Pandangan Kristen tentang Hades

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lazarus dan Si Hartawan, salah satu iluminasi di dalam naskah Codex Aureus Epternacensis

Menurut berbagai denominasi Kristen, Hades adalah "alam atau keadaan arwah",[1] diambil dari nama dewa pratala bangsa Yunani. Hades kerap dikaitkan dengan konsep Syeol Yahudi.

Dalam Alkitab[sunting | sunting sumber]

Perjanjian Lama[sunting | sunting sumber]

Di dalam Septuaginta (terjemahan kuno Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani), kata ᾅδης (hades) digunakan sebagai padanan bagi kata Ibrani שאול (syeol) di dalam hampir semua nas. Hanya tiga kata syeol yang tidak diterjemahkan menjadi hades, yakni kata syeol di dalam nas Ayub 24:19 (dipadankan dengan γῆ, ge, yang berarti "bumi" atau "tanah"[2]), nas Amsal 23:14 (dipadankan dengan θάνατος, tanatos, yang berarti "maut"[3]), dan nas Yehezkiel 32:21 (dipadankan dengan βόθρου, botrou,[4] atau λάκκος, lakos,[5] yang berarti "lubang".)[6][7]

Perjanjian Baru[sunting | sunting sumber]

3 Jalan menuju Keabadian, suatu peta alegoris kesenian rakyat berdasarkan Pintu Biblis dalam Matius 7:13-14 karya Georgin François tahun 1825.

Dalam Perjanjian Baru Yunani, frasa Ibrani "לא־תעזב נפשׁי לשׁאול" (Engkau tidak menyerahkan aku ke [Sheol]) dalam Mazmur 16:10 dikutip dalam Kisah 2:27 sebagai "οὐκ ἐγκαταλείψεις τὴν ψυχήν μου εἰς ᾅδου" (Engkau tidak menyerahkan aku kepada [Hades]).[a]

Dalam versi Textus Receptus Perjanjian Baru, yang menjadi dasar Alkitab Raja James (KJV) Inggris, kata "ᾅδης" (Hades) tampil 11 kali;[8] namun edisi-edisi kritis teks 1 Korintus 15:55 menggunakan "θάνατος" (maut/kematian) sebagai ganti "ᾅδης".[9] Kecuali dalam ayat 1 Korintus itu, KJV menerjemahkan "ᾅδης" sebagai "neraka". Terjemahan-terjemahan modern, yang hanya memuat 10 kasus penggunaan "ᾅδης" dalam Perjanjian Baru, pada umumnya mentransliterasi kata tersebut sebagai "Hades".

Kata "ᾅδης" biasanya dikaitkan dengan hukuman pada kehidupan setelah kematian. Contohnya yang terutama adalah perumpamaan dalam Injil Lukas mengenai Lazarus dan orang kaya, yang menuliskan bahwa orang kaya tersebut mendapati dirinya setelah wafat berada dalam Hades,[10] dan "sangat kesakitan dalam nyala api ini",[11] kontras dengan Lazarus yang dibawa oleh para malaikat ke "pangkuan Abraham",[12] yang digambarkan sebagai suatu keadaan yang nyaman.[13]

Kematian dan Hades berulang kali dikaitkan dalam Kitab Wahyu.[14] Kata "Hades" terlihat dalam janji Yesus kepada Petrus: "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan [Hades] tidak akan menguasainya",[15] dan dalam peringatan terhadap Kapernaum: "Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke [Hades]!"[16][b]

Kata "Hades" dalam penggunaan Kristen berbahasa Inggris[sunting | sunting sumber]

Dalam penggunaan bahasa Inggris, kata "Hades" pertama kali terlihat sekitar tahun 1600, sebagai suatu transliterasi dari kata Yunani "ᾅδης" pada Syahadat Para Rasul, "He descended into hell" ("Ia turun ke tempat penantian"), tempat menunggu (tempat "roh-roh yang di dalam penjara"; 1 Petrus 3:19) yang Yesus tegaskan sebagai tempat Ia pergi setelah Penyaliban. Oleh karena itu, dalam bahasa Inggris Lama dan Pertengahan dikenal sebagai "Harrowing of Hell", perlu dibedakan dengan apa yang lebih umum disebut sebagai "hell" ("neraka"), yaitu tempat ataupun keadaan jiwa-jiwa yang terkutuk pada akhirnya, kata tersebut ditransliterasikan dan diberi suatu makna yang berbeda.[1]

