Lompat ke isi

Mukormikosis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mukormikosis
Mukormikosis periorbital
Informasi umum
Nama lainZigomikosis[1] jamur hitam
SpesialisasiPenyakit infeksi
PenyebabFungi Mukorales
Faktor risikoDiabetes, kelebihan besi, sel darah putih rendah, kanker, transplantasi organ, gangguan ginjal, imunosupresan, steroid jangka panjang
Aspek klinis
Gejala dan tandaBergantung pada lokasi: ingus, bagian kulit berwarna hitam, pembengkakan wajah, sakit kepala, demam, batuk, penglihatan kabur
Awal munculCepat
DurasiSekitar sepekan
DiagnosisBiopsi, kultur, pencitraan medis
Kondisi serupaSelulitis orbital, trombosis rongga sinus, aspergilosis
Tata laksana
PencegahanMasker wajah, menghindari kontak dengan tanah atau bangunan yang rusak karena air, diabetes yang terkontrol
PerawatanAntijamur, pembedahan debris, tangani kondisi medis yang melatarbelakangi
PengobatanAmfoterisin B, isavukonazol, posakonazol
PrognosisBuruk
PrevalensiJarang

Mukormikosis, juga dikenal sebagai jamur hitam,[2][3][4] adalah infeksi jamur serius, biasanya menjangkiti mereka yang memiliki daya tahan tubuh lemah.[5][6] Gejala infeksi ini bergantung pada bagian tubuh mana yang terinfeksi.[7][8] Infeksi secara umum terjadi pada hidung, sinus, mata dan otak mengakibatkan ingus, pembengkakan dan nyeri pada separuh wajah, sakit kepala, demam, kaburnya penglihatan, pembengkakan dan menonjolnya mata, dan kematian jaringan.[3] Infeksi lain dapat terjadi pada paru-paru, lambung dan usus, dan kulit.[9]

Infeksi ini tersebar dengan spora jamur ordo Mukorales, seringnya melalui pernapasan, makanan yang terkontaminasi, atau kontaminasi luka yang terbuka.[10] Jamur ini umum hidup di tanah, zat organik yang membusuk (seperti sayur dan buah yang membusuk), dan kotoran hewan, tetapi biasanya tidak mempengaruhi manusia.[11] Infeksi tidak menular antarmanusia.[8] Faktor risiko infeksi mencakup diabetes dengan kadar gula darah tinggi terus-menerus atau ketoasidosis diabetikum, sel darah putih rendah, kanker, transplantasi organ, kelebihan zat besi, masalah ginjal, penggunaan jangka panjang obat steroid atau imunosupresan, dan HIV/AIDS.[12][5]

Diagnosis dilakukan dengan biopsi dan kultur, beserta pencitraan medis untuk menentukan jangkauan penyakit.[13] Infeksi ini mungkin tampak mirip dengan aspergilosis.[14] Penanganan secara umum dilakukan dengan amfoterisin B dan pembedahan penghilangan jaringan yang rusak.[15] Tindakan pencegahan mencakup penggunaan masker wajah di area berdebu, penghindaran kontak dengan bangunan yang rusak karena air, dan perlindungan kulit dari paparan tanah seperti pada saat berkebun atau bekerja di luar rumah.[16] Infeksi cenderung berkembang cepat dan fatal pada separuh kasus sinus dan hampir semua kasus infeksi yang tersebar luas.[1][17]

Mukormikosis jarang terjadi, menjangkiti kurang dari 2 orang per satu juta orang setiap tahun di San Francisco,[15] tetapi sekarang ~80 kali lebih umum di India.[18] Infeksi ini dapat menjangkiti semua umur, termasuk bayi prematur. Kasus pertama mukormikosis mungkin dideskripsikan oleh Friedrich Küchenmeister pada 1855.[3] Penyakit ini dilaporkan terjadi pada bencana alam; tsunami Samudra Hindia 2004 dan tornado Missouri 2011.[19] Selama pandemi COVID-19 2020/21, terdapat laporan yang menghubungkan mukormikosis dan COVID-19. Hal itu diperkirakan terjadi karena fungsi daya tahan tubuh yang berkurang selama terjadinya COVID dan mungkin berhubungan dengan terapi glukokortikoid yang diberikan.[4][20] Naiknya prevalensi kasus menonjol di India.[21]

Klasifikasi

[sunting | sunting sumber]

Secara umum, mukormikosis terbagi menjadi lima tipe utama berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi.[8][22] Tipe keenam ialah mukormikosis ginjal[3] atau beragam, yaitu mukormikosis pada bagian tubuh lain, yang mungkin jarang terkena.

  • Sinus dan otak (rinoserebral); paling umum terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol dan pasien yang pernah mendapatkan transplantasi ginjal.[8]
  • Paru-paru (pulmonaris); paling umum terjadi pada pasien dengan kanker dan pasien yang pernah mendapatkan transplantasi organ atau transplantasi sel punca.
  • Lambung dan usus (gastrointestinal); umum terjadi pada bayi prematur muda dan berberat badan rendah, yang mendapatkan antibiotik, pembedahan, atau pengobatan yang menurunkan kemampuan tubuh melawan infeksi.
  • Kulit (kutan); setelah terjadinya luka bakar, atau luka kulit jenis lain, pada pasien dengan leukemia, diabetes yang tidak terkontrol, graft-versus-host disease, HIV dan penggunaan obat intravena.[13]
  • Tersebar luas; ketika infeksi menyebar ke organ lain melalui darah.

