Lompat ke isi

Pengguna:Dedhert.Jr/Uji halaman 01/21

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Glif berikut merupakan bilangan Sistersien. Diurutkan dari kiri ke kanan: glif pertama mengartikan letak satuan, glif kedua mengartikan letak puluhan (20), glif ketiga mengartikan letak ratusan (300), glif empat mengartikan letak ribuan (4000), lalu glif selanjutnya seperti 5555, 6789, dan 9394.

Bilangan Sistersien merupakan bilangan yang dikembangkan para rahib Sistersien pada awal abad ketigabelas, kira-kira pada saat bilangan Arab diperkenalkan kepada Eropa baratlaut. Bilangan ini ditulis lebih kompak dibandingkan dengan bilangan lainnya seperti bilangan Arab ataupun bilangan Roman, karena glifnya mengartikan setiap bilangan bulat dari 1 hingga 9999.

Digit-digit pada bilangan Sistersien dinyatakan dalam bentuk tongkat horizontal ataupun vertikal, dengan posisi tongkatnya mengartikan nilai letak (seperti satuan, puluhan, ratusan, ataupun ribuan). Digit tersebut yang merupakan tongkat-tongkat yang digabungkan mengartikan bilangan yang lebih kompleks. Pada akhirnya, mereka tidak menggunakan sistem ini lagi dan kemudian memilih sistem bilangan Arab, tetapi orang-orang selain mereka masih memakai sistem bilangan ini hingga pada awal abad keduapuluh.

Asal-usul

[sunting | sunting sumber]
Pada awal abad ketigabelas, kata kepala dari kata 'aqua' merupakan konkordansi dari Brussel. Masing-masing karakter merupakan nomor halaman. These early Cistercian forms, with 3 and 4 swapped for 7 and 8, plus single and double dots for 5 and 6 and a triangular 9, are found in only one other surviving manuscript. The numbers are,
21, 41, 81, 85, 106, 115,
146, 148, 150, 169, 194, 198,
267, 268, 272, 281, 284, 295,
296, 317, 343, 368, 378, 387,
403, 404, 405, 420, 434, 435,
436, 446, 476, 506, 508, 552,
566, 591, 601, 604, 628, 635,
659, 678, 686, 697, 724, 759,
779, 783, 803, 818, 834, 858.

Digit dan gagasan terbentuknya sistem bilangan Sisterisen menjadi ligatur berasal dari sistem bilangan dengan dua nilai letak (seperti angka yang berada di 1–99). Wakil uskup gereja yang bernama John dari Basingstoke, memperkenalkan sistem bilangan ini ke Ordo Sistersien, yang didasari pada tulisan tangan Inggris pada abad keduabelas (ars notaria).[nb 1] Berdasarkan bukti paling awal dalam biara County of Hainaut, sistem bilangan ini tidak menggunakan bilangan yang lebih besar dari 99, hingga tak lama kemudian mereka memperluasnya nilai letak menjadi empat, yakni mencapai 9999.[2]

Sistem tersebut yang dipakai dua lusin manuskrip Sisterisien yang masih bertahan berasal dari abad ketigabelas hingga kelimabelas, dan tersebar dari Inggris ke Italia serta dari Normandia ke Sweden. Bilangan-bilangan tersebut tidak dipakai untuk aritmetika, pecahan atau akuntansi, melainkan menunjukkan tahun, foliasi (halaman bernomor), pembagian teks, penomoran catatan dan tulisan daftar lain, indeks dan konkordansi, argumen dalam tabel Easter, serta garis-garis tongkat dalam notasi musik.[3]

Contoh notasi Sistersien berhuruf yang dipakai sebagai foliasi dalam manuskrip akhir abad ketigabelas. Notasi yang ditampilkan adalah a1 sampai a6, dan g1 sampai g7.

Sistem bilangan ini dipakai di luar dari ordo Sistersien, walaupun sebagian besar mereka membatasi pemakaiannya. Risalah tentang aritmetika Norman yang dibuat pada abad kelimabelas menggunakan bilangan Sistersien dan bilangan Indo-Arab. Pada contoh risalah tersebut, bilangan Sistersien menggambarkan objek fisik, yang mengartikan pemakaiannya dalam kalendar, angular dan bilangan lain mengenai astrolab Berselius pada abad keempatbelas, yang dibuat di French Picardy.[4] Setelah orang-orang Sistersien mulai tidak memakainya, banyak orang di luar mulai memakainya. Pada tahun 1533, Heinrich Cornelius Agrippa menulis penjelasan terkait ciphers dalam karyanya Three Books of Occult Philosophy.[5] Bilangan-bilangan tersebut dipakai wine-gaugers[nb 2] di daerah kota Bruges setidaknya hingga pada awal abad kedelapanbelas.[6][7][8] Pemakaian ini pun terus berlanjut, dimulai dengan Chevaliers de la Rose-Croix dari Paris yang memakai beberapa bilangan tersebut untuk kegunaan mistik pada akhir abad kedelapanbelas, hingga orang Nazi yang dianggap memakainya sebagai simbolisme Aryan pada awal abad keduapuluh.[3][9][10][11]

