Pembangunan manusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pembangunan manusia adalah gagasan-gagasan yang diperkenalkan oleh Amartya Sen dan Mahbub ul Haq pada abad ke-20 M. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak tahun 1990. Konsep dasar pada pembangunan manusia terdiri atas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Prinsip utamanya adalah kesetaraan gender dalam pemberian kebebasan yang bermartabat dan bernilai penting. Sementara komponen pembentuk pembangunan manusia meliputi produktivitas, pemerataan, keberlanjutan dan pemberdayaan.

Pembangunan manusia dapat dipandang dengan pendekatan berbasi kebutuhan ataupun pendekatan kapabilitas Sen. Tingkat keberhasilan pembangunan manusia ditinjau dari kemampuan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahannya sendiri. Salah satu metode pengukurannya menggunakan Indeks Pembangunan Manusia. Pembangunan positif memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Konsep pembangunan manusia pertama kali diperkenalkan oleh Amartya Sen dan Mahbub ul Haq dalam tulisan-tulisan mereka. Istilah "pembangunan manusia" kemudian dipopulerkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Laporan mengenai pembangunan manusia secara global untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1990. Ukuran pembangunan manusia kemudian dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut oleh Mahbub ul Haq.[1]

Konsep dan komponen dasar[sunting | sunting sumber]

Pembangunan manusia didasari oleh tiga konsep dasar yang berkaitan dengan pembangunan. Masing-masing yaitu kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan.[2] Ketiga konsep dasar ini oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa digunakan untuk mengukur kualitas pembangunan manusia secara rata-rata tiap tahunnya. Hasil pengukuran ini dibandingkan terhadap tiap negara anggota dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan disebut Indeks Pembangunan Manusia.[3]

Pembangunan manusia juga memiliki empat komponen dasar yang membentuknya. Masing-masing adalah produktivitas, pemerataan, keberlanjutan dan pemberdayaan. Semua komponen ini dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan politik dengan tetap mempertahankan strategi pembangunan lainnya. Komponen-komponen ini ditetapkan untuk memperluas pilihan-pilihan yang dapat ditetapkan oleh manusia.[4]

Prinsip[sunting | sunting sumber]

Prinsip utama dari pembangunan manusia adalah memberikan kesempatan bagi manusia untuk menentukan pilihan hidupnya. Kesempatan ini diberikan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Pembangunan manusia juga memiliki prinsip kesetaraan gender. Prinsip ini menyamaratakan antara laki-laki dan perempuan dalam pencapaian kualitas hidupnya. Pembangunan manusia juga menerapkan kebebasan dalam melangsungkan kehidupan dengan berharga secara terhormat.[5]

Pendekatan[sunting | sunting sumber]

Pembangunan manusia dapat dinilai dari dua pendekatan, yaitu pendekatan berbasis kebutuhan dan pendekatan kapabilitas Sen. Pendekatan berbasis kebutuhan mengutamakan kepada standar kelayakan kebutuhan dasar. Sementara pendekaran kapabilitas Sen mengutamakan peningkatan kemampuan dan potensi manusia. Pendekatan kedua merupakan hasil pemikiran dari Amartya Sen. Pendekatan berbasis kebutuhan menetapkan tujuan akhir pembangunan manusia adalah jaminan kebutuhan dasar yang layak bagi setiap orang. Setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup lebih panjang dengan lebih sehat melalui pemenuhan kebutuhan dasar secara layak. Melalui hal ini pula, setiap manusia memiliki tingkat pengetahuan yang memadai dan menjadikannya lebih produktif. Indikator yang digunakan dalam pendekatan berbasis kebutuhan adalah kebutuhan dasar secara layak. Kebutuhan ini antara lain meliputi kecukupan pangan, taraf kesehatan yang baik, tingkat pendidikan yang memadai serta perumahan yang layak huni. Sementara pendekatan kapabilitas Sen menetapkan tujuan akhir dari pembangunan manusia adalah perluasa kebebasan manusia.[6]

Tingkat keberhasilan[sunting | sunting sumber]