Tanda dan gejala

[sunting | sunting sumber]

Tanda dan gejala mukormikosis bergantung pada bagian tubuh mana yang didera infeksi.[9] Infeksi biasanya dimulai di mulut atau hidung dan masuk ke sistem saraf pusat melalui mata.[13]

Jika infeksi jamur bermula di hidung atau sinus dan meluas ke otak, tanda dan gejala dapat berupa sakit kepala atau nyeri mata pada satu sisi; hal ini dapat dibarengi oleh nyeri pada wajah, mati rasa, demam, kehilangan indra pembau, tersumbatnya hidung, atau ingus. Pasien mungkin tampak menderita sinusitis.[23] Wajah pasien dapat membengkak pada satu sisi, memiliki "lesi hitam" yang secara cepat memburuk meliputi hidung atau bagian atas rongga mulut. Satu mata dapat membengkak dan menonjol, dan penglihatan menjadi kabur.[9][24]

Demam, batuk, nyeri dada, dan kesulitan bernapas, atau batuk berdarah, dapat terjadi jika paru-paru terdampak.[9] Sakit perut, mual, muntah, dan perdarahan dapat terjadi jika saluran cerna terdampak.[25] Kulit yang terdampak tampak seperti petak yang memerah kehitaman dengan bagian tengah yang menggelap karena kematian jaringan.[6] Borok dapat muncul dan terasa sangat sakit.[13][12]

Invasi jamur ke pembuluh darah dapat berujung pada trombosis dan, kemudian, kematian jaringan sekitar karena hilangnya pasokan darah.[12] Mukormikosis luas biasa terjadi pada pasien yang sudah sakit karena kondisi kesehatan lain, gejala yang disebabkan oleh mukormikosis sendiri ialah sulit dipisahkan. Mereka yang mengalami infeksi yang meluas ke otak dapat mengalami perubahan status mental atau koma.[26][27]

Mukormikosis adalah infeksi jamur karena jamur ordo Mukorales.[13] Sebagian besar kasus disebabkan oleh genus Rhizopus dan Mukor, jamur roti yang umum.[28] Kasus infeksi fatal paling banyak disebabkan oleh Rhizopus oryzae.[14] Infeksi kurang terjadi karena Lichtheimia dan jarang karena Apophysomyces.[29] Kasus lain disebabkan oleh Cunninghamella, Mortierella, dan Saksenaea.[30]

Spora jamur hidup di lingkungan alam, dapat ditemukan misalnya pada roti dan buah yang berjamur dan sering terhirup, tetapi hanya menyebabkan penyakit pada beberapa orang.[13] Selain terhirup sehingga tertampung di hidung, sinus, dan paru-paru, spora juga bisa memasuki kulit dengan adanya darah atau langsung melalui luka sayatan atau luka terbuka, atau tumbuh di usus jika termakan.[8][30] Setelah tertampung, filamen jamur tumbuh menyebabkan gumpalan terbentuk dan jaringan di sekitarnya mati seperti cabang yang menyerang pembuluh darah, memicu terbentuknya gumpalan dan kematian jaringan di sekitarnya. Penyebab lain termasuk pembalut luka yang terkontaminasi. Mukormikosis juga didapati setelah penggunaan elastoplast dan penggunaan penekan lidah yang menahan kateter intravena, Pecahnya perjangkitan infeksi juga terhubung dengan seprai rumah sakit, kamar bertekanan negatif, kebocoran air, ventilasi yang buruk, peralatan medis yang terkontaminasi, dan pengerjaan bangunan.[31]

Faktor risiko

[sunting | sunting sumber]

Faktor predisposisi mukormiskosis, yang memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi ini, mencakup kondisi yang mana seseorang tidak dapat melawan infeksi, memiliki jumlah neutrofil yang rendah atau asidosis metabolik.[6][5] Faktor risiko mencakup kencing manis (khususnya ketoasidosis diabetikum), transplantasi organ, kelebihan zat besi, kanker seperti limfoma, gagal ginjal, penggunaan jangka panjang kortikosteroid dan obat imunosupresif, penyakit liver dan malanutrisi parah.[30][16] Faktor risiko lain mencakup tuberkulosis (TB),[19] penggunaan deferoksamin[3] dan HIV/AIDS.[12] Mukormikosis jarang ditemukan pada orang yang bugar dan sehat.

Kortikosteroid biasanya digunakan dalam pengobatan COVID-19 dan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri selama infeksi virus corona. Mereka adalah imunosupresan dan meningkatkan kadar gula darah pada penderita diabetes dan pasien non-diabetes. Diperkirakan bahwa kedua efek ini dapat berkontribusi pada kasus mukormikosis.[32][33][20]

Mekanisme

[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar orang sering terpapar Mukorales tanpa terjangkit infeksi.[30] Mukormikosis secara umum tersebar karena terhirup, mengontaminasi makanan, atau terpapar pada luka terbuka sebagai spora.[10] Infeksi tidak menular di antara manusia.[8]

Mekanisme pasti bagaimana penderita kencing manis mudah terinfeksi jamur hitam belum diketahui. In vivo, gula yang tinggi tidak begitu saja memungkinkan pertumbuhan jamur tetapi asidosis sendiri saja memungkinkannya.[3][12] Mereka yang memiliki kadar gula darah tinggi sering kali memiliki kadar besi tinggi, salah satu faktor risiko terjadinya mukormikosis.[12] Pada pasien yang mengonsumsi deferoksamin, besi kemudian ditangkap oleh siderofor dari spesies Rhizopus, yang tumbuh dengan adanya besi.[34]

Diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Uji darah tidak bisa memastikan diagnosis.[35] Penegakan diagnosis dilakukan dengan identifikasi jamur pada jaringan melalui biopsi dan konfirmasi dengan kultur jamur.[15] Karena jamur penyebab secara umum hidup di lingkungan, kultur sendiri tidak cukup.[13] Uji juga meliputi kultur dan deteksi jamur langsung di cairan paru-paru, darah, serum, plasma, dan air seni.[19] Uji darah mencakup hitung darah lengkap terkhusus untuk neutropenia.[35] Uji darah lain yaitu kadar besi, glukosa darah, bikarbonat, dan elektrolit.[36] Pemeriksaan endoskopik saluran nasal mungkin diperlukan.[35]