Para rahib Sistersien biasanya menggunakan tongkat horizontal untuk menulis bilangan tersebut. Penulisan menggunakan tongkat vertikal hanya dibenarkan di Prancis Utara pada abad keempatbelas dan kelimabelas, namun dipakai kembali di Prancis dan Jerman pada abad kedelapanbelas dan keduapuluh. Ada beberapa sejarah lain yang mencatat bahwa posisi tongkat pada bilangan tersebut mewakili letak nilai. Nilai letak yang diperlihatkan hanya dipakai di kalangan para rahib Sistersien saja.[3][12]

Tampilan pada lima angka pertama 1, 2, ꜒꜓ 3, ꜓꜒ 4, 5 menggunakan tongkat vertikal.[nb 3] Membalikkannya secara horizontal membentuk angka puluhan, ˥ 10, ˦ 20, ˦˥ 30, ˥˦ 40, 50. Membalikkannya secara vertikal membentuk angka ratusan, 100, 200, ꜖꜕ 300, ꜕꜖ 400, 500, dan membalikkannya secara horizontal maupun vertikal membentuk angka ribuan, ˩ 1,000, ˨ 2,000, ˨˩ 3,000, ˩˨ 4,000, 5,000. Jadi, , yang menunjukkan angka 1 yang berada di setiap sudut merupakan angka 1111. (The exact forms varied by date and by monastery. For example, the digits shown here for 3 and 4 were in some manuscripts swapped with those for 7 and 8, and the 5's may be written with a lower dot ( etc.), with a short vertical stroke in place of the dot, or even with a triangle joining to the stave, which in other manuscripts indicated a 9.)[12][1]

Bilangan Sistersien yang berbentuk horizontal juga diperlakukan dengan sama, tetapi diputar 90 derajat arah lawan jarum jam. (Dengan kata lain, ˾ mengartikan 1, mengartikan 10, mengartikan 100—jadi, mengartikan 101—dan ¬ mengartikan 1000, seperti yang diperlihatkan sebelumnya.)[2][1]

Menghilangkan digit di ujung menunjukkan nilai nol untuk bilangan yang merupakan perpangkatan dari sepuluh, tetapi angka nol tiada. (Dengan kata lain, tongkat kosong tidak didefinisikan.)[15]

Bilangan yang lebih tinggi

[sunting | sunting sumber]

Semenjak sistem bilangan ini tersebar luas pada abad kelimabelas dan keenambelas, bilangan-bilangan tersebut dapat ditulis hingga mencapai jutaan dengan menggabungkan digit untuk "ribuan". Sebagai contoh, risalah Norman tentang aritmetika yang dibuat pada akhir abad kelimabelas mengartikan 10000 sebagai ikatan dari "1000" wrapped under and around "10" (dan begitupula untuk bilangan yang lebih tinggi), dan pada tahun 1539 Noviomagus menulis angka "jutaan" dengan menulis ¬ "1,000" di bawah ¬ "1,000".[16] A late-thirteenth-century Cistercian doodle had differentiated horizontal digits for lowers powers of ten from vertical digits for higher powers of ten, but that potentially productive convention is not known to have been exploited at the time; it could have covered numbers into the tens of millions (horizontal 100 to 103, vertical 104 to 107).[17] A sixteenth-century mathematician used vertical digits for the traditional values, horizontal digits for millions, and rotated them a further 45° counter-clockwise for billions and another 90° for trillions, but it is not clear how the intermediate powers of ten were to be indicated and this convention was not adopted by others.[18]

The Ciphers of the Monks

[sunting | sunting sumber]

Seorang pakar modern yang ahli tentang bilangan Sistersien bernama David King,[19][1] menulis sebuah buku berjudul The Ciphers of the Monks: A Forgotten Number-notation of the Middle Ages. Buku yang diterbitkan pada tahun 2001 ini menjelaskan sistem-sistem bilangan Sistersien.[20]

Bukunya[21] menerima sambutan yang bercampuraduk. Seorang sejarawan bernama Ann Moyer memuji King karena memperkenalkan kembali sistem bilangan Sistersien kepada banyak pembaca yang telah lupa mengenai bilangan tersebut.[22] Seorang ahli matematika bernama Detlef Spalt mengklaim bahwa King melebih-lebihkan isi tentang pentingnya sistem tersebut dan membuat kesalahan dalam menerapkan sistem bilangan tersebut dalam buku yang disediakan.[23] Namun, Moritz Wedell menyebutkan bahwa buku tersebut memberikan "gambaran yang jelas" serta "pengulasan yang komprehensif mengenai sejarah penelitian" yang melibatkan sandi-sandi yang dibuat para rahib.[24]

