Panaetius

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Panaetius
Panaetius, depicted as a medieval scholar in the Nuremberg Chronicle
Lahir185-180 SM
Rhodes
Meninggal110/09 SM
Athena
EraFilsafat Yunani
KawasanFilsafat Barat
AliranStoikisme
Minat utama
Etika
Memengaruhi

Panaetius (Yunani: Παναίτιος) dari Rhodes adalah filsuf, penulis, dan pewarta gagasan Stoa pada abad ke-2[1][2] Bersama muridnya, Posidonius, Panaetius dikelompokkan menjadi tokoh Stoa pertengahan yang berkarya setelah Stoa awal yang dipimpin oleh Zeno dari Citium, Cleanthes dari Assos, dan Chrysippus dari Soli.[1].[3] Panaetius tidak diragukan sebagai tokoh Stoa, namun dengan menggabungkan pemikiran Aristoteles dan Plato, ia dianggap sebagai orang yang eklektis[3]

Sejarah Hidup Ringkas[sunting | sunting sumber]

Panaetius belajar filsafat Stoa di Athena, kemudian pada tahun 146 SM pergi ke Roma dan memperkenalkan gagasan Stoikisme kepada orang awam di sana selama kurang lebih lima belas tahun.[1] Setelah itu, pada tahun 129 SM kembali ke Athena dan menjadi kepala sekolah di sana.[1] Ia adalah murid dari Diogenes dari Babilonia dan Antipater dari Tarsus di Athena.[3][4]

Sumbangan Pemikiran[sunting | sunting sumber]

Panaetius dianggap sebagai pemikir Stoa dalam bidang etika, ia memodifikasi dan membuat gagasan etika begitu original, yaitu dengan menekankan sisi praksis, tindakan bagi orang bijak.[3] Gagasan Panaetius yang lain dapat ditemukan dalam buku Cicero yang berjudul De Officiss, yaitu tentang sistem negara (state) yang ia sebut sebagai sebuah sistem terbaik kedua setelah sistem Stoa sendiri.[2][3] Selain itu, gagasannya juga terdapat dalam buku On Appropriate Actions, dan On Duties.[5] Sistem negara dengan hukum-hukumnya, menurut Panaetius penting untuk mengatur orang-orang yang belum mampu hidup dengan mempraktikkan sistem berpikir Stoa, yaitu bijak dan merdeka dalam hidup ketika melakukan hidup bajik dan menyelaraskan diri dengan keteraturan ilahi.[3] Panaetius menyadari bahwa setiap wilayah, setiap kondisi memiliki kebudayaan yang berbeda, sehingga menyamaratakan ide Stoa bagi semua orang tidak tepat.[1]

Pada pemikiran Stoa Awal, prinsip-prinsip filsafat dilandasi pada tiga elemen: logika, fisika, dan etika.[3] Dalam elemen logika, Panaetius kurang setuju dan menambahkan pada elemen logika dan fisika dengan sistem (hukum).[3] Menurutnya hidup berdasarkan keteraturan alam yang diyakini diatur oleh ilahi terlalu lemah untuk dijadikan sistem masyarakat.[3] Dalam hal ini, ia menolak gagasan astrologi sebagai dogma Stoa menjadi dasar etika bagi manusia yang berpikir.[3][5] Alasannya, misalnya pengetahuan tentang bintang-bintang yang diatur oleh ilahi terlalu jauh berjarak dari pemikiran manusia di bumi.[3] Pemikiran ini diperolehnya setelah ia hidup bersama orang-orang yang tidak berada dalam lingkungan para sophis (orang bijaksana).[3] Adanya emosi dan jiwa yang ada di dalam diri manusia menyebabkan manusia tidak bijaksana tidak boleh dianggap tidak bijaksana, karena setiap orang memiliki kemampuannya masing-masing.[3] Adanya relasi dengan manusia lain, adanya keinginan untuk memiliki, adanya rasa kasih sayang antara anak dan orang tua, menyebabkan manusia ingin belajar dan mengetahui kebenaran.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e (Inggris)Marcia L. Colish., The Stoic Tradition from Antiquity to the Early Middle Ages: Stoicism in Christian Latin Thought Through the Sixth Century, Leiden: Brill, 1990, Hal. 10-12
  2. ^ a b (Inggris) Andrew Roy Dyck., A Commentary on Cicero, De Officiis, Michigan: University of Michigan Press, 1996, Hal. 17-18
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m (Inggris)A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974, Hal. 114, 211-222
  4. ^ Tiziano Dorandi, Chapter 2: Chronology, in Algra et al. (1999) The Cambridge History of Hellenistic Philosophy, pages 41-2. Cambridge
  5. ^ a b c (Inggris) F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989, Hal. 123-129