Tingkat keberhasilan pembangunan manusia dapat dinilai dalam skala kecil melalui tingkat penyelesaian masalah atas permasalahan yang paling mendasar di masyarakat. Beberapa permasalahan ini meliputi kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun penilaian ini tidak efektif karena tiap permasalah memiliki kemungkinan keberhasilan di beberapa aspek tertentu dan kegagalan dalam aspek lainnya.[7]

Pengukuran[sunting | sunting sumber]

Salah satu metode pengukuran untuk mengetahui tingkat pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia tidak mampu mengukur semua jenis aspek dalam pembangunan manusia. Namun mampu mengukur komponen dasar yang membentuk pembangunan manusia. Aspek yang mampu diukurnya adalah tingkat kesehatan, kualitas pendidikan dan akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi.[8]

Skala pengukuran yang digunakan dalam Indeks Pembangunan Manusia adalah 0–1. Skala nol merupakan tingkat terendah sementara skala sepuluh merupakan tingkat tertinggi.[9] Indeks Pembangunan Manusia hanya mengelompokkan tingkat pembangunan manusia di semua negara di dunia menjadi tiga. Nilai skala 0–0,4,99 dikategorikan dalam kelompok pembangunan manusia yang rendah. Kemudian nilai skala 0,50 sampai 0,799 dikategorikan dalam kelompok pembangunan manusia yang sedang. Lalu nilai skala 0,80 sampai 1,00 dikategorikan dalam kelompok pembangunan manusia yang tinggi.[10]

Peran[sunting | sunting sumber]

Pertumbuhan ekonomi[sunting | sunting sumber]

Pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi membentuk hubungan yang positif. Peningkatan pembangunan manusia akan berdampak kepada peningkatan keterampilan manusia. Peningkatan ini kemudian membantuk perkembangan bagi pembangunan ekonomi. Terjadinya pertumbuhan ekonomi kemudian meningkatkan pembangunan manusia dari segi peningkatan pendapatan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi tidak selalu meningkatkan pembangunan manusia.[11]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Safwadi, Irwan (2018). Transfer Fiskal Dana Otonomi Khusus, Konvergensi, dan Pembangunan Manusia. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 50. ISBN 978-602-5679-80-3. 
  2. ^ Jati, B. M. E., dan Pryambodo, T. K. (2015). Maya, ed. Kewirausahaan: Technopreneurship untuk Mahasiswa Ilmu-ilmu Eksakta. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta. hlm. 7. ISBN 978-979-29-5138-7. 
  3. ^ Junita, Audia (2020). "Menakar Kesiapan Pembangunan Manusia Indonesia Menuju Negara Maju". Prosiding WEBINAR Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan: “Strategi Dunia Usaha Menyikapi Status Indonesia Sebagai Negara Maju: Pra dan Pasca Covid-19”: 22. ISBN 978-623-94335-0-5. 
  4. ^ Suharto, Sugeng (2021). Separuh Jalan Pembangunan: Studi Evaluasi Kebijakan Pembangunan Kabupaten Kepahiang. Makassar: Penerbit Nas Media Pustaka. hlm. 40. ISBN 978-623-6093-74-0. 
  5. ^ Laporan Akhir Kajian Strategi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bengkayang (PDF). Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkayang. 2021. hlm. 117. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-08-05. Diakses tanggal 2022-12-01. 
  6. ^ Hasan, M., dan Azis, M. (2018). Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat (PDF) (edisi ke-2). CV. Nur Lina. hlm. 436. ISBN 978-602-51907-6-6. 
  7. ^ Marhaeni, H., Yati, S., dan Tribudhi M., B. (2008). Sumargo, Bagus, ed. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007 (PDF). Badan Pusat Statistik. hlm. 3. ISBN 978-979-724-998-4. 
  8. ^ Lie, D., dkk. (2022). Safrinal, ed. Indeks Pembangunan Manusia dengan Pertumbuhan Ekonomi. 2022: Penerbit CV. Azka Pustaka. hlm. 5. ISBN 978-623-5832-91-3. 
  9. ^ Daengs 2021, hlm. 207.
  10. ^ Daengs 2021, hlm. 207-208.
  11. ^ Damanhuri, D. S., dan Findi, M. (2014). Masalah dan Kebijakan: Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bogor: PT Penerbtit IPB Press. hlm. 130. ISBN 978-979-493-676-4. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]