Lompat ke isi

Palereman Alas Ketangga Srigati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bagian Depan
Palereman Alas Ketangga Srigati

Palereman Alas Ketangga Srigati merupakan hutan seluas 4.846 meter persegi dan terdapat tempat istirahat Raja Prabu Brawijaya V. Ada juga yang mengatakan bahwa Alas Ketonggo Srigati juga digunakan sebagai tempat bertapa Raja Prabu Brawijaya V dan pengikutnya. Tempat ini dikenal juga dengan gerbang menuju alam gaib Gunung Lawu. Berbagai ritual juga dilakukan di tempat ini.[1]

Paleraman Alas Ketangga Srigati adalah hutan dengan luas 4.846 meter persegi. Berlokasi pada Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. atau lebih tepatnya 12 km ke arah selatan dari Kota Ngawi.

Di sekitar hutan ini, terdapat lebih dari 12 petilasan atau bekas tempat istirahat oleh orang orang terdahulu. Yang paling terkenal adalah Kali Tempur, sebuah sungai yang digunakan sebagai tempat meditasi. Kali ini adalah pertemuan dua aliran sungai dari Gunung Lawu yaitu Sungai Ketonggo dan Sungai Cangmalang.

Konon Katanya, Prabu Brawijaya V memilih tempat ini sebagai tempót peristirahatan setelat lari dari kejaran Kerajaan Majapahit. Prabu Brawijaya V juga beristirahat disini sebelum melanjutkan perjalanan menuju Gunung Lawu untuk memenuhi janjinya. terdapat juga banyak benda-benda peninggalan Prabu Brawijaya V di petilasan tersebut. Petilasan ini kemudian ditemukan oleh Sumo Darmojo, mantan kepala Desa Babadan, pada tahun 1963.

Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta, mendatangi petilasan ini pada tahun 1974. Lalu menyatakan barwa petilasan ini adalah bagian dari sejarah Majapahit dan diberi nama Pesanggrahan Agung Srigati. Pada tahun 1981, diperbagus lagi menjadi sebuah pendopo oleh Sumo Darmojo.

Nama Alas Ketangga Srigati juga memiliki filosofinya tersendiri. Alas sendiri artinya adalah hutan dalam Bahasa Jawa. Dan Ketangga berasal dari "Katon" dan "Onggo". Katon sendiri artinya terlihat, sedangkan Onggo artinya makhluk halus dan supranatural. Srigati sendiri diambil dari nama Priyagung, seorang begawan asal Hindia yang turun di tanah Jawa.

DI sekitar Pesanggrahan Agung Srigati, terdapat kain putih selambu atau Langse yang membalut pesanggrahan tersebut. Setiap tahunnya (Bulan Muharram atau Bulan Suro), warga setempat rutin mengadakan upacara ritual Ganti Langse atau Ganti Selambu, dimana warga setempat mengganti kain putih atau kain penutup Pesanggrahan Agung Srigati secara rutin tiap tahun. Dengan maksud sebagai pembersih diri masyarakat sekitar dari perbuatan buruk yang dilakukan dan juga sebagai rasa syukur atas pemberian Tuhan. Terdapat juga di sekitar Pesanggrahan beberapa pakaian, bekas dupa, dan sesajen yang ditaruh dalam takir terbuat dari daun pisang. Sesajen tersebut berisi bunga mawar, kemiri, telur ayam, gerih atau ikan asin, ikan teri, enjet, daun dadap serep, gula merah, kelapa diiris. Kemudian ada pula biji pinang, suruh dan gambir.[2]

Di sekitar Pesanggrahan terdapat objek-objek yang memiliki filosofinya tersendiri. Ada yang bermakna hubungan antara individu dengan sang pencipta dan juga ada yang menggambarkan perjalanan spiritual individu. Terdapat juga pesan-pesan yang mengundang ketertarikan warga dan wisatawan yang datang kemari. Selain hal-hal yang berbau mistis, tempat ini juga mengandung kebudayaan dan adat istiadat setempat.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ardyanti, Alwida, Hendrisa Rizqie Romandoni, Uun Unzila Mushofiroh, Zahra Aurista Setiono, Darmadi Darmadi (2022-06-17). "Mengulas Filosofi Alas Ketonggo Srigati (Petilasan Prabu Brawijaya V) di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi (Kajian Filosofi dan Nilai Budaya)". Innovative: Journal Of Social Science Research. 2 (1): 1–7. doi:10.31004 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  2. ^ Detikcom (2021-10-14). "Soal Alas Ketonggo Ngawi yang Dipercaya Gerbang Alam Gaib Gunung Lawu". Artikel.