Lompat ke isi

Pasar Petisah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pasar Petisah merupakan salah satu pasar tradisional dan modern yang terbesar di Kota Medan. Banyak yang keliru menganggap pasar ini sebagai yang paling tua. Kenyataannya, pasar besar pertama di Medan adalah Pajak Ikan yang dibuka tahun 1886, disusul Pasar Hongkong pada tahun 1905. Keduanya masih ada hingga saat ini.

Pada tahun 1915, barulah dibuka Pasar Bundar, yang dinamai demikian karena bangunan utamanya memang berbentuk lingkaran di tempat tugu Guru Patimpus kini berada. Seiring perkembangan kota Medan, lokasi di pertemuan Jalan Gatot Subroto, Jalan Kapten Maulana Lubis, dan Jalan S Parman itu dirasa tidak lagi memadai. Itulah yang kemudian dipindah pada tahun 1970 ke lokasi Pasar Petisah seperti dikenal sekarang.

Uniknya, pasar ini merupakan gabungan pasar tradisional dan pertokoan modern. Selalu ramai dikunjungi oleh para pembeli, termasuk oleh para pelancong yang datang dari luar Kota Medan. Para pelancong tersebut biasanya membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang.

Di pasar yang bertingkat dua ini, para pengunjung dapat menemukan berbagai macam dagangan, mulai dari sayur-mayur, ikan asin, sampai busana dan perlengkapan elektronik. Barang-barang elektronik, pakaian jadi, dan furniture berada di lantai atas, sedangkan para penjual sayur dan buah-buahan berada di lantai bawah. Di pasar ini juga banyak yang menjual hasil kerajinan tangan khas Sumatera Utara seperti patung kayu, gelang, kalung, tas anyaman, cincin, dan tikar anyaman. Untuk kerajinan bordir dan kebaya menempati lokasi di lantai satu dan beberapa berada di luar pasar dekat tempat parkir, sehingga cukup mudah dijangkau. Para pengunjung yang ingin membeli kebaya, dapat langsung memilih beraneka model dan warna yang banyak tersedia. Dan jika ingin membuat kebaya yang didesain sendiri, di lokasi ini juga tersedia para penjahit yang siap membuatkan kebaya yang sesuai dengan keinginan pembeli.

Di samping itu, di pasar ini juga dijual berbagai manisan buah tanpa bahan pengawet, seperti manisan buah mangga, kedondong, salak, rambutan, dan jambu biji, sehingga merupakan tempat yang ideal bagi penikmat manisan. Hal yang menarik adalah di sekitar botol-botol manisan, banyak dihinggapi lebah madu, sebagai penanda manisnya buah manisan.

Salah satu keistimewaan pasar ini terletak pada lokasinya yang berada di pusat kota Medan, sehingga memudahkan bagi pelancong untuk menjangkaunya. Di samping itu, walaupun pasar ini terlihat besar seperti mal, setelah mengalami renovasi pada tahun 2000, tapi nuansa pasar tradisionalnya masih sangat terasa. Di pasar ini, kita akan menemukan para pedagang dan pembeli yang beradu kepiawaian dalam menawar barang-barang yang hendak dibeli. Kegiatan tawar-menawar harga tersebut, baik langsung atau tidak, menumbuhkan keakraban antara penjual dan pembeli. Kenyaman pembeli di pasar ini juga didukung pula oleh suasana pasar yang tertata rapi dan area parkir yang tidak begitu semrawut.

Keistimewaan lainnya adalah nuansa pasar yang tampak multikultural. Para penjualnya berasal dari beragam suku bangsa, seperti Tamil-India, Cina, Padang, Aceh, Batak, Jawa, dan Melayu. Mereka umumnya memperlihatkan keramahan kepada para pembeli, sehingga cepat akrab dengan orang yang baru dikenal. Situasi pasar yang demikian nyaman akan menjadi kenangan yang tak terlupakan, khususnya bagai orang-orang yang berasal dari luar Medan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. https://kumparan.com/dian-purba-1613537075150842416/pajak-sambu-medan-1wW5A0D1k12/1
  2. https://daerah.sindonews.com/berita/964901/151/petisah-kejayaan-petojo-isj-dan-pajak-bundar