Perkembangan yang menjadikan "hell" digunakan hanya untuk mengartikan "neraka terkutuk" juga berpengaruh pada kata Latin "infernum" dan kata-kata yang bersesuaian dalam bahasa-bahasa turunan Latin, sebagaimana terjadi pada nama "Inferno" yang digunakan sebagai judul bagian pertama Divina Commedia karya Dante. Di sisi lain, bahasa Yunani tetap mempertahankan makna asli "ᾅδης" (Hades) dan menggunakan kata "κόλασις" (kolasis – secara harfiah, "hukuman"; lih. Matius 25:46, yang berbicara mengenai "[kolasis] yang kekal") untuk menyebut apa yang saat ini biasa dimaksudkan dengan hell ("neraka") dalam bahasa Inggris.

Ajaran Gereja[sunting | sunting sumber]

Arwah berada dalam keadaan sadar[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan gereja dan denominasi Kristen arus utama percaya akan beberapa bentuk eksistensi sadar setelah kematian tubuh.

Ortodoks Timur[sunting | sunting sumber]

Gereja Ortodoks Timur mengajarkan bahwa, "setelah jiwa meninggalkan tubuh, ia pergi menuju kediaman orang yang telah meninggal dunia (Hades). Terdapat pengecualian-pengecualian, misalnya Theotokos yang dibawa langsung ke surga oleh para malaikat. Sementara yang lainnya tetap dalam kondisi menunggu ini. Karena beberapa jiwa memperoleh suatu pengalaman akan kemuliaan yang akan dialaminya kelak dan yang lainnya mengalami rasa pendahuluan penderitaan mereka, keadaan menunggu ini dialami setelah "Penghakiman Khusus". Ketika Kristus datang kembali, jiwa bersatu kembali dengan tubuhnya yang telah dibangkitkan untuk dihakimi oleh Dia dalam Pengadilan Terakhir. "'Hamba yang baik dan setia' akan mendapat bagian dalam kehidupan kekal, yang tidak setia bersama dengan yang tidak percaya akan menghabiskan kekekalan dalam neraka. Dosa-dosa mereka dan ketidakpercayaan mereka akan menyiksa mereka dalam rupa api."[17]

Gereja dari Timur, Gereja Ortodoks Oriental, Gereja Ortodoks Timur, dan Gereja Katolik Roma, berpandangan bahwa suatu Penghakiman Universal yang terakhir akan dimaklumkan di hadapan semua umat manusia ketika jiwa dan tubuh dipersatukan kembali dalam kebangkitan orang mati. Mereka juga meyakini bahwa terdapat keadaan yang berbeda-beda dalam kediaman orang yang telah wafat, bahkan saat menantikan kebangkitan: "Jiwa-jiwa orang benar berada dalam keadaan istirahat dan terang, dengan suatu rasa pendahuluan kebahagiaan abadi, namun jiwa-jiwa orang fasik berada dalam suatu keadaan kebalikannya."[18]

Katolik Roma[sunting | sunting sumber]

Kata Latin infernus atau infernum (dunia bawah) mengindikasikan kediaman orang yang telah meninggal dunia dan digunakan sebagai padanan kata Yunani "ᾅδης" (hades). Kata itu terlihat dalam kedua dokumen yang dikutip di atas, dan secara lebih jelas menunjuk pada suatu keberadaan di bawah bumi daripada kata Yunani tersebut. Belakangan transliterasi kata Yunani "hades" tidak lagi digunakan dalam bahasa Latin dan "infernum" menjadi cara umum yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan tentang Hades. Kendati "infernus" biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai "hell" ("neraka"), namun kata tersebut tidak memiliki arti sempit sebagaimana yang digunakan kata Inggris (dan juga Indonesia) saat ini. Infernus tetap memiliki arti generik "kediaman orang yang telah meninggal dunia". Untuk arti sempit di zaman sekarang, digunakan istilah "infernum damnatorum" (neraka terkutuk) sebagaimana tercantum dalam pertanyaan 69, artikel 7 pada Suplemen dari Summa Theologica karya Thomas Aquinas, yang membedakan 5 keadaan atau kediaman arwah: surga, neraka terkutuk, limbo anak-anak, purgatorium, dan limbo para Bapa: "Jiwa terpisah dari tubuh dalam keadaan menerima yang baik ataupun yang buruk sesuai kepantasannya; sehingga, setelah wafat, jiwa berada dalam keadaan menerima penghargaan akhirnya ataupun dalam keadaan terhalang untuk menerimanya. Jika jiwa berada dalam keadaan menerima ganjaran akhirnya, hal ini terjadi dalam dua cara: entah dalam hal baik, dan karenanya adalah surga; atau dalam hal jahat, dan dengan demikian dalam hal dosa sesungguhnya adalah neraka, dan dalam hal dosa asal adalah limbo anak-anak. Di sisi lain, jika berada dalam keadaan yang membuat ia terhalang dari menerima penghargaan akhir, baik dalam hal suatu kecacatan pribadi, dan karenanya kita memiliki purgatorium di mana jiwa-jiwa tertahan dari menerima penghargaan mereka akibat dosa-dosa yang mereka lakukan, atau juga dalam hal suatu kecacatan kodrat, dan karenanya kita memiliki limbo para Bapa, di mana para Bapa tertahan dari mendapatkan kemuliaan akibat rasa bersalah dalam kodrat manusianya yang belum dapat ditebus."[19]

