengan 37% impor minyak dari Teluk).
  • Lingkungan dapat lebih terjaga dan terselamatkan dengan menarik sekitar 9 juta kendaraan secara permanen dari jalan.
  • Potensi energi yang didapat dari penghematan penggunaan bahan bakar jika dijumlahkan akan setara dengan dua kali sediaan energi terbarukan Amerika Serikat saat ini[15]

Kepuasan Karyawan

[sunting | sunting sumber]

Fleksibilitas telework merupakan keuntungan tambahan yang diinginkan karyawan. Riset Robert Half International Financial Hiring Index pada tahun 2008, yang mensurvei 1.400 CFO menemukan 13% responden menganggap telework sebagai insentif perekrutan terbaik saat ini untuk akuntan profesional.[16] Pada survei sebelumnya, 33% menganggap telework sebagai insentif perekrutan terbaik dan separuh (50%) menganggap telework sebagai insentif perekrutan terbaik kedua.[17]

Permasalahan yang Mungkin Timbul

[sunting | sunting sumber]
  • Kekhawatiran terbesar terkait telecommuting adalah: ketakutan akan kehilangan kontrol; 75% manajer menyatakan mempercayai karyawannya, namun sepertiganya mengaku perlu melihat kinerja karyawannya untuk memastikan segalanya baik-baik saja.[18]
  • Hambatan yang menghambat gagasan telecommuting terus tumbuh adalah ketidakpercayaan terhadap karyawan dan ketidakterhubungan personal di antara para karyawan.[19]
  • Telecommuting, bagi sebagian orang dilihat sebagai sebuah pelengkap dari bekerja di kantor dan bukan kegiatan utama.[20]
  • Masalah keamanan juga perlu diperhatikan ketika mengimplementasikan telecommuting. Pada tahun 2006 terdapat kasus pencurian laptop salah seorang anggota departemen Federal Amerika Serikat. Meski anggota departemen tersebut bukan seorang telecommuter, kasus ini memunculkan kekhawatiran bekerja di luar tempat kerja.[21] Sembilan puluh persen eksekutif menganggap telecommuting sebagai satu konsep yang sangat kurang dalam hal keamanan. Para eksekutif pun mempermasalahkan pekerjaan kecil yang dibawa dan dikerjakan di luar kantor oleh para non-telecommuter karena kurangnya pelatihan, alat, dan teknologi yang mereka miliki.[22]
  • Beberapa manajer mungkin melihat telecommuting akan menurunkan performa kerja karyawan di bulan-bulan awal, sebab mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang baru.[23] Menurunnya kinerja karyawan saat melakukan telecommuting juga diduga diakibatkan oleh kurang memadainya fasilitas perkantoran di luar kantor. Dapat dikatakan hampir 70 menit setiap harinya di kantor akan dihabiskan dengan gangguan, bolak-balik ke tempat foto kopi, dan gangguan lainnya.[24] Meski demikian, di sisi lain produktivitas telecommuter meningkat. Lebih dari dua pertiga karyawan dilaporkan mengalami peningkatan produktivitas manakala ber-telecommuting. Hasil survey CompTIA terhadap 212 pekerja dari berbagai sektor (Oktober, 2008).[25]
  • Manajer lapangan tradisional umumnya tak terbiasa dengan hasil. Hal ini menyebabkan hambatan yang serius bagi perusahaan yang berupaya mengadopsi telecommuting di kantornya. Tanggung jawab dan kompensasi pekerja akan menjadi masalah utama pula. Perusahaan-perusahaan yang akan mengadopsi telecommuting hendaknya memeriksa masalah hukum lokal, isu-isu persatuan, dan hukum wilayah. Telecommuting pun memerlukan pelatihan dan pengembangan yang mencakup evaluasi, simulasi program, pertemuan tim, materi tertulis, dan forum. Pembagian informasi harus diselaraskan dengan kantor virtual dan proses penyelesaian konflik harus dikembangkan. Dukungan operasional dan administratif perlu didesain ulang untuk mendukung lingkungan kantor virtual. Fasilitas-fasilitas pun perlu ditinjau dan dikoordinasikan dengan baik. Kesimpulan manajer untuk mengimplementasikan telecommuting pada organisasi adalah untuk menerapkan pendekatan yang bertujuan “mengevaluasi, mengedukasi, mengorganisasi, dan menginformasi para karyawan”.[26]
