Lompat ke isi

Pengecualian bukti yang diperoleh di bawah penyiksaan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Waterboarding, salah satu bukti penyiksaan. Bukti yang diperoleh dengan metode penyiksaan sering kali tidak dapat diterima di berbagai negara dan yurisdiksi

Pernyataan yang diperoleh di bawah penyiksaan bukanlah bukti yang dapat diterima dalam proses pengadilan di banyak yurisdiksi.

Hukum internasional

[sunting | sunting sumber]

Pasal 15 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Penyiksaan tahun 1984 menetapkan bahwa:

Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa setiap pernyataan yang dibuat sebagai tindak lanjut dari tindak penyiksaan harus tidak digunakan sebagai bukti, kecuali terhadap orang yang dituduh melakukan tindak penyiksaan, sebagai bukti bahwa pernyataan itu telah dibuat.

Ketentuan serupa juga ditemukan dalam Pasal 10 Konvensi Inter-Amerika 1985 untuk Mencegah dan Menghukum Penyiksaan:

Tidak satu pun pernyataan yang didapat melalui penyiksaan dapat diterima sebagai bukti dalam suatu tindakan hukum, kecuali dalam suatu tindakan hukum yang diambil terhadap seseorang atau orang-orang yang dituduh karena telah memperolehnya melalui langkah-langkah penyiksaan, dan hanya sebagai bukti bahwa tertuduh memperoleh pernyataan tersebut dengan cara-cara semacam itu.

Ketentuan-ketentuan ini memiliki efek penghambatan ganda yaitu meniadakan kegunaan apapun dalam menggunakan penyiksaan dengan tujuan memperoleh pengakuan, serta menegaskan bahwa jika seseorang mendapatkan suatu pernyataan melalui penyiksaan, hal ini sendiri merupakan sebuah perbuatan pidana yang dapat diproses.[1] Alasannya adalah karena pengalaman menunjukkan bahwa di bawah siksaan, atau bahkan di bawah ancaman siksaan, seseorang akan mengatakan atau melakukan apa pun semata-mata untuk menghindari rasa sakit. Akibatnya, tidak ada cara untuk mengetahui apakah pernyataan yang dihasilkan benar atau tidak. Jika pengadilan bergantung pada bukti yang diperoleh dari penyiksaan terlepas dari validitasnya, pengadilan memberikan insentif bagi pejabat negara untuk memaksakan pengakuan, menciptakan ruang untuk penyiksaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.[2]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Louise Doswald-Beck (21 March 2011). Human Rights in Times of Conflict and Terrorism. Praeger; 1 edition. hlm. 220. ISBN 978-0-1995-7894-8. 
  2. ^ "Exclusion of evidence obtained through torture". Association for the Prevention of Torture. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2015. Diakses tanggal 7 February 2015.