Paradoks nilai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Berlian air.

Paradoks nilai (juga dikenal sebagai paradoks berlian-air) adalah kontradiksi jelas bahwa meski air lebih berguna untuk bertahan hidup ketimbang berlian, berlian memiliki harga yang lebih tinggi di pasaran. Filsuf Adam Smith sering dianggap sebagai pencetus klasik paradoks ini. Nicolaus Copernicus,[1] John Locke, John Law[2] dan lain-lain sebelumnya pernah mencoba menjelaskan kesenjangan ini.

Teori nilai kerja[sunting | sunting sumber]

Dalam An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations karya Adam Smith, ia menjelaskan konsep nilai guna dan nilai tukar, dan memberitahu perbedaannya:

Aku akan menjelaskan peraturan apa saja yang secara alamiah dipatuhi manusia saat menukarkan [barang] dengan uang atau [barang] yang lain. Peraturan-peraturan ini menentukan suatu hal yang disebut nilai relatif atau nilai tukar barang. Kata NILAI memiliki dua arti yang berbeda, dan kadang menjelaskan kegunaan suatu benda, dan kadang menjelaskan kekuatan membeli barang lain yang dimiliki oleh kepemilikan barang tersebut. Penjelasan pertama bisa disebut "nilai guna"; satu lagi "nilai tukar". Hal-hal yang memiliki nilai guna terbesar memiliki nilai tukar yang sedikit atau tidak ada sama sekali; sebaliknya, hal-hal yang memiliki nilai tukar terbesar memiliki nilai guna yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Tidak ada yang lebih berguna daripada air: tetapi air tidak bisa membeli segalanya; tidak ada yang bisa ditukarkan dengan air. Berlian, sebaliknya, tidak memiliki nilai guna; tetapi banyak sekali barang lain yang bisa ditukarkan dengannya.[3]

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa nilai tukar ditentukan oleh kerja keras:

Nilai sejati dari segalanya, apa yang benar-benar membuat manusia mau berkorban untuk mendapatkannya, adalah kerja keras dan kesulitan dalam mendapatkannya.[4]

Meski begitu, Smith menolak adanya hubungan antara harga dan kegunaan. Harga dalam pandangannya terkait dengan faktor produksi (terutama tenaga kerja) dan bukan sudut pandang konsumen.[5] Pendukung teori nilai kerja menganggap hal tersebut sebagai solusi paradoks nilai.

Teori nilai kerja sudah tidak populer lagi dalam ekonomi arus utama dan sudah digantikan oleh teori kegunaan marjinal.

Marjinalisme[sunting | sunting sumber]

Pada tingkat konsumsi terendah, air memiliki kegunaan marjinal yang lebih tinggi daripada berlian dan lebih berharga. Manusia biasanya mengonsumsi air pada tingkat konsumsi yang lebih tinggi ketimbang berlian, sehingga kegunaan marjinal dan harga air lebih rendah daripada berlian.

Teori kegunaan marginal yang didasarkan pada teori nilai subjektif menyatakan bahwa harga suatu objek yang diperdagangkan di pasar tidak ditentukan oleh seberapa banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses produksinya (seperti dalam teori nilai kerja) maupun seberapa bergunanya barang tersebut secara keseluruhan (kegunaan total). Justru harganya ditentukan oleh kegunaan marjinalnya. Kegunaan marginal suatu barang berasal dari manfaatnya yang paling penting bagi seseorang. Jadi, jika orang tersebut memiliki sebuah barang, ia akan memakainya untuk memuaskan kebutuhan atau keinginannya, yaitu yang memiliki prioritas tertinggi. Eugen von Böhm-Bawerk mencontohkan seorang petani yang memiliki lima karung gandum.[6] Dengan karung pertama, ia akan membuat roti untuk bertahan hidup. Dengan karung kedua, ia akan membuat roti lagi supaya tenaganya bertambah untuk bekerja. Dengan karung selanjutnya, ia akan memberi makan ternaknya. Karung selanjutnya dipakai untuk membuat wiski dan karung terakhir untuk memberi makan merpati. Jika salah satu karung dicuri, ia tidak akan mengurangi aktivitas tersebut menjadi seperlimanya. Ia justru akan berhenti memberi makan merpati. Jadi nilai karung gandum kelima setara dengan kepuasan yang ia dapatkan dari memberi makan merpati. Jika ia menjual karung tersebut dan mengabaikan merpati, kegunaan yang paling kurang produktif dari karung yang tersisa adalah membuat wiski, jadi nilai karung gandum keempat setara dengan nilai wiskinya. Jika ia kehilangan empat karung gandum ia akan makan lebih sedikit; inilah kegunaan paling produktif dari gandum yang dimilikinya. Karung gandum terakhir ini setara dengan nilai nyawanya.