Pencitraan

[sunting | sunting sumber]

Pencitraan sering dilakukan, misalnya CT scan paru-paru dan sinus.[37] Tanda CT scan, seperti nodul, rongga, halo, efusi pleura, dan bayangan berbentuk baji, bukti invasi pembuluh darah mungkin menunjukkan infeksi jamur, tetapi belum mengonfirmasi mukormikosis.[14] Tanda halo terbalik pada pasien kanker darah dengan jumlah neutrofil rendah cenderung menunjukkan mukormikosis.[14] Citra CT scan mukormikosis berguna dalam membedakan mukormikosis orbit dari selulitis orbit, tetapi citra mungkin mirip dengan aspergilosis.[14] MRI juga digunakan.[38]

Kultur dan biopsi

[sunting | sunting sumber]

Penegakan diagnosis membutuhkan sampel biopsi yang dapat dibiakkan.[7][35] Kultur sampel biopsi tidak selalu berguna karena organisme ini sangat rapuh.[14] Identifikasi spesies secara tepat membutuhkan ahli.[14] Penampakan jamur dengan mikroskop menentukan genus dan spesies.[35] Penampakannya dapat beragam tetapi secara umum tampil sebagai filamen lebar seperti pita yang biasanya tidak memiliki septa, dan tidak seperti pada aspergilosis, bercabang secara siku, mirip tanduk rusa besar, yang mungkin menginvasi pembuluh darah.[6]

Ionisasi/desorpsi laser dengan bantuan matriks dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies.[35] Sampel darah arteri dapat digunakan untuk memeriksa asidosis metabolik.[35]

Diagnosis pembeda

[sunting | sunting sumber]

Jamur berfilamen lain mungkin tampak serupa.[31] Mukormikosis sulit dibedakan dari aspergilosis.[40] Diagnosis lain yang mirip yaitu antraks, selulitis, obstruksi usus, ektima gangrenosum, kanker paru-paru, emboli paru, sinusitis, tuberkulosis, dan fusariosis.[41]

Pencegahan

[sunting | sunting sumber]

Tindakan pencegahan mencakup menggunakan masker wajah di area berdebu, mencuci tangan, menghindari kontak langsung dengan bangunan yang rusak karena air, dan melindungi kulit, kaki, serta tangan dari kontak dengan tanah atau pupuk kandang saat berkebun atau beraktivitas di luar rumah.[16] Kelompok dengan risiko tinggi seperti pasien transplantasi organ mungkin menjalani terapi antifungal sebagai pencegahan.[16]

Penanganan

[sunting | sunting sumber]

Penanganan mencakup kombinasi obat antifungal, pembedahan untuk menghilangkan jaringan terdampak, dan memperbaiki masalah kesehatan yang mendasari seperti ketoasidosis.[3]

Pengobatan

[sunting | sunting sumber]

Saat mukormikosis dicurigai terjadi, amfoterisin B diberikan dengan dosis awal 1mg secara perlahan selama 10–15 menit ke vena kemudian diberikan sekali sehari dengan dosis sesuai berat badan selama 14 hari.[42] Pengobatan bisa saja dilanjutkan lebih lama.[40] Isavukonazol dan posakonazol digunakan sebagai alternatif.[19][43]

Pembedahan

[sunting | sunting sumber]

Pembedahan bisa jadi sangat drastik; pada beberapa kasus yang berdampak pada rongga hidung dan otak, pembedahan jaringan otak yang terinfeksi mungkin diperlukan. Pembedahan langit-langit mulut, rongga hidung, atau mata dapat menghasilkan perubahan drastis.[25] Kadang operasi diperlukan lebih dari satu.[30]

Pertimbangan lainnya

[sunting | sunting sumber]

Penyakit ini harus diawasi secara ketat untuk tanda kemunculan kembali.[30][44] Penanganan juga termasuk perbaikan kadar gula darah dan jumlah neutrofil.[3][12] Oksigen hiperbarik dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan karena tekanan oksigen yang tinggi meningkatkan kemampuan neutrofil membunuh jamur.[12] Efikasi terapi tersebut masih belum pasti.[31]

Prognosis

[sunting | sunting sumber]

Infeksi ini cenderung berkembang cepat dan fatal untuk separuh kasus sinus, dua per tiga kasus paru-paru, dan hampir seluruh kasus infeksi yang tersebar luas.[17] Infeksi pada kulit menunjukkan tingkat kematian terendah, sekitar 15%.[30] Komplikasi yang mungkin pada mukormikosis mencakup kehilangan sebagian fungsi saraf, kebutaan, dan penggumpalan pada pembuluh darah di otak atau paru-paru.[25]

Karena penanganan biasanya memerlukan pembedahan yang besar dan sering kali menjadikan wajah cacat, efek penyakit pada kehidupan setelah melewati kasus, terkhusus sinus dan otak, adalah signifikan.[30]

Epidemiologi

[sunting | sunting sumber]

Insidensi dan prevalensi mukormikosis bisa jadi lebih tinggi daripada yang dilaporkan.[34] Mukormikosis jarang dijumpai, menginfeksi kurang daripada 1,7 orang per 1 juta populasi setiap tahun di San Francisco.[15][45] Penyakit ini 80 kali lebih banyak terjadi di India yang mana diperkirakan terdapat 0,14 kasus per 1000 populasi;[18] di sana pula insidensi meningkat.[46] Jamur penyebab bergantung pada lokasi. Apophysomyces variabilis memiliki prevalensi paling tinggi di Asia dan Lichtheimia spp. di Eropa.[19] Mukormukosis adalah infeksi jamur serius yang paling banyak terjadi pada manusia setelah aspergilosis dan kandidiasis.[47]