Anglikan[sunting | sunting sumber]

Katekis Anglikan menyatakan bahwa "terdapat suatu keadaan peralihan antara kematian dan kebangkitan, di mana jiwa tidak tidur dalam ketidaksadaran, tetapi berada dalam kebahagiaan ataupun kesengsaraan sampai mengalami kebangkitan, saat [jiwa] akan bersatu kembali dengan tubuhnya dan menerima penghargaan akhirnya."[20] John Henry Hobart, seorang uskup Anglikan, menulis bahwa "Hades, atau tempat orang mati, direpresentasikan sebagai suatu penampung yang luas dengan pintu-pintu gerbang, lewat mana arwah masuk ke dalamnya."[21] Ruang ini dibagi menjadi Firdaus dan Gehenna, "namun dengan suatu jurang yang tak terseberangi di antara keduanya".[22] Jiwa-jiwa, dengan pengecualian para martir dan orang kudus, tetap berada dalam Hades sampai Penghakiman Terakhir dan "Orang-orang Kristen dapat juga bertumbuh dalam kekudusan setelah wafatnya pada saat keadaan madya sebelum penghakiman terakhir".[23][24] Oleh karena itu banyak umat Anglikan yang berdoa untuk arwah.[25]

Metodis[sunting | sunting sumber]

Dalam Gereja Metodis, "hades menandakan keadaan peralihan yang dialami jiwa-jiwa antara wafat dan kebangkitan universal," yang terbagi menjadi Firdaus (bagi orang benar) dan Gehenna (bagi orang fasik).[26][27] Setelah penghakiman umum, hades akan ditiadakan.[27] John Wesley, pendiri Methodisme, "membuat suatu perbedaan antara neraka (penampungan mereka yang terkutuk) dan hades (penampungan semua roh yang terpisah), serta juga antara firdaus (ruang pendahulu surga) dan surga itu sendiri."[28][29] Arwah tetap berada dalam Hades "sampai Hari Penghakiman saat kita semua akan dibangkitkan secara badani dan berdiri di hadapan Kristus sebagai Hakim kita. Setelah Penghakiman, orang benar akan menerima penghargaan abadi mereka di Surga dan yang terkutuk akan bertolak ke Neraka (lih. Kejadian 25)."[30]

Reformed[sunting | sunting sumber]

Yohanes Calvin memegang pandangan bahwa keadaan antara merupakan keadaan dalam kesadaran, dan orang fasik menderita dalam neraka.

Arwah berada dalam keadaan tidak sadar[sunting | sunting sumber]

Beberapa kelompok Kristen percaya akan mortalisme Kristen atau "tidur jiwa", dan akan penghakiman umum ("Pengadilan Terakhir") saja. Denominasi-denominasi yang menganggap bahwa arwah berada dalam keadaan antara tanpa kesadaran misalnya kaum Unitarian awal, Universalis Kristen, Kristadelfian, Advent Hari Ketujuh,[31] dan Saksi-Saksi Yehuwa.[32] Kelompok-kelompok tersebut juga meyakini bahwa Kristus sendiri wafat, tidak sadarkan diri, dan "tertidur" selama berada di kubur-Nya.

