Lompat ke isi

Pengguna:Dedhert.Jr/Hipotesis kontinum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam matematika, hipotesis kontinum, disingkat HK (dalam bahasa Inggris: continuum hypothesis, disingkat CH) merupakan sebuah hipotesis tentang ukuran yang dari himpunan takhingga. Ini menyatakan:

Tidak ada himpunan yang kekardinalan benar-benar di antara bilangan bulat dan bilangan riil.

Dalam teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilhan, ini setara dengan persamaan berikut dalam bilangan alef: .

Hipotesis kontinum diajukan oleh Georg Cantor pada tahun 1878,[1] dan membangun benar atau salahnya adalah yang pertama dari masalah 23 Hilbert disajikan pada tahun 1900. Jawabannya untuk masalah independen dari teorema himpunan Zermelo–Fraenkel, sehingga baik hipotesis kontinum atau negasinya bisa ditambahkan sebagai sebuah aksioma untuk teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan, dengan hasil teori telah konsisten jika dan hanya jika teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan konsisten. Kebebasan ini dibuktikan pada tahun 1963 oleh Paul Cohen, menyempurnakan kerja sebelumnya oleh Kurt Gödel pada tahun 1940.[2]

Nama dari hipotesisnya datang dari istilah kontinum untuk bilangan real.

Cantor percaya bahwa hipotesis kontinum menjadi benar dan selama bertahun-tahun mencoba dengan sia-sia untuk membuktikannya[3]. Ini menjadi pertama pada daftar David Hilbert mengenai pertanyaan terbuka yang penting, yang dipresentasikan di Kongres Internasional Matematikawan pada tahun 1900 di Paris. Teori himpunan aksiomatik di titik itu belum dirumuskan. Kurt Gödel membuktikan ada tahun 1940 bahwa negasi dari hipotesis kontinum, yaitu, keberadaan sebuah himpunan dengan kekardinalan antara, tidak dapat dibuktikan dalam teori himpunan standar. Dua setengah dari kebebasan hipotesis kontinum – yakni, ketidakprovabilitas dari ketiadaan sebuah himpunan ukuran antara – dibuktikan pada tahun 1964 oleh Paul Cohen.

Kekardinalan himpunan takhingga

[sunting | sunting sumber]

Dua himpunan dikatakan memiliki kekardinalan atau bilangan kardinal yang sama jika terdapat sebuah bijeksi (sebuah padanan satu ke satu) diantara mereka. Secara intuitif, untuk dua himpunan dan memiliki kekardinalan yang sama berarti bahwa ini mungkin untuk elemen "berpasangan" dengan elemen sedemikian rupa sehingga setiap elemen berpasangan dengan setidaknya elemen dan seterusnya. Karena itu, himpunan memiliki kekardinalan yang sama sebagai .

Dengan himpunan takhingga seperti himpunan bilangan bulat atau bilangan rasional, keberadaan sebuah bijeksi antara dua himpunan menjadi lebih sulit untuk dinyatakan. Bilangan rasional membentuk sebuah contoh lawan dengan hipotesis kontinum: bilangan bulat membentuk sebuah himpunan bagian wajar dari rasional, yang mereka sendiri membentuk sebuah himpunan bagian wajar dari bilangan real, jadi secara intuitif, terdapat bilangan rasional yang lebih banyak daripada bilangan bulat dan bilangan real yang lebih banyak daripada bilangan rasional. Namun, analisis intuitif ini cacat; ini tidak mengambil akun wajar dari fakta bahwa semua tiga himpunan adalah takhingga. Ini ternyata bilangan rasional sebenarnya dapat diletakkan dalam padanan satu ke satu dengan bilangna bulat, dan dengan demikian himpunan bilangna rasional merupakan ukuran yang sama (kekardinalan) sebagai himpunan bilangan bulat: keduanya himpunan tercacah.

Cantor memberikan dua bukti bahwa kekardinalan dari himpunan bilangan bulat merupakan lebih kecil sempurna daripadanya dari himpunan bilangan real (lihat bukti ketaktercacahkan pertama Cantor dan argumen diagonal Cantor). Buktinya, namun, tidak memberikan indikasi dari tingkatnya untuk yang kekardinalan dari bilangan bulat lebih kecil daripadanya dari bilangan real. Cantor mengusulkan hipotesis kontinum sebagai sebuah penyelesaian yang mungkin untuk pertanyaan ini.

Hipotesis kontinum menyatakan bahwa himpunan bilangan real memiliki kekardinalan kemungkinan minimal yang lebih besar daripada kekardinalan dari himpunan bilangan bulat. Yaitu, setiap himpunan, , dari bilangan real dapat baik dipetakan satu-ke-satu menjadi bilangna bulat atau bilangan eral yang dapat dipetakan satu-ke-satu menjadi . Karena bilangan real adalah ekuinumerus dengan himpunan kuasa dari bilangan bulat, dan hipotesis kontinum mengatakan bahwa tidak ada himpunan untuk .

Mengasumsi aksioma pemilihan, terdapat sebuah bilangan kardinal terkecil lebih besar dari , dan hipotesis kontinum ternyata setara dengan persamaan [4].

Kebebasan dari ZFC

[sunting | sunting sumber]

Kebebasan dari hipotesis kontinum dari teori himpunan Zermelo–Fraenkel (ZF) diikuti dari gabungan hasil kerja Kurt Gödel dan Paul Cohen.

Gödel[2] menunjukkan bahwa hipotesis kontinum tidak dapat dibantah dari teori himpunan Zermelo–Fraenkel, bahkan jika aksioma pemilhan diambil (membuat ZFC, atau teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan). Bukti Gödel menunjukkan bahwa hipotesis kontinum dan aksioma pemilhan dalam semesta terkonstruksi , sebuah model dalam teorema himpunan Zermelo–Fraenkel, mengasumsi hanya aksioma Zermelo–Fraenkel. Keberadaan sebuah model dalam Zermelo–Fraenkel di mana aksioma tambahan berlaku bahwa aksioma tambahan konsisten dengan Zermelo–Fraenkel, disediakan Zermelo–Fraenkel itu sendiri adalah konsisten, karena teorema ketaklengkapan Gödel, tapi diyakini dengan luas menjadi benar dan dapat dibuktikan dalam teori-teori himpunan yang lebih kuat.

Cohen[5][6] menunjukkan bahwa hipotesis kontinum tidak dapat dibuktikan dari aksioma teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan, menyelesaikan bukti kebebasan secara menyeluruh. Untuk membuktikan hasilnya, Cohen mengembangkan metode pemaksaan, yang telah menjadi sebuah alat standar dalam teori himpunan. Pada dasarnya, metode ini dimulai dengan sebuah model Zermelo–Fraenkel di mana hipotesis kontinum berlaku, dan membangun model lainnya yang berisi himpunan yang lebih banyak daripada asalnya, dalam sebuah cara bahwa hipotesis kontinum tidak berlaku dalam model baru. Cohen diberi Medali Fields pada tahun 1966 untuk buktinya.

Bukti kebebasan yang hanya digambarkan menunjukkan bahwa hipotesis kontinum adalah bebas mengenai teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan. Peneliti lebih lanjut menunjukkan bahwa hipotesis kontinum adalah independen dari semua aksioma kardinal besar yang diketahui dalam konteks teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan.[7] Selain itu, ini telah ditunjukkan bahwa kekardinalan dari kontinum dapat menjadi suatu konsisten kardinal dengan teorema König. Sebuah hasil Solovay, dibukitkan dengan pendek setelah hasil Cohen pada kebebasan dari himpuan kontinum, menunjukkan bahwa dalam suatu model teori himpunan Zermelo-Fraenkel, jika merupakan sebuah kardinal kofinalitas taktercacahkan, maka terdapat sebuah perluasan pemaksaan di mana . Namun, teorema per König, ini tidak konsisten dengan asumsi adalah atau atau suatu kardinal dengan kofinalitas .

Hipotesis kontinum berkaitan erat dengan banyak pernyataan dalam analisis, topologi himpunan titik dan teori ukuran. Sebagai sebuah hasil dari kebebasannya, banyak konjektur yang besar dalam medan tersebut telah ditunjukkan lebih lanjut menjadi independen juga.

Kebebasan dari teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan berarti bahwa membuktikan atau membantah hipotesis kontinum dalam teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan aksioma pemilihan adalah mustahil. Namun, hasil negatif Gödel dan Cohen secara umum tidak diterima karena membuang semua minat dalam hipotesis kontinum. Masalah Hilbert tetap sebuah topik aktif mengenai penelitian, lihat Woodin[8][9] dan Peter Koellner[10] untuk sebuah ringkasan dari status penelitian saat ini.

Argumen untuk dan terhadap hipotesis kontinum

[sunting | sunting sumber]

Gödel believed that CH is false, and that his proof that CH is consistent with ZFC only shows that the Zermelo–Fraenkel axioms do not adequately characterize the universe of sets. Gödel was a platonist and therefore had no problems with asserting the truth and falsehood of statements independent of their provability. Cohen, though a formalist,[11] also tended towards rejecting CH.

Historically, mathematicians who favored a "rich" and "large" universe of sets were against CH, while those favoring a "neat" and "controllable" universe favored CH. Parallel arguments were made for and against the axiom of constructibility, which implies CH. More recently, Matthew Foreman has pointed out that ontological maximalism can actually be used to argue in favor of CH, because among models that have the same reals, models with "more" sets of reals have a better chance of satisfying CH.[12]

Another viewpoint is that the conception of set is not specific enough to determine whether CH is true or false. This viewpoint was advanced as early as 1923 by Skolem, even before Gödel's first incompleteness theorem. Skolem argued on the basis of what is now known as Skolem's paradox, and it was later supported by the independence of CH from the axioms of ZFC since these axioms are enough to establish the elementary properties of sets and cardinalities. In order to argue against this viewpoint, it would be sufficient to demonstrate new axioms that are supported by intuition and resolve CH in one direction or another. Although the axiom of constructibility does resolve CH, it is not generally considered to be intuitively true any more than CH is generally considered to be false.[13]

At least two other axioms have been proposed that have implications for the continuum hypothesis, although these axioms have not currently found wide acceptance in the mathematical community. In 1986, Chris Freiling[14] presented an argument against CH by showing that the negation of CH is equivalent to Freiling's axiom of symmetry, a statement derived by arguing from particular intuitions about probabilities. Freiling believes this axiom is "intuitively true" but others have disagreed. A difficult argument against CH developed by W. Hugh Woodin has attracted considerable attention since the year 2000.[8][9] Foreman does not reject Woodin's argument outright but urges caution.[15]

Solomon Feferman has argued that CH is not a definite mathematical problem.[16] He proposes a theory of "definiteness" using a semi-intuitionistic subsystem of ZF that accepts classical logic for bounded quantifiers but uses intuitionistic logic for unbounded ones, and suggests that a proposition is mathematically "definite" if the semi-intuitionistic theory can prove . He conjectures that CH is not definite according to this notion, and proposes that CH should, therefore, be considered not to have a truth value. Peter Koellner wrote a critical commentary on Feferman's article.[17]

Joel David Hamkins proposes a multiverse approach to set theory and argues that "the continuum hypothesis is settled on the multiverse view by our extensive knowledge about how it behaves in the multiverse, and, as a result, it can no longer be settled in the manner formerly hoped for".[18] In a related vein, Saharon Shelah wrote that he does "not agree with the pure Platonic view that the interesting problems in set theory can be decided, that we just have to discover the additional axiom. My mental picture is that we have many possible set theories, all conforming to ZFC".[19]

The generalized continuum hypothesis

[sunting | sunting sumber]

The generalized continuum hypothesis (GCH) states that if an infinite set's cardinality lies between that of an infinite set S and that of the power set of S, then it has the same cardinality as either S or . That is, for any infinite cardinal there is no cardinal such that . GCH is equivalent to:

for every ordinal [4] (occasionally called Cantor's aleph hypothesis).

The beth numbers provide an alternate notation for this condition: for every ordinal . The continuum hypothesis is the special case for the cardinal . GCH was first suggested by Philip Jourdain.[20] For the early history of GCH, see Moore.[21]

Like CH, GCH is also independent of ZFC, but Sierpiński proved that ZF + GCH implies the axiom of choice (AC) (and therefore the negation of the axiom of determinacy, AD), so choice and GCH are not independent in ZF; there are no models of ZF in which GCH holds and AC fails. To prove this, Sierpiński showed GCH implies that every cardinality n is smaller than some aleph number, and thus can be ordered. This is done by showing that n is smaller than which is smaller than its own Hartogs number—this uses the equality ; for the full proof, see Gillman.[22]

Kurt Gödel showed that GCH is a consequence of ZF + V=L (the axiom that every set is constructible relative to the ordinals), and is therefore consistent with ZFC. As GCH implies CH, Cohen's model in which CH fails is a model in which GCH fails, and thus GCH is not provable from ZFC. W. B. Easton used the method of forcing developed by Cohen to prove Easton's theorem, which shows it is consistent with ZFC for arbitrarily large cardinals to fail to satisfy . Much later, Foreman and Woodin proved that (assuming the consistency of very large cardinals) it is consistent that holds for every infinite cardinal . Later Woodin extended this by showing the consistency of for every . Carmi Merimovich[23] showed that, for each n ≥ 1, it is consistent with ZFC that for each κ, 2κ is the nth successor of κ. On the other hand, László Patai[24] proved that if γ is an ordinal and for each infinite cardinal κ, 2κ is the γth successor of κ, then γ is finite.

For any infinite sets A and B, if there is an injection from A to B then there is an injection from subsets of A to subsets of B. Thus for any infinite cardinals A and B, . If A and B are finite, the stronger inequality holds. GCH implies that this strict, stronger inequality holds for infinite cardinals as well as finite cardinals.

Implications of GCH for cardinal exponentiation

[sunting | sunting sumber]

Although the generalized continuum hypothesis refers directly only to cardinal exponentiation with 2 as the base, one can deduce from it the values of cardinal exponentiation in all cases. GCH implies that:[25]

when αβ+1;
when β+1 < α and , where cf is the cofinality operation; and
when β+1 < α and .

The first equality (when αβ+1) follows from:

, while:
 ;

The third equality (when β+1 < α and ) follows from:

, by König's theorem, while:

Where, for every γ, GCH is used for equating and ; is used as it is equivalent to the axiom of choice.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