  1. ^
    A copy of the ciphers in a treatise on penmanship (c. 1300 CE) commonly attributed to John of Tilbury, with the corresponding Basingstoke numerical values.
    Basingstoke's biographer claimed that he learned his system from his teacher in Athens. However, there is no known parallel among Greek numbering systems. It seems more likely that Basingstoke picked up the idea of alphabetic numerical notation in Greece and applied it to an English ars notaria, such as the one at right, commonly attributed to John of Tilbury.[1]
  2. ^ orang-orang yang mengukur volume anggur dalam tong.
  3. ^ Bilangan Sistersien tidak didukung Unicode, dan digantikan dengan Chao tone letters. Bergantung pada fon yang diunduh, bilangan ini hanya dapat menampilkan ones dan twos. (Untuk sementara, Under-ConScript Unicode Registry menetapkan satuan ke nilai PUA, dari U+EBA1 hingga U+EBAF.)[13]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Chrisomalis, Stephen (2010). Numerical notation : a comparative history. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 350. doi:10.1017/CBO9780511676062. ISBN 978-0-511-67683-3. OCLC 630115876. 
  2. ^ a b King, David A. (2001). The Ciphers of the Monks : a forgotten number-notation of the Middle Ages. Stuttgart: F. Steiner. hlm. 16, 29, 34, 41. ISBN 3-515-07640-9. OCLC 48254993. 
  3. ^ a b c King, David (1993). "Rewriting history through instruments: The secrets of a medieval astrolabe from Picardy". Dalam Anderson, R. G. W.; Bennett, J. A.; Ryan, W. F. Making Instruments Count: Essays on Historical Scientific Instruments Presented to Gerard L'Estrange Turner. University of Michigan. ISBN 978-0860783947. 
  4. ^ King, David A. (1992). "The Ciphers of the Monks and the Astrolabe of Berselius Reconsidered". Dalam Demidov, Sergei S.; Rowe, David; Folkerts, Menso; Scriba, Christoph J. Amphora. Basel: Birkhäuser. hlm. 375–388. doi:10.1007/978-3-0348-8599-7_18. ISBN 978-3-0348-8599-7. 
  5. ^ Agrippa von Nettesheim, Heinrich Cornelius (1533). "De notis Hebraeorum et Chaldaeorum". De Occulta Philosophia (dalam bahasa Latin). hlm. 141. 
  6. ^ Meskens, Ad; Bonte, Germain; De Groot, Jacques; De Jonghe, Mieke; King, David A. (1999). "Wine-Gauging at Damme [The evidence of a late medieval manuscript]". Histoire & Mesure. 14 (1): 51–77. doi:10.3406/hism.1999.1501. 
  7. ^ Beaujouan, Guy (1950). "Les soi-disant chiffres grecs ou chaldéens (XIIe – XVIe siècle)". Revue d'histoire des sciences (dalam bahasa Prancis). 3 (2): 170–174. doi:10.3406/rhs.1950.2795. 
  8. ^ Sesiano, Jacques (1985). "Un système artificiel de numérotation au Moyen Age". Dalam Folkerts, Menso; Lindgren, Uta. Mathemata : Festschrift für Helmuth Gericke (dalam bahasa Prancis). Stuttgart: F. Steiner Verlag. ISBN 3-515-04324-1. OCLC 12644728. 
  9. ^ King (2001), hlm. 243, 251.
  10. ^ De Laurence, Lauron William (1915). The Great Book of Magical Art, Hindu Magic and East Indian Occultism (dalam bahasa Inggris). Chicago: De Laurence Co. hlm. 174. 
  11. ^ Beard, Daniel Carter (1918). The American boys' book of signs, signals and symbols. New York Public Library. Philadelphia : Lippincott. hlm. 92. 
  12. ^ a b King (2001), hlm. 39.
  13. ^ "Character Encodings - Private Use Agreements - Under-ConScript Unicode Registry - Cistercian Numerals". www.kreativekorp.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 6 April 2021. 
  14. ^ R.Ugalde, Laurence. "Cistercian numerals in Fōrmulæ programming language". Fōrmulæ. Diakses tanggal July 29, 2021. 
  15. ^ King (2001), hlm. 427
  16. ^ King (2001), hlm. 156, 214.
  17. ^ King (2001), hlm. 182–185.
  18. ^ King (2001), hlm. 210.
  19. ^ King, David (1995). "A forgotten Cistercian system of numerical notation". Citeaux Commentarii Cistercienses. 46 (3–4): 183–217. 
  20. ^ Høyrup, Jens (2008). "Book review". Annals of Science. 65 (2): 306–308. 
  21. ^ King, D.A. (2001). The Ciphers of the Monks: A Forgotten Number-notation of the Middle Ages. F. Steiner. ISBN 9783515076401. Diakses tanggal 2015-08-13. 
  22. ^ Moyer, Ann (2003). "Book review". Speculum. 78 (3): 919–921. doi:10.1017/S0038713400132002. JSTOR 20060835. Diakses tanggal 2021-01-08. 
  23. ^ Spalt, Detlef (2004). "Book review". Sudhoffs Archiv (dalam bahasa Jerman). 88 (1): 108–109. JSTOR 20777934. Diakses tanggal 2021-01-08. 
  24. ^ Wedell, Moritz (2003). "Buchbesprechung". Zeitschrift für Germanistