Manteb Soedharsono
Ki Manteb Soedharsono | |
---|---|
Lahir | Manteb Soedharsono 31 Agustus 1948 Dusun Jatimalang, Palur, Mojolaban, Sukoharjo, Surakarta, Indonesia |
Meninggal | 2 Juli 2021 Karangpandan, Karanganyar, Surakarta, Indonesia | (umur 72)
Nama lain |
|
Pekerjaan | |
Gaya | Gagrag Surakarta |
Suami/istri | |
Anak |
|
Keluarga |
|
Ki Manteb Soedharsono (aksara Jawa: ꦏꦶꦩꦤ꧀ꦠꦼꦧ꧀ꦱꦸꦢꦂꦯꦤ, 31 Agustus 1948 – 2 Juli 2021) adalah seorang dalang wayang kulit ternama yang berasal dari Surakarta.[3] Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai "Dalang Setan". Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.[4]
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Masa muda
[sunting | sunting sumber]Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim. Ia dilahirkan di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Ki Hardjo Brahim adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang. Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.
Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan. Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Solo. Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah untuk mendalami karier mendalang.
Menemukan identitas
[sunting | sunting sumber]Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Darman Gondo Darsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun '70 dan '80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya. Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.
Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan. Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal. Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.
Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya. Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.
Mendapat popularitas
[sunting | sunting sumber]Pagelaran wayang kulit Ki Manteb Soedharsono, memainkan lakon "Gathotkaca Winisuda"
Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan. Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.
Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab. Sudarko pun bertindak sebagai promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb. Pergelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.
Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun '90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
Pada tanggal 4–5 September 2004, Ki Manteb membuat rekor dengan mendalang 24 jam tanpa henti dengan lakon Baratayudha. Pertunjukan ini berlokasi di RRI Semarang, Jalan A. Yani 144–146 Semarang. Berkat pementasannya ini, ia mendapatkan rekor MURI pentas wayang kulit terlama. Dan hebatnya, meskipun telah mendalang selama 24 jam itu, dokter yang memeriksa kesehatan Ki Manteb setelah pentas menyatakan bahwa kondisi Ki Manteb sangat prima.
Tanggal 5 Januari 2013, Ki Manteb didaulat Dahlan Iskan, yang menjabat Menteri Negara BUMN, untuk melakukan prosesi tolak bala bagi mobil listrik Tucuxi agar terhindar dari fitnah dan marabahaya.[5] Namun sayang, di daerah Plaosan, Magetan mobil tersebut mengalami kecelakaan. Dalam kecelakaan itu, Dahlan Iskan selamat.
Manajemen keuangan
[sunting | sunting sumber]Selain gaya pedalangan yang atraktif, Ki Manteb juga dikenal sebagai pelopor dalam hal manajemen keuangan. Honor hasil pentas tidak dihabiskan langsung, melainkan dikelola oleh istrinya, Sri Suwarni (wafat: 2005) yang bertindak sebagai manajer.
Ki Manteb memiliki banyak kru dalam setiap pementasannya. Ia juga membutuhkan biaya perawatan untuk armada dan peralatan mendalangnya. Untuk itu diperlukan manajemen yang baik agar tidak mengulangi pengalaman buruk para dalang lainnya, misalnya semasa muda hidup berlimpah karena laris, tetapi setelah tua menderita kekurangan.
Prestasi
[sunting | sunting sumber]- Pada tahun 1982 Ki Manteb menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta. Prestasi tersebut membuat namanya mulai menanjak.
- Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satyalancana Kebudayaan.
- Pada awal tahun 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pergelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari pakar wayang STSI.
- Pada tahun 2004 Ki Manteb memecahkan rekor MURI mendalang selama 24 jam 28 menit tanpa istirahat.
- Tahun 2010 penghargaan “Nikkei Asia Prize Award 2010” dalam bidang kebudayaan dianugerahkan kepada Ki Manteb Soedharsono karena kontribusinya yang signifikan bagi kelestarian dan kemajuan kebudayaan Indonesia terutama wayang kulit.
Filmografi
[sunting | sunting sumber]Film
[sunting | sunting sumber]Tahun | Judul | Peran | Produksi |
---|---|---|---|
2016 | Jagoan Instan | Mbah Parto | Starvision Plus |
Iklan
[sunting | sunting sumber]- Oskadon (1996–2023)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Nurdiyanto 2015, hlm. 24-31.
- ^ "Pancen Oye! Dalang Ki Manteb Menikah Ketujuh Kalinya". detikcom. 24 November 2011. Diakses tanggal 15 Maret 2021.
- ^ Nurdiyanto 2015, hlm. 11.
- ^ Nurdiyanto 2015, hlm. 4.
- ^ 5 Januari 2013, Priyambodo, ed. (5 Januari 2013). "Mobil Listrik Tucuxi jalani tes jalan Solo-Surabaya". ANTARA News. Diakses tanggal 15 Maret 2021.
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- Nurdiyanto (2015). Ki Manteb Soedharsono: Profi Dalang Inovatif. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta. ISBN 9789798971549.
- Abbas, A. Komar; Subro, Seno (1995). Ki Manteb "Dalang Setan": Sebuah Tantangan. Surakarta: Yayasan Resi Tujuh Satu. OCLC 604648089.