References

[sunting | sunting sumber]
  • Maddy, Penelope (June 1988). "Believing the Axioms, I". Journal of Symbolic Logic. Association for Symbolic Logic. 53 (2): 481–511. doi:10.2307/2274520. JSTOR 2274520. 
  1. ^ Cantor, Georg (1878). "Ein Beitrag zur Mannigfaltigkeitslehre". Journal für die Reine und Angewandte Mathematik. 84 (84): 242–258. doi:10.1515/crll.1878.84.242. 
  2. ^ a b Gödel, K. (1940). The Consistency of the Continuum-Hypothesis. Princeton University Press. 
  3. ^ Dauben, Joseph Warren (1990). Georg Cantor: His Mathematics and Philosophy of the InfinitePerlu mendaftar (gratis). Princeton University Press. hlm. 134–7. ISBN 9780691024479. 
  4. ^ a b Goldrei, Derek (1996). Classic Set Theory. Chapman & Hall. 
  5. ^ Cohen, Paul J. (December 15, 1963). "The Independence of the Continuum Hypothesis". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 50 (6): 1143–1148. Bibcode:1963PNAS...50.1143C. doi:10.1073/pnas.50.6.1143. JSTOR 71858. PMC 221287alt=Dapat diakses gratis. PMID 16578557. 
  6. ^ Cohen, Paul J. (January 15, 1964). "The Independence of the Continuum Hypothesis, II". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 51 (1): 105–110. Bibcode:1964PNAS...51..105C. doi:10.1073/pnas.51.1.105. JSTOR 72252. PMC 300611alt=Dapat diakses gratis. PMID 16591132. 
  7. ^ Feferman, Solomon (February 1999). "Does mathematics need new axioms?". American Mathematical Monthly. 106 (2): 99–111. CiteSeerX 10.1.1.37.295alt=Dapat diakses gratis. doi:10.2307/2589047. 
  8. ^ a b Woodin, W. Hugh (2001). "The Continuum Hypothesis, Part I" (PDF). Notices of the AMS. 48 (6): 567–576. 
  9. ^ a b Woodin, W. Hugh (2001). "The Continuum Hypothesis, Part II" (PDF). Notices of the AMS. 48 (7): 681–690. 
  10. ^ Koellner, Peter (2011). "The Continuum Hypothesis" (PDF). Exploring the Frontiers of Independence (Harvard lecture series). 
  11. ^ Goodman, Nicolas D. (1979). "Mathematics as an objective science". The American Mathematical Monthly. 86 (7): 540–551. doi:10.2307/2320581. MR 0542765. This view is often called formalism. Positions more or less like this may be found in Haskell Curry [5], Abraham Robinson [17], and Paul Cohen [4]. 
  12. ^ Maddy 1988, hlm. 500.
  13. ^ Kunen, Kenneth (1980). Set Theory: An Introduction to Independence Proofs. Amsterdam: North-Holland. hlm. 171. ISBN 978-0-444-85401-8. 
  14. ^ Freiling, Chris (1986). "Axioms of Symmetry: Throwing Darts at the Real Number Line". Journal of Symbolic Logic. Association for Symbolic Logic. 51 (1): 190–200. doi:10.2307/2273955. JSTOR 2273955. 
  15. ^ Foreman, Matt (2003). "Has the Continuum Hypothesis been Settled?" (PDF). Diakses tanggal February 25, 2006. 
  16. ^ Feferman, Solomon (2011). "Is the Continuum Hypothesis a definite mathematical problem?" (PDF). Exploring the Frontiers of Independence (Harvard lecture series). 
  17. ^ Koellner, Peter (2011). "Feferman On the Indefiniteness of CH" (PDF). 
  18. ^ Hamkins, Joel David (2012). "The set-theoretic multiverse". Rev. Symb. Log. 5 (3): 416–449. 
  19. ^ Shelah, Saharon (2003). "Logical dreams". Bull. Amer. Math. Soc. (N.S.). 40 (2): 203–228. arXiv:math/0211398alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1090/s0273-0979-03-00981-9. 
  20. ^ Jourdain, Philip E.B. (1905). "On transfinite cardinal numbers of the exponential form". Philosophical Magazine. Series 6. 9: 42–56. doi:10.1080/14786440509463254. 
  21. ^ Moore, Gregory H. (2011). "Early history of the generalized continuum hypothesis: 1878–1938". Bulletin of Symbolic Logic. 17 (4): 489–532. doi:10.2178/bsl/1318855631. MR 2896574. 
  22. ^ Gillman, Leonard (2002). "Two Classical Surprises Concerning the Axiom of Choice and the Continuum Hypothesis" (PDF). American Mathematical Monthly. 109. doi:10.2307/2695444. 
  23. ^ Merimovich, Carmi (2007). "A power function with a fixed finite gap everywhere". Journal of Symbolic Logic. 72 (2): 361–417. arXiv:math/0005179alt=Dapat diakses gratis. doi:10.2178/jsl/1185803615. MR 2320282. 
  24. ^ Patai, L. (1930). "Untersuchungen über die א-reihe". Mathematische und naturwissenschaftliche Berichte aus Ungarn (dalam bahasa Jerman). 37: 127–142. 
  25. ^ Hayden, Seymour; Kennison, John F. (1968). Zermelo-Fraenkel Set Theory. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company. p. 147, exercise 76. 

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • Cohen, Paul Joseph (2008). Set theory and the continuum hypothesis. Mineola, New York City: Dover Publications. ISBN 978-0-486-46921-8. 
  • Dales, H.G.; Woodin, W.H. (1987). An Introduction to Independence for Analysts. Cambridge. 
  • Enderton, Herbert (1977). Elements of Set Theory. Academic Press. 
  • Gödel, K.: What is Cantor's Continuum Problem?, reprinted in Benacerraf and Putnam's collection Philosophy of Mathematics, 2nd ed., Cambridge University Press, 1983. An outline of Gödel's arguments against CH.
  • Martin, D. (1976). "Hilbert's first problem: the continuum hypothesis," in Mathematical Developments Arising from Hilbert's Problems, Proceedings of Symposia in Pure Mathematics XXVIII, F. Browder, editor. American Mathematical Society, 1976, pp. 81–92. ISBN 0-8218-1428-1
  • McGough, Nancy. "The Continuum Hypothesis". 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]