Terdapat keragaman pandangan dari kalangan Lutheran dan Anglikan. Martin Luther menganggap Hades sebagai suatu tempat tidur:

Cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa jiwa-jiwa tidak meninggalkan tubuh mereka untuk diancam oleh siksaan-siksaan dan hukuman-hukuman neraka, tetapi memasuki suatu kamar tidur yang telah disiapkan di mana mereka tidur dalam kedamaian.[33]

Gereja Inggris memiliki berbagai pandangan mengenai keadaan kemangkatan. Beberapa kalangan, misalnya N. T. Wright, mengemukakan suatu pandangan tentang kubur yang memandang Hades sebagai suatu tempat di mana arwah tertidur, dan E. W. Bullinger berargumen tentang terhentinya jiwa antara wafatnya dan kebangkitan.[34]

Beberapa kalangan Kristen percaya akan mortalitas jiwa ("mortalisme Kristen" atau "tidur jiwa") dan penghakiman umum ("Pengadilan Terakhir") saja. Pandangan tersebut dipegang oleh beberapa penganut Anglikan seperti E. W. Bullinger.[35] Pendukung-pendukung konsep mortalitas jiwa, dan penghakiman umum, seperti kalangan Kristen Advent, Saksi-Saksi Yehuwa, Kristadelfian, dan Universalis Kristen, berpendapat bahwa cerita mengenai orang kaya dan Lazarus adalah suatu perumpamaan yang menggunakan kerangka pandangan Yahudi akan Pangkuan Abraham, bermakna metaforis dan bukan ajaran definif mengenai keadaan antara karena beberapa alasan. Mereka menafsirkan Wahyu 20:13-14 dengan arti, setelah dikosongkan dari arwah-arwah, Hades dan kematian akan dilemparkan ke dalam lautan api.

Pandangan beberapa penulis abad ke-3 awal[sunting | sunting sumber]

Tertulianus (c. 160 – c. 225), membuat pengecualian hanya untuk para martir, berpendapat bahwa jiwa-jiwa orang yang telah wafat turun ke bawah bumi, dan akan naik ke langit (surga) hanya pada saat dunia ini berakhir: "Kamu harus mengandaikan Hades sebagai suatu daerah di bawah permukaan bumi, dan menjauhlah dari mereka yang terlalu bangga meyakini kalau jiwa-jiwa orang beriman layak mendiami suatu tempat di daerah-daerah yang lebih rendah … Memang, bagaimana jiwa akan sampai ke surga, tempat Kristus duduk di sebelah kanan Bapa, ketika sangkakala sang malaikat agung masih belum terdengar sesuai perintah Allah, — ketika mereka yang menantikan kedatangan Tuhan masih ditemukan di bumi, belum tahu kapan menemui-Nya pada waktu kedatangan-Nya, bersama dengan yang wafat dalam Kristus, siapa yang akan pertama kali bangkit? … Kunci satu-satunya untuk membuka Firdaus adalah darah kehidupan kamu sendiri."[36]

Dalam suatu fragmen yang juga diberi judul "Melawan Plato" atau "De Universo" (lih. Diskursus Yosefus untuk Orang Yunani mengenai Hades), yang dikaitkan dengan Hippolitus dari Roma (c. 170 – c. 236), tertulis: "Dan ini merupakan bagian mengenai setan-setan. Namun sekarang kita harus berbicara tentang Hades, di mana jiwa-jiwa baik yang dibenarkan maupun yang tidak dibenarkan tertahan. Hades adalah suatu kediaman dalam sistem yang dibuat, sederhana, suatu lokalitas di bawah bumi, di mana terang dunia tidak bersinar; dan karena matahari tidak bersinar dalam lokalitas ini, tentunya terdapat kegelapan abadi di sana. Lokalitas yang telah ditetapkan sedemikian itu merupakan suatu rumah-jaga bagi jiwa-jiwa, di mana malaikat-malaikat ditempatkan sebagai para penjaga, menyalurkan sesuai perbuatan masing-masing orang hukuman-hukuman sementara atas akhlak-akhlak. Dan dalam lokalitas ini terdapat suatu tempat tertentu yang ditetapkan terpisah dengan sendirinya, suatu lautan api yang tak terpadamkan, yang kita kira belum ada seorang pun yang pernah terlempar ke dalamnya; karena itu disiapkan untuk hari yang ditentukan oleh Allah, di mana satu kalimat penghakiman yang benar akan diterapkan secara adil kepada semua orang. Dan orang yang tidak dibenarkan, serta mereka yang percaya kepada yang bukan Allah, yang menghormati sebagai Allah karya-karya sia-sia tangan manusia, bentukan berhala, akan dihukum dengan hukuman tanpa akhir ini. Tetapi orang yang dibenarkan akan memperoleh kerajaan yang tidak dapat binasa dan tidak akan suram, yang memang masih tertahan dalam Hades, namun tidak dalam kediaman yang sama dengan orang yang tidak dibenarkan."

