Lompat ke isi

Pembicaraan Pengguna:Ngejaride

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Bagian baru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anda bayangkan aku berumur 53 tahun dengan badan gendut serta tinggiku hanya 100 Cm. Lebih konyol dari itu pun anda mengatakan aku Smekot, Satu Meter Kotor, tidak apa-apa. Oh...ya...ada tambahan tentang aku, agar lebih puas, aku punya penyakit bengek. Aku lebih menyukai sebutan penyakit itu bengek daripada asma, karena setiap kali bernapas selalu diiringi dengan suara ngeeek...ngeeek...ngeeek... Dari malam hujan angin tak berhenti hingga bekasnya terlihat pagi ini. Di halaman rumah ranting dan daun-daun pohon Jambu Air berserakan. Maaf aku bilang pagi ini padahal waktu sudah menunjukkan jam 11.15. Sebetulnya sebelum orang-orang berangkat kerja, aku sudah berdiri di depan jendela sambil menggambar gunung, sawah, dan pohon-pohon pisang di kacanya pakai tebalnya embun alam dan embun nafasku. Jorok ! Biarlah, siapa yang peduli ? Aku tidak usil kepada orang lain, apalagi mengejek. Apa dayaku ? Kalau mau bisa saja aku ambil contoh si Maman. Menurutku ia terlalu percaya diri, artinya tidak tahu diri. Sudah kulitnya hitam, pakai baju pemda kedodoran, gigi dibehel warna kuning jigong, rambut dicat kuning jagung...wah...seperti kotoran yang sudah berabad umurnya sedang baris di airsungai yang penuh sampah plastik di atas limbah kimia. Keterlaluan nggak aku mengatakan si Maman begitu ? Tidak ?! Wah...berarti anda tidak punya perasaan. Berarti anda sama sakitnya denganku. Bedanya aku punya penyakit nafas, anda punya penyakit hati. Tapi terus terang berat dua-duanya juga ringan dua-duanya. Berat karena penyakit-penyakit itu permanen sedangkan ringan karena dua-duanya perlu, perlu nafas dan perlu hati. Masih banyak orang yang harus aku ejek sebenarnya, tapi buat apa ? Memang ada manfaatnya mengejek orang ? Hanya orang-orang yang tidak mampu apa-apa yang bisa mengejek orang lain. Eeeee...sebentar, ada juga yang suka lewat rumah sambi memamerkan kemiskinannya, juga yang suka memamerkan kekayaannya. Tapi aku paling gedeg dan ingin muntah melihat si Ajum. Aku sering berfikir sedalam-dalamnya, apa salah dan dosa si Ajum hingga aku begitu membencinya ? Lukisan pemendangan dalam kaca jendela selalu kuhapus sebelum kutamatkan dan kuganbar lagi dengan pemandangan laut beserta perahu dan nelayannya. Itu pun cepat-cepat kuhapus, kugambar lagi dengan pesawat tempur. Kuhapus lagi. Kugambar lagi itik, bebek, kambing, dan anjing. Sengaja ku tarik nafak panjang-panjang, tapi tidak bisa. Napas bengekku pendek-pendek. Sudah tidak ada yang lewat lagi aku pun pergi ke tempat tidur, selonjoran. Sudah terbayang bahwa aku seperti ulat petai ? Pernah lihat cara jalannya ulat petai? Bayangkanlah sekehendak anda. Yang jelas aku berjanji mau minta maaf terhadap Ajum...ya Ajum Sutisna. Aku harus minta maaf. Ajum bukan saudaraku. Tidak ada pertalian darah dari nenekmoyangku. Lalu kenapa aku harus membencinya ? Apakah si Ajum waktu dalam kandungan ibunya ngidam minta yang jorok-jorok ? Misalnya minta pepes kotoran suaminya, atau minta juice otak monyet ?

Mulai diskusi dengan Ngejaride

Mulai diskusi baru