Lompat ke isi

Krisis seperempat baya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Krisis seperempat baya merupakan istilah psikologi yang merujuk pada keadaan emosional yang umumnya dialami oleh orang-orang berusia 18 hingga 30 tahun berupa kekhawatiran, keraguan terhadap kemampuan diri, dan kebingungan menentukan arah hidup. Krisis ini dipicu oleh tekanan yang dihadapi baik dari diri sendiri (internal) ataupun lingkungan (eksternal), belum memiliki tujuan hidup yang jelas sesuai dengan nilai yang diyakini, serta terlalu banyak pilihan sehingga bingung untuk memilih jalan hidupnya.[1]

Dibandingkan dengan krisis kehidupan yang sering ditandai dengan perasaan gagal untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkan, krisis seperempat baya lebih condong pada kenyataan bahwa seseorang belum memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya atau memiliki tujuan yang tidak realistis.

Beberapa aspek yang menjadi pemicu hal ini umumnya berkaitan dengan karier, hubungan, hingga keinginan untuk memiliki properti. Umumnya, pertanyaan tentang langkah apa yang akan diambil akan muncul setelah kelulusan dan mulai menapaki jenjang karier. Lalu, pertanyaan lainnya juga akan menyusul untuk memberikan keyakinan bahwa langkah yang diambil seorang sudah dirasa tepat. Hal ini melatar belakangi tingkat depresi yang dialami individu usia 20-an saat ini lebih tinggi daripada generasi sebelumnya, sebagaimana tertulis pada Harvard Bussiness Review.[2] Seperti halnya keinginan untuk menapaki karier yang diinginkan, milenial menjadikan karier bukan untuk semata mencari uang, namun juga sebagai ajang aktualisasi diri dan jalan untuk mewujudkan impiannya.

Pada saat seseorang beranjak ke usia 20-an, baik secara sadar maupun tidak sadar seseorang akan mengalami beberapa keadaan emosional pada dirinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Oliver Robinson dari Universitas Greenwich, akan ada empat tahapan sebelum sesorang merasakan krisis seperempat baya:[3]

  • Perasaan terjebak dalam suatu situasi.
  • Pikiran bahwa perubahan mungkin saja terjadi.
  • Membangun kembali hidup yang baru.
  • Mengukuhkan komitmen terkait ketertarikan, aspirasi, dan nilai-nilai yang dimiliki.

Penyebab paling dominan dari krisis seperempat baya adalah tuntutan tentang masa depan dari keluarga dan permasalahan di bidang akademik.[4]

Beberapa faktor internal yang dapat menjadi penyebab krisis ini antara lain:

  • Harapan dan mimpi terkait keluarga, karier, sosial, dan percintaan.
  • Agama dan spiritualitas.

Faktor eksternal yang dapat menjadi penyebab antara lain:

  • Hubungan percintaan, pertemanan, dan keluarga.
  • Tantangan akademis.
  • Kehidupan pekerjaan.

Manfaat atau hikmah yang bisa didapat dari fase krisis seperempat baya diantaranya adalah:[5]

  • Lebih mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri
  • Dapat lebih mengontrol emosi
  • Menjadi lebih mandiri, dan sadar bahwa kebahagiaanmu tidak bergantung kepada orang lain
  • Menjadi lebih sabar dalam menjalani kehidupan

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Quarter Life Crisis: Kehidupan Dewasa Datang, Krisis pun Menghadang". Tirto.id. Diakses tanggal 30 April 2020. 
  2. ^ Beaton, Caroline. "Why Millennials Need Quarter-Life Crises". 
  3. ^ Robinson, Oliver. "Quarterlife Crisis: An overview of theory and research". 
  4. ^ "Quarter Life Crisis dan Cara Menghadapinya". Diakses tanggal 18 Maret 2021. 
  5. ^ "5 Alasan Krisis Seperempat Baya Itu Baik Untukmu". Fimela. 16 November 2017. Diakses tanggal 15 Agustus 2022.