Dalam menjelaskan paradoks berlian-air, para marginalis menjelaskan bahwa yang penting bukanlah kegunaan total berlian atau airnya, tetapi kegunaan setiap unit air atau berliannya. Benar sekali bahwa kegunaan air bagi manusia sangat besar, karena berfungsi membantu manusia bertahan hidup. Tetapi, karena air di Bumi ini sangat banyak, kegunaan marginal air menjadi rendah. Dengan kata lain, setiap unit air yang semakin bertambah dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan yang semakin berkurang kepentingannya, karena kebutuhan yang sangat vital sudah terpenuhi. Oleh karena itu, unit air apapun menjadi tidak bernilai bagi manusia seiring meningkatnya persediaan air. Di sisi lain, berlian memiliki persediaan yang jauh lebih rendah. Jumlah berlian begitu sedikit sampai-sampai kegunaan sebongkah berlian lebih besar daripaga kegunaan segelas air (yang sangat berlimpah). Karena itu berlian bernilai lebih tinggi bagi manusia. Orang-orang yang ingin memiliki berlian mau membayar harga yang lebih tinggi untuk sebongkah berlian alih-alih segelas air, dan penjual berlian meminta harga yang lebih tinggi bagi sebongkah berlian ketimbang segelas air.

Kritik[sunting | sunting sumber]

George Stigler berpendapat paradoks Smith tidak sempurna, karena memakai perbandingan antara barang-barang heterogen, dan perbandingan semacam itu membutuhkan konsep kegunaan pendapatan marginal. Karena konsep ini belum dikenal pada zamannya Smith, nilai guna dan nilai tukar bisa dianggap tidak berarti lagi:

Paradoks—bahwa nilai tukar bisa saja melebihi atau jauh di bawah nilai guna—sesungguhnya pernyataan yang tidak bermakna, karena Smith tidak punya dasar (tidak punya konsep kegunaan pendapatan marjinal atau harga kegunaan marjinal) untuk membanding-bandingkan kedua barang heterogen seperti itu. Jika ditafsirkan secara masuk akal, pernyataan Smith bahwa nilai guna bisa saja lebih sedikit daripada nilai tukar jelas-jelas merupakan pernyataan moral yang tidak dipedulikan oleh para pemilik berlian. Untuk menghindari ketakterbandingan (incomparability) uang dan kegunaan, seseorang mungkin menafsirkan kalimat Smith berarti rasio nilai kedua komoditas tidak setara dengan rasio total kegunaannya. Atau, secara alternatif, rasio harga kedua komoditas tidak setara dengan rasio total kegunaannya; tetapi hal ini juga memerlukan pemilihan satuan yang tidak lazim: Berapa jumlah berlian yang diperlukan agar harganya bisa setara dengan harga satu galon air?

George Stigler, The development of Utility Theory. I [7]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Gordon, Scott (1991). "Chapter 7: The Scottish Enlightenment of the eighteenth century". History and Philosophy of Social Science: An Introduction. Routledge. hlm. 141. ISBN 0-415-09670-7. This 'paradox of value', as it was called, was frequently noted before Adam Smith (for example, by Copernicus who wrote a bit on economic questions)... 
  2. ^ Blaug, Mark (1962). "Chapter 2: Adam Smith". Economic Theory in Retrospect. Cambridge University Press. hlm. 39. ISBN 0-521-57701-2. Moreover, such writers as Locke, Law and Harris had contrasted the value of water with that of diamonds... 
  3. ^ Smith, Adam (1776). "Of the Origin and Use of Money". An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Diakses tanggal April 2006. 
  4. ^ Smith, Adam (1776). "Book I, Chapter V Of the Real and Nominal Price of Commodities, or of their Price in Labour, and their Price in Money". An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Diakses tanggal July 2006. 
  5. ^ Dhamee, Yousuf(1996?), Adam Smith and the division of labour accessed 09/08/06
  6. ^ Böhm-Bawerk, Eugen von (1891). "Book III, Chapter IV: The Marginal Utility". The Positive Theory of Capital. Diakses tanggal 2006-06-20. A colonial farmer, whose log hut stands by itself in the primeval forest, far away from the busy haunts of men, has just harvested five sacks of corn... 
  7. ^ Stigler, George (1950). The development of Utility Theory. I. Journal of political economy 58(4), hlm. 308.