Diabetes adalah penyakit utama yang melatarbelakangi terjadinya infeksi ini di negara berpenghasilan rendah dan menengah sementara kanker darah dan transplantasi organ adalah masalah yang lebih umum melatarbelakangi infeksi ini di negara maju.[18] Seiring perkembangan obat pengatur daya tahan tubuh dan uji diagnosis, statistik mukormikosis berubah.[18] Di samping itu, data berubah dengan teridentifikasinya genus dan spesies baru; faktor risiko baru seperti tuberkulosis dan gangguan ginjal pun dilaporkan.[18]

Mukormikosis terkait COVID-19

[sunting | sunting sumber]

|Hitam menggambarkan India dan merah menggambarkan negara yang melaporkan mukormikosis terkait COVID-19 per Juni 2021|

Selama pandemi COVID-19 di India, pihak pemerintah melaporkan lebih dari 11.700 orang dirawat dengan keluhan mukormikosis hingga 25 Mei 2021. Banyak media India menyebutnya sebagai "jamur hitam" karena warna hitam yang muncul pada jaringan yang sudah dan akan mati. Bahkan sebelum pandemi COVID-19, tingkat mukormikosis di India diperkirakan sekitar 70 kali lebih tinggi daripada di negara lain.[2][48] Karena jumlah kasus yang dengan cepat bertambah, beberapa wilayah India mengumumkannya sebagai wabah.[49] Salah satu penanganannya adalah suntikan setiap hari selama delapan pekan dengan injeksi intravena amfoterisin B yang langka. Injeksi dapat berupa amfoterisin B deoksikolat standar atau liposomal. Bentuk liposomal adalah lebih mahal tetapi dianggap "lebih aman, lebih efektif dan [mengakibatkan] lebih sedikit efek samping".[50]

Kasus pertama mukormikosis mungkin sebagaimana dilaporkan oleh Friedrich Küchenmeister pada tahun 1855.[3] Fürbringer pertama kali mendeskripsikannya dalam paru-paru pada tahun1876.[51] Pada tahun 1884, Lichtheim menetapkan munculnya penyakit pada kelinci dan mendeskripsikan dua spesies; Mucor corymbifera dan Mucor rhizopodiformis, kemudian dikenal sebagai Lichtheimia dan Rhizopus.[3] Pada tahun 1943, hubungannya dengan diabetes yang tidak terkontrol dilaporkan pada tiga kasus parah sinus, otak, dan mata.[3]

Pada tahun 1953, Saksenaea vasiformis, ditemukan menyebabkan sejumlah kasus, diisolasi dari tanah hutan India. Pada tahun 1979, P. C. Misra menguji tanah dari kebun buah mangga India, mengisolasi Apophysomyces, yang kemudian ditemukan sebagai penyebab utama mukormikosis.[3] Setelah itu, sejumlah spesies mukorales tercatat.[3] Ketika kasus-kasus infeksi ini dilaporkan di Amerika Serikat pada pertengahan 1950-an, penulis laporan mengira bahwa kasus adalah penyakit baru akibat penggunaan antibiotik, ACTH, dan steroid.[51][52] Hingga paruh terakhir abad ke-20, penanganan yang tersedia hanyalah potasium iodida. Pada review kasus paru-paru yang didiagnosis setelah adanya bronkoskopi fleksibel antara tahun 1970 dan 2000, keberlangsungan hidup ditemukan lebih baik pada pasien yang menerima kombinasi pembedahan dan penanganan obat-obatan, kebanyakan dengan amfoterisin B.[51]

Arnold Paltauf menciptakan istilah "Mycosis Mucorina" pada tahun 1885, setelah mendeskripsikan kasus dengan gejala sistemik dengan keterlibatan sinus, otak, dan saluran cerna, diikuti "mukormikosis" yang menjadi popular.[3] "Mukormikosis" digunakan sama dengan "zigomikosis", istilah yang usang setelah perubahan klasifikasi kingdom Fungi. Filum Zygomycota yang lama mencakup Mukorales, Entomoftorales, dll. Mukormikosis mendeskripsikan infeksi yang disebabkan oleh jamur di ordo Mucorales.[40]

Mukormikosis terkait COVID-19

[sunting | sunting sumber]

Sejumlah kasus mukormikosis, aspergilosis, dan kandidiasis, yang berhubungan dengan pengobatan penekan imun tubuh COVID-19 dilaporkan selama pandemi COVID-19 di India pada tahun 2020 dan 2021.[4][38] Satu review di awal tahun 2021 yang menghubungkan mukormikosis dan COVID-19 melaporkan delapan kasus mukormikosis; tiga dari Amerika Serikat, dua dari India, dan satu kasus dari masing-masing Brazil, Italia, dan Inggris.[20] Kondisi medis yang paling umum melatarbelakangi infeksi ini adalah diabetes.[20] Sebagian besar pasien sudah berada di rumah sakit dengan masalah pernapasan yang parah karena COVID-19, sudah pulih, dan mengalami mukormikosis 10–14 hari setelah penanganan COVID-19. Lima pasien memiliki fungsi ginjal abnormal, tiga mendapatkan kasus sinus, mata, dan otak, tiga mendapatkan paru-paru, satu mendapatkan saluran cerna, dan satu mendapatkan infeksi tersebar luas di tubuh.[20] Pada dua dari tujuh kematian, diagnosis mukormikosis ditegakkan setelah kematian.[20] Karena tiga kasus tidak memiliki faktor risiko tradisional, penulis laporan mempertanyakan penggunaan obat steroid dan imunosupresif.[20] Dalam catatan lain, terdapat kasus-kasus tanpa diabetes atau penggunaan obat imunosupresif. Ditemukan pula kasus pada anak-anak.[53] Pada Mei 2021, BBC melaporkan peningkatan kasus di India.[32] Pada review masalah mata yang berhubungan dengan COVID-19-, mukormikosis yang menjangkiti mata dilaporkan terjadi hingga beberapa pekan setelah pasien sembuh dari COVID-19.[38]