Dalam studi yang dilakukannya, "Hades Hippolitus atau Tartarus Tertulianus? Kepenulisan Fragmen De Universo", C. E. Hill berpendapat bahwa penggambaran keadaan antara dari orang yang dibenarkan yang terurai dalam teks tersebut berbeda secara radikal dengan yang ditemukan dalam karya-karya otentik Hippolitus dan semestinya ditulis oleh Tertulianus.[37]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB) berbahasa Indonesia, Sheol atau Hades diterjemahkan sebagai "dunia orang mati".
  2. ^ Dalam Alkitab TB, selain diterjemahkan sebagai "dunia orang mati", Hades juga diterjemahkan sebagai "alam maut".

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Oxford Dictionary of the Christian Church (Oxford University Press 2005 ISBN 978-0-19-280290-3): Hades
  2. ^ "G1093 - gē - Strong's Greek Lexicon (KJV)". Blue Letter Bible (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  3. ^ "G2288 - thanatos - Strong's Greek Lexicon (KJV)". Blue Letter Bible (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  4. ^ "Yechezkel (Ezekiel) 32 :: Septuagint (LXX)". Blue Letter Bible (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-15. 
  5. ^ Interlinear Greek English Septuagint Old Testament (LXX) (dalam bahasa English). 
  6. ^ "βόθρος". en.wiktionary.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  7. ^ "λάκκος". en.wiktionary.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  8. ^ "Blue Letter Bible. "Dictionary and Word Search for hadēs (Strong's 86)"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-04-14. Diakses tanggal 2016-10-12. 
  9. ^ Greek New Testament Diarsipkan 2008-11-08 di Wayback Machine.; cf. The International Standard Bible Encyclopedia, Vol. II:1314–1315 (1915)
  10. ^ Lukas 16:23
  11. ^ Lukas 16:24
  12. ^ Lukas 16:22
  13. ^ Lukas 16:25-31
  14. ^ Wahyu 1:18, 6:8, 20:13–14
  15. ^ Matius 16:18
  16. ^ Matius 11:23; Lukas 10:15
  17. ^ Michael Azkoul What Are the Differences Between Orthodoxy and Roman Catholicism? Diarsipkan 2004-06-03 di Wayback Machine.
  18. ^ The Longer Catechism of the Orthodox, Catholic, Eastern Church, 372
  19. ^ Question 69. Matters concerning the resurrection, and first of the place where souls are after death
  20. ^ Holden, George (1855). The Anglican Catechist: Manual of Instruction Preparatory to Confirmation. London: Joseph Masters. hlm. 40. We are further taught by it that there is an intermediate state between death and the resurrection, in which the soul does not sleep in unconsciousness, but exists in happiness or misery till the resurrection, when it shall be reunited to the body and receive its final reward. 
  21. ^ Hobart, John Henry (1825). The State of the Departed. New York: T. and J. Swords. hlm. 32. Diakses tanggal 10 April 2014. 
  22. ^ Cook, Joseph (1883). Advanced thought in Europe, Asia, Australia, &c. London: Richard D. Dickinson. hlm. 41. Anglican orthodoxy, without protest, has allowed high authorities to teach that there is an intermediate state, Hades, including both Gehenna and Paradise, but with an impassable gulf between the two. 
  23. ^ Shields, Charles (2009-05-01). Philosophia Ultima. Applewood Books. hlm. 184. ISBN 9781429019644. Some Anglican divines, from like premises, have surmised that Christians may also improve in holiness after death during the middle state before the final judgment. 
  24. ^ Jonathan, Fr. (5 September 2012). "Either the Saints Are Alive or Jesus is Dead". The Conciliar Anglican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 10 April 2014. His Majesty venerates the blessed Martyrs and other saints now reigning with Christ, Who is the head of the triumphant and of the militant Church, and he does not doubt that they assiduously pray for the necessities of the Church, and firmly believes that their prayers are not useless. 
  25. ^ Copland, Alexander (1833). The State of the Soul After Death. London: Smith, Elder, & Co. hlm. 311. The oldest, and one of the most learned divines of the Episcopal Communion in Scotland of the present day-Bishop Jolly-insists "That a species of prayer for the dead was of the highest, even Apostolic antiquity, cannot be denied."-"Till Christ's second coming," he adds, "the souls of the faithful, although in the hour of death transported to joy and felicity inexpressible, are, however, in a state of progression, waiting and longing, but in divine tranquility, for redemption of their bodies by the resurrection in the day of judgment." 