  • Bekerja secara telecommuting juga dapat berdampak negatif pada karier seseorang. Survei terkini terhadap 1.300 eksekutif di 71 negara mengindikasikan gagasan telecommuting tidak terlalu didukung. Karyawan yang lebih sering bekerja dengan telecommuting akan kurang dipromosikan dalam pekerjaaannya. Perusahaan tidak akan mempromosikan seseorang hingga seseorang tersebut secara konstan terlihat dan dapat diukur performanya.[27]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Nilles, Jack M., Managing Telework: Options for Managing the Virtual Workforce, John Wiley & Sons 1998, ISBN 0-471-29316-4
  2. ^ Leonhard, Woody, The Underground Guide to Telecommuting, Addison-Wesley 1995, ISBN 0-201-48343-2
  3. ^ JALA biography of Jack Nilles Last modified: January 5, 2006 Accessed: March 11, 2007
  4. ^ "Telework Adoption and Energy Use in Building and Transport Sectors in the United States and Japan, J. Infrastruct. Syst. Volume 11, Issue 1, pp. 21-30 (March 2005)".
  5. ^ "Lister, Kate, Undress For Success--The Naked Truth About Making Money at Home, John Wiley & Sons (2009), ISBN 978-0-470-38332-2".
  6. ^ "WorldatWork "Telework Trendlines" 2009".
  7. ^ Lister, Kate, Undress For Success--The Naked Truth About Making Money at Home, John Wiley & Sons (2009), ISBN 978-0-470-38332-2
  8. ^ "Status of Telework in the Federal Government Report to the Congress" 2009"
  9. ^ "Mobilizing Against a Pandemic" Telework Exchange research study"
  10. ^ "Managing Remote Workers"
  11. ^ "Lister, Kate, Telework Savings Calculator--an interactive web-based model that allows companies and communities estimate the value of increased telecommuting (the model has been cited in the Harvard Business Review, Inc. magazine, Fortune Magazine, and many other publications [http://undress4success.com/brags/work-at-home-undress4success-press/)"
  12. ^ "Lister, Kate, Telework Savings Calculator".
  13. ^ "How Much is Too Much?" Telework Exchange research study".
  14. ^ "Telework Savings Potential" Kate Lister, Principal Researcher for TeleworkResearchNetwork.com".
  15. ^ Siano, M. (1998, March–April). "Merging home and office: telecommuting is a high-tech energy saver" [Electronic version]. E.
  16. ^ "Lister, Kate, Principal Researcher at the Telework Research Network and co-author of Undress For Success--The Naked Truth About Making Money at Home, John Wiley & Sons 2009, ISBN 978-0-470-38332-2"
  17. ^ Robert Half International (2008-02-06). "Survey Finds Salary Is Top Draw for Job Candidates but Benefits Nearly As Popular".
  18. ^ "Links to Jellies worldwide."
  19. ^ "Lister, Kate, Undress For Success--The Naked Truth About Making Money at Home, (John Wiley & Sons 2009, ISBN 978-0-470-38332-2)quoting Management-Issues.com (July 30, 2007 survey"
  20. ^ Matt Rosenberg (2007-09-26). "Slow But Steady "Telework Revolution" Eyed". Cascadia Prospectus. Retrieved 2007-10-07.
  21. ^ Pliskin, N. (1998, March–April). "Explaining the paradox of telecommuting", para. 5 [Electronic version]. Business Horizons
  22. ^ Lemos, Robert: Veterans Affairs warns of massive privacy breach Security Affairs Retrieved 03–11–06
  23. ^ Remote Control Federal CISOs Dish on Mobility, Telework, and Data Security (2007, Telework Exchange)
  24. ^ Gantenbein, D. (1999, December). "All dressed up with no place to go" [Electronic version]. Home Office Computing, para. 21.
  25. ^ CompTIA survey of 212 diverse employers. Oktober 2008
  26. ^ Davenport, T. (1998, Summer). "Two cheers for the virtual office" [Electronic version] para. 8. Sloan Management Review
  27. ^ Organizational Behavior,eight edition,McGraw-Hill

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]