Negara lain yang terdampak termasuk Pakistan,[54] Nepal,[55] Bangladesh,[56] Rusia,[57] Uruguay,[58] Paraguay,[59] Chili,[60] Mesir,[61] Iran,[62] Brasil,[63] Irak,[64] Meksiko,[65] Honduras,[66] Argentina [67] Oman,[68] dan Afghanistan [69] Salah satu penjelasan mengapa hubungan dengan infeksi ini muncul secara luar biasa di India adalah tingginya tingkat penyebaran COVID- 19 dan tingginya angka diabetes.[70] Pada Mei 2021, Dewan Penelitian Medis India mengeluarkan pedoman untuk mengenali dan mengobati mukormikosis terkait COVID-19.[71] Di India, pada 28 Juni 2021, lebih dari 40.845 orang dipastikan menderita mukormikosis dan 3.129 meninggal. Dari kasus-kasus tersebut, 85,5% (34.940) memiliki riwayat terinfeksi SARS-CoV-2 dan 52,69% (21.523) menggunakan steroid, serta 64,11% (26.187) menderita diabetes.[72][73]

Masyarakat dan budaya

[sunting | sunting sumber]

Penyakit ini dilaporkan muncul pada bencana alam: tsunami Samudra Hindia 2004 dan tornado Missouri 2011.[19][74] Kongres internasional pertama mukormikosis diselenggarakan di Chicago pada tahun 2010 oleh Hank Schueuler 41 & 9 Foundation, yang didirikan pada 2008 untuk riset anak-anak dengan leukemia dan infeksi jamur.[3] Klaster infeksi terjadi pada tornado Joplin 2011. Per 19 Juli 2011, 18 kasus terduga mukormikosis pada kulit teridentifikasi; 13 di antaranya terkonfirmasi. Kasus yang terkonfirmasi yaitu 1) infeksi jaringan lunak yang mengalami nekrosis dan membutuhkan pengobatan antijamur atau pembedahan penghilangan jaringan mati pada pasien yang terluka akibat tornado, 2) onset penyakit pada atau setelah 22 Mei, dan 3) histopatologi atau kultur jamur positif dan pengurutan genetik yang sesuai dengan mukormiseta. Tidak ditemukan kasus tambahan yang terkait setelah 17 Juni. Sepuluh pasien memerlukan perawatan intensif dan lima meninggal.[75]

Pada tahun 2014, rincian wabah mukormikosis yang mematikan pada tahun 2008 muncul setelah laporan surat kabar dan televisi menanggapi artikel pada jurnal pediatrik.[76][77] Linen rumah sakit yang terkontaminasi ditemukan menyebarkan infeksi. Penelitian pada 2018 menemukan banyak linen rumah sakit yang baru saja dicuci dan diantarkan ke rumah sakit transplantasi Amerika Serikat terkontaminasi oleh Mukorales.[78]

Hewan lain

[sunting | sunting sumber]

Mukormikosis pada hewan lain adalah serupa dengan pada manusia baik dalam hal frekuensi dan jenis.[79] Kasus infeksi telah dilaporkan ada pada kucing, anjing, sapi, kuda, lumba-lumba, bison, dan anjing laut.[79]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Klasifikasi
Sumber luar