  26. ^ Withington, John Swann (1878). The United Methodist Free Churches' Magazine. London: Thomas Newton. hlm. 685. The country is called Hades. That portion of it which is occupied by the good is called Paradise, and that province which is occupied by the wicked is called Gehenna. 
  27. ^ a b Smithson, William T. (1859). The Methodist Pulpit. H. Polkinhornprinter. hlm. 363. Diakses tanggal 10 April 2014. Besides, continues our critical authority, we have another clear proof from the New Testament, that hades denotes the intermediate state of souls between death and the general resurrection. In Revelations (xx, 14) we read that death and hades-by our translators rendered hell, as usual-shall, immediately after the general judgment, "be cast into the lake of fire: this is the second death." In other words, the death which consists in the separation of soul and body, and the receptacle of disembodied spirits shall be no more. Hades shall be emptied, death abolished. 
  28. ^ Jr., Charles Yrigoyen; Warrick, Susan E. (16 March 2005). Historical Dictionary of Methodism. Scarecrow Press. hlm. 107. ISBN 9780810865464. Considering the question of death and the intermediate state, John Wesley affirmed the immortality of the soul (as well as the future resurrection of the body), denied the reality of purgatory, and made a distinction between hell (the receptacle of the damned) and hades (the receptacle of all separate spirits), and also between paradise (the antechamber of heaven) and heaven itself. 
  29. ^ Karen B. Westerfield Tucker (8 March 2001). American Methodist Worship. Oxford University Press. hlm. 202. ISBN 9780198029267. Diakses tanggal 10 April 2014. Decisions made during life were therefore inseparably connected to what came after life. Upon death, according to Wesley, the souls of the deceased would enter an intermediate, penultimate state in which they would remain until reunited with the body at the resurrection of the dead. In that state variously identified as "the ante-chamber of heaven," "Abraham's bosom," and "paradise". 
  30. ^ Swartz, Alan (20 April 2009). United Methodists and the Last Days. Hermeneutic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-11. Diakses tanggal 2016-10-12. Wesley believed that when we die we will go to an Intermediate State (Paradise for the Righteous and Hades for the Accursed). We will remain there until the Day of Judgment when we will all be bodily resurrected and stand before Christ as our Judge. After the Judgment, the Righteous will go to their eternal reward in Heaven and the Accursed will depart to Hell (see Matthew 25). 
  31. ^ Fundamental Belief # 26 of the Seventh-day Adventist Church states "The wages of sin is death. But God, who alone is immortal, will grant eternal life to His redeemed. Until that day death is an unconscious state for all people. When Christ, who is our life, appears, the resurrected righteous and the living righteous will be glorified and caught up to meet their Lord. The second resurrection, the resurrection of the unrighteous, will take place a thousand years later. (Rom. 6:23; 1 Tim. 6:15, 16; Eccl. 9:5, 6; Ps. 146:3, 4; John 11:11-14; Col. 3:4; 1 Cor. 15:51-54; 1 Thess. 4:13-17; John 5:28, 29; Rev. 20:1-10.)" >Fundamental Belief # 26 of the Seventh-day Adventist Church
  32. ^ "The dead are conscious of nothing." Bible Teachings-What Happens When You Die?, Official Website of Jehovah's Witnesses
  33. ^ Weimarer Ausgabe 43, 360, 21-23 (to Genesis 25,7-10): also Exegetica opera latina Vol 5-6 1833 p120; "Sufficit igitur nobis haec cognitio, non egredi animas ex corporibus in periculum cruciatum et paenarum inferni, sed esse eis paratum cubiculum, in quo dormiant in pace."
  34. ^ E.W. Bullinger on Luke 16:19-31
  35. ^ E.W. Bullinger on Luke 16:19-31
  36. ^ A Treatise on the Soul, chapter 55
  37. ^ Vigiliae Christianae, Vol. 43, No. 2 (Jun., 1989), pp. 105-126

Pranala luar[sunting | sunting sumber]