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Orphanet: Zygomycosis". www.orpha.net (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 May 2021. Diakses tanggal 13 May 2021. 
  2. ^ a b Dyer, Owen (2021-05-13). "Covid-19: India sees record deaths as "black fungus" spreads fear". BMJ (Clinical research ed.). 373: n1238. doi:10.1136/bmj.n1238. ISSN 1756-1833. PMID 33985993 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Chander, Jagdish (2018). Textbook of medical mycology (edisi ke-Fourth edition). New Delhi, India. ISBN 93-86261-83-9. OCLC 1032715855. 
  4. ^ a b c Experts, Disha. Quarterly Current Affairs Vol. 4 - October to December 2020 for Competitive Exams (dalam bahasa Inggris). Disha Publications. ISBN 978-93-90486-29-8. 
  5. ^ a b c Hernández, JL; Buckley, CJ (January 2021). "Mucormycosis". PMID 31335084. 
  6. ^ a b c d Johnston, Ronald B. (2017). Weedon's skin pathology essentials. James W. Complemented by: Patterson (edisi ke-2nd edition). [Edinburgh?]. ISBN 978-0-7020-6928-4. OCLC 952247545. 
  7. ^ a b "ICD-11 - ICD-11 for Mortality and Morbidity Statistics". icd.who.int. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  8. ^ a b c d e f "About Mucormycosis". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 25 May 2021. 
  9. ^ a b c d "Symptoms of Mucormycosis | Mucormycosis | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2021-01-14. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  10. ^ a b Reid, Gail; Lynch, Joseph P.; Fishbein, Michael C.; Clark, Nina M. (February 2020). "Mucormycosis". Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine (dalam bahasa Inggris). 41 (1): 99–114. doi:10.1055/s-0039-3401992. ISSN 1098-9048. PMID 32000287. 
  11. ^ "Where Mucormycosis Comes From". www.cdc.gov. 1 February 2021. Diakses tanggal 25 May 2021. 
  12. ^ a b c d e f g h Spellberg, Brad; Edwards, John; Ibrahim, Ashraf (2005-07). "Novel perspectives on mucormycosis: pathophysiology, presentation, and management". Clinical Microbiology Reviews. 18 (3): 556–569. doi:10.1128/CMR.18.3.556-569.2005. ISSN 0893-8512. PMC 1195964alt=Dapat diakses gratis. PMID 16020690. 
  13. ^ a b c d e f g Cutaneous manifestations of infection in the immunocompromised host. Marc E. Grossman (edisi ke-2nd ed). New York. 2012. ISBN 978-1-4419-1578-8. OCLC 778697289. 
  14. ^ a b c d e f g Advances in applied microbiology. Volume 110. Geoffrey M. Gadd, Sima Sariaslani. Cambridge, MA: Academic Press. 2020. ISBN 978-0-12-820704-8. OCLC 1153781284. 
  15. ^ a b c d "Mucormycosis - NORD (National Organization for Rare Disorders)". web.archive.org. 2021-05-26. Archived from the original on 2021-05-26. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  16. ^ a b c d "People at Risk For Mucormycosis | Mucormycosis | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2021-02-02. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  17. ^ a b "Mucormycosis Statistics | Mucormycosis | Fungal Diseases | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2020-06-05. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  18. ^ a b c d e Skiada, Anna; Pavleas, Ioannis; Drogari-Apiranthitou, Maria (2020-11-02). "Epidemiology and Diagnosis of Mucormycosis: An Update". Journal of Fungi (Basel, Switzerland). 6 (4). doi:10.3390/jof6040265. ISSN 2309-608X. PMC 7711598alt=Dapat diakses gratis. PMID 33147877 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  19. ^ a b c d e f Dannaoui, Eric; Lackner, Michaela (2019-12-23). "Special Issue: Mucorales and Mucormycosis". Journal of Fungi (Basel, Switzerland). 6 (1). doi:10.3390/jof6010006. ISSN 2309-608X. PMC 7151165alt=Dapat diakses gratis. PMID 31877973. 
  20. ^ a b c d e f g Garg, Deepak; Muthu, Valliappan; Sehgal, Inderpaul Singh; Ramachandran, Raja; Kaur, Harsimran; Bhalla, Ashish; Puri, Goverdhan D.; Chakrabarti, Arunaloke; Agarwal, Ritesh (2021-05). "Coronavirus Disease (Covid-19) Associated Mucormycosis (CAM): Case Report and Systematic Review of Literature". Mycopathologia. 186 (2): 289–298. doi:10.1007/s11046-021-00528-2. ISSN 1573-0832. PMC 7862973alt=Dapat diakses gratis. PMID 33544266 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  21. ^ Singh, Awadhesh Kumar; Singh, Ritu; Joshi, Shashank R.; Misra, Anoop (21 May 2021). "Mucormycosis in COVID-19: A systematic review of cases reported worldwide and in India". Diabetes & Metabolic Syndrome. doi:10.1016/j.dsx.2021.05.019. ISSN 1871-4021. PMC 8137376alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). 
  22. ^ Riley, Treavor T.; Muzny, Christina A.; Swiatlo, Edwin; Legendre, Davey P. (September 2016). "Breaking the Mold: A Review of Mucormycosis and Current Pharmacological Treatment Options". The Annals of Pharmacotherapy. 50 (9): 747–757. doi:10.1177/1060028016655425. ISSN 1542-6270. PMID 27307416. 
  23. ^ McDonald, Philip J. "Mucormycosis (Zygomycosis) Clinical Presentation: History and Physical Examination". emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 28 May 2021. 
  24. ^ Lee, Scott (2001). BrainChip for Microbiology (dalam bahasa Inggris). Blackwell Science. hlm. 70. ISBN 0-632-04568-X. 
  25. ^ a b c "Mucormycosis: MedlinePlus Medical Encyclopedia". medlineplus.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-07-24. 
  26. ^ Lewis, Russell E; Kontoyiannis, Dimitrios P (September 2013). "Epidemiology and treatment of mucormycosis". Future Microbiology. 8 (9): 1163–1175. doi:10.2217/fmb.13.78. ISSN 1746-0913. PMID 24020743. 
  27. ^ Spellberg, Brad; Edwards, John; Ibrahim, Ashraf (2005). "Novel Perspectives on Mucormycosis: Pathophysiology, Presentation, and Management". Clinical Microbiology Reviews. 18 (3): 556–569. doi:10.1128/cmr.18.3.556-569.2005. ISSN 0893-8512. PMC 1195964alt=Dapat diakses gratis. PMID 16020690. 
  28. ^ Lee, Soo Chan; Idmurm, Alexander (2018). "8. Fingal sex: The Mucoromycota". Dalam Heitman, Joseph; Howlett, Barbara J.; Crous, Pedro W.; Stukenbrock, Eva H.; James, Timothy Yong; Gow, Neil A. R. The Fungal Kingdom (dalam bahasa Inggris). Wiley. hlm. 177–192. ISBN 978-1-55581-958-3. 
  29. ^ Martínez-Herrera, Erick; Frías-De-León, María Guadalupe; Julián-Castrejón, Angélica; Cruz-Benítez, Luis; Xicohtencatl-Cortes, Juan; Hernández-Castro, Rigoberto (2020-08-18). "Rhino-orbital mucormycosis due to Apophysomyces ossiformis in a patient with diabetes mellitus: a case report". BMC Infectious Diseases. 20 (1): 614. doi:10.1186/s12879-020-05337-4. ISSN 1471-2334. PMC 7437167alt=Dapat diakses gratis. PMID 32811466. 
  30. ^ a b c d e f g h "Mucormycosis (Zygomycosis): Background, Etiology and Pathophysiology, Epidemiology". 2021-07-06. 
  31. ^ a b c "For Healthcare Professionals | Mucormycosis | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2020-06-17. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  32. ^ a b "Mucormycosis: The 'black fungus' maiming Covid patients in India". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2021-05-09. Diakses tanggal 2021-07-24. 
  33. ^ Koehler, Philipp; Bassetti, Matteo; Chakrabarti, Arunaloke; Chen, Sharon C A; Colombo, Arnaldo Lopes; Hoenigl, Martin; Klimko, Nikolay; Lass-Flörl, Cornelia; Oladele, Rita O (December 2020). "Defining and managing COVID-19-associated pulmonary aspergillosis: the 2020 ECMM/ISHAM consensus criteria for research and clinical guidance". The Lancet Infectious Diseases. 21 (6): e149–e162. doi:10.1016/s1473-3099(20)30847-1. ISSN 1473-3099. PMC 7833078alt=Dapat diakses gratis. PMID 33333012 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  34. ^ a b Prakash, Hariprasath; Chakrabarti, Arunaloke (2019-03-21). "Global Epidemiology of Mucormycosis". Journal of Fungi. 5 (1). doi:10.3390/jof5010026. ISSN 2309-608X. PMC 6462913alt=Dapat diakses gratis. PMID 30901907. 
  35. ^ a b c d e f g "Mucormycosis (Zygomycosis) Workup: Approach Considerations, Laboratory Tests, Radiologic Studies". emedicine.medscape.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-07-24. 
  36. ^ McDonald, Philip J. "Mucormycosis (Zygomycosis) Workup: Approach Considerations, Laboratory Tests, Radiologic Studies". emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 25 May 2021. 
  37. ^ "Diagnosis and Testing of Mucormycosis | Mucormycosis | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 14 January 2021. 
  38. ^ a b c Sen, Mrittika; Honavar, Santosh G.; Sharma, Namrata; Sachdev, Mahipal S. (2021-03). "COVID-19 and Eye: A Review of Ophthalmic Manifestations of COVID-19". Indian Journal of Ophthalmology. 69 (3): 488–509. doi:10.4103/ijo.IJO_297_21. ISSN 1998-3689. PMC 7942063alt=Dapat diakses gratis. PMID 33595463 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  39. ^ "Details - Public Health Image Library(PHIL)". phil.cdc.gov. Diakses tanggal 26 May 2021. 
  40. ^ a b c Cornely, Oliver A.; Alastruey-Izquierdo, Ana; Arenz, Dorothee; Chen, Sharon C. A.; Dannaoui, Eric; Hochhegger, Bruno; Hoenigl, Martin; Jensen, Henrik E.; Lagrou, Katrien (2019-12). "Global guideline for the diagnosis and management of mucormycosis: an initiative of the European Confederation of Medical Mycology in cooperation with the Mycoses Study Group Education and Research Consortium". The Lancet. Infectious Diseases. 19 (12): e405–e421. doi:10.1016/S1473-3099(19)30312-3. ISSN 1474-4457. PMID 31699664. 
  41. ^ McDonald, Philip J . "Mucormycosis (Zygomycosis) Differential Diagnoses". emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 25 May 2021. 
  42. ^ BNF (edisi ke-80). BMJ Group and the Pharmaceutical Press. September 2020 – March 2021. hlm. 629-635. ISBN 978-0-85711-369-6. 
  43. ^ McDonald, Philip J. (10 September 2018). "What is the role of isavuconazole (Cresemba) in the treatment of mucormycosis (zygomycosis)?". www.medscape.com. Diakses tanggal 25 May 2021. 
  44. ^ Rebecca J. Frey. "Mucormycosis". Health A to Z. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 18, 2008. Diakses tanggal May 19, 2008. 
  45. ^ "Mucormycosis Statistics | Mucormycosis | Fungal Diseases | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 5 June 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 May 2021. Diakses tanggal 22 May 2021. 
  46. ^ Vallabhaneni, Snigdha; Mody, Rajal K.; Walker, Tiffany; Chiller, Tom (2016). "1. The global burden of fungal disease". Dalam Sobel, Jack; Ostrosky-Zeichner, Luis. Fungal Infections, An Issue of Infectious Disease Clinics of North America (dalam bahasa Inggris). Philadelphia: Elsevier. hlm. 5–12. ISBN 978-0-323-41649-8. 
  47. ^ Petrikkos, George; Skiada, Anna; Lortholary, Olivier; Roilides, Emmanuel; Walsh, Thomas J.; Kontoyiannis, Dimitrios P. (2012-02-01). "Epidemiology and Clinical Manifestations of Mucormycosis". Clinical Infectious Diseases. 54 (suppl_1): S23–S34. doi:10.1093/cid/cir866. ISSN 1537-6591. PMID 22247442. 
  48. ^ lan Schwartz, Arunaloke Chakrabarti (2 Jun 2021). "'Black fungus' is creating a whole other health emergency for Covid-stricken India". The Guardian. Diakses tanggal 3 June 2021. 
  49. ^ Delhi/Jaipur/LucknowMay 19, Dev Ankur Wadhawan Pankaj Jain Samarth Shrivastava Kumar Kunal New; May 19, 2021UPDATED; Ist, 2021 17:51. "Rajasthan declares black fungus an epidemic; cases pile up in several states | 10 points". India Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-05-20. 
  50. ^ "Black fungus in India: Concern over drug shortage as cases rise". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2021-05-19. Diakses tanggal 2021-07-08. 
  51. ^ a b c Yamin, Hasan S.; Alastal, Amro Y.; Bakri, Izzedin (2017-01). "Pulmonary Mucormycosis Over 130 Years: A Case Report and Literature Review". Turkish Thoracic Journal. 18 (1): 1–5. doi:10.5152/TurkThoracJ.2017.16033. ISSN 2148-7197. PMC 5783164alt=Dapat diakses gratis. PMID 29404149. 
  52. ^ Baker, Roger D. (9 March 1957). "MUCORMYCOSIS—A NEW DISEASE?". Journal of the American Medical Association. 163 (10): 805–808. doi:10.1001/jama.1957.02970450007003. ISSN 0002-9955. PMID 13405736. 
  53. ^ Meghanadh, Dr Koralla Raja (2021-05-15). "Mucormycosis / Black fungus in Post COVID patients". Medy Blog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-06-27. 
  54. ^ "'Cases of Black Fungus emerge across Pakistan'". The News International (dalam bahasa Inggris). 2021-05-12. 
  55. ^ "Focused COVID-19 Media Monitoring, Nepal (May 24, 2021)". ReliefWeb (dalam bahasa Inggris). 2021-05-24. 
  56. ^ "Bangladesh reports 1st death by black fungus". Anadolu Agency (dalam bahasa Inggris). 2021-05-25. 
  57. ^ "Russia Confirms Rare, Deadly 'Black Fungus' Infections Seen in India". The Moscow Times (dalam bahasa Inggris). 2021-05-17. 
  58. ^ "Paciente con COVID-19 se infectó con el "hongo negro"". EL PAÍS Uruguay (dalam bahasa Spanyol). 2021-05-25. 
  59. ^ "Confirman dos casos de "hongo negro" en Paraguay". RDN (dalam bahasa Spanyol). 2021-05-27. 
  60. ^ "Detectan primer caso de "hongo negro" en Chile en paciente con Covid-19: es el segundo reportado en Latinoamérica". El Mostrador (dalam bahasa Spanyol). 2021-05-28. 
  61. ^ "Mansoura University Hospital reports black fungus cases". Egypt Independent (dalam bahasa Inggris). 2021-05-28. 
  62. ^ "Coronavirus in Iran: Power outages, black fungus, and warnings of a fifth surge". Track Persia (dalam bahasa Inggris). 2021-05-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-29. Diakses tanggal 2021-07-23. 
  63. ^ "Casos suspeitos de fungo preto são investigados no Brasil; entenda". Catraca Livre (dalam bahasa Portugis). 2021-05-31. 
  64. ^ "Iraq detects five cases of the deadly "black fungus" among coronavirus patients". Globe Live Media (dalam bahasa Inggris). 2021-06-01. 
  65. ^ "Detectan en Edomex posible primer caso de hongo negro en México". Uno TV (dalam bahasa Spanyol). 2021-06-03. 
  66. ^ "Salud confirma primer caso de hongo negro en Honduras". Diario El Heraldo (dalam bahasa Spanyol). 2021-06-07. 
  67. ^ ""Hongo negro": advierten que hay que estar atentos a la coinfección fúngica en pacientes con covid". Clarín (dalam bahasa Spanyol). 2021-06-16. 
  68. ^ "'Black fungus' detected in 3 COVID-19 patients in Oman". Al Jazeera (dalam bahasa Inggris). 2021-06-15. 
  69. ^ {{cite web |title=Afghanistan finds deadly 'black fungus' in virus patients – latest updates|url=https://www.trtworld.com/life/afghanistan-finds-deadly-black-fungus-in-virus-patients-latest-updates-48039%7Cwork=[[TRT World]|website=TRT World|language=en|access-date=17 July 2021}}
  70. ^ Runwal, Priyanka (2021-05-14). "A rare black fungus is infecting many of India's COVID-19 patients—why?". National Geographic (dalam bahasa Inggris). 
  71. ^ "ICMR releases diagnosis and management guidelines for COVID-19-associated Mucormycosis". Firstpost. 2021-05-17. 
  72. ^ "India reports 40,854 cases of black fungus so far". Mint. Diakses tanggal 16 July 2021. 
  73. ^ "Delhi has more black fungus infections than active Covid-19 cases: Govt data". Mint. Diakses tanggal 16 July 2021. 
  74. ^ Fanfair, Robyn Neblett; et al. (July 29, 2011). "Notes from the Field: Fatal Fungal Soft-Tissue Infections After a Tornado – Joplin, Missouri, 2011". MMWR Weekly. 60 (29): 992. 
  75. ^ Neblett Fanfair, Robyn; Benedict, Kaitlin; Bos, John; Bennett, Sarah D.; Lo, Yi-Chun; Adebanjo, Tolu; Etienne, Kizee; Deak, Eszter; Derado, Gordana (6 December 2012). "Necrotizing cutaneous mucormycosis after a tornado in Joplin, Missouri, in 2011". The New England Journal of Medicine. 367 (23): 2214–2225. doi:10.1056/NEJMoa1204781. ISSN 1533-4406. PMID 23215557.  Parameter |dead-url=Engelthaler tidak valid (bantuan)
  76. ^ Catalanello, Rebecca (April 16, 2014). "Mother believes her newborn was the first to die from fungus at Children's Hospital in 2008". NOLA.com. 
  77. ^ "5 Children's Hospital patients died in 2008, 2009 after contact with deadly fungus". We acknowledge that Children's Hospital is Hospital A in an upcoming article in The Pediatric Infectious Disease Journal. The safety and well-being of our patients are our top priorities, so as soon as a problem was suspected, the State Health Department and CDC were notified and invited to assist in the investigation. The hospital was extremely aggressive in trying to isolate and then eliminate the source of the fungus. 
  78. ^ Sundermann, Alexander; et al. (2018). "How Clean Is the Linen at My Hospital? The Mucorales on Unclean Linen Discovery Study of Large United States Transplant and Cancer Centers". Clinical Infectious Diseases. 68 (5): 850–853. doi:10.1093/cid/ciy669. PMC 6765054alt=Dapat diakses gratis. PMID 30299481. 
  79. ^ a b Seyedmousavi, Seyedmojtaba; Bosco, Sandra de M G; de Hoog, Sybren; Ebel, Frank; Elad, Daniel; Gomes, Renata R; Jacobsen, Ilse D; Jensen, Henrik E; Martel, An (1 April 2018). "Fungal infections in animals: a patchwork of different situations". Medical Mycology. 56 (suppl_1): S165–S187. doi:10.1093/mmy/myx104. ISSN 1369-3786. PMC 6251577alt=Dapat diakses gratis. PMID 29538732.  Parameter |dead-url=Wiederhold tidak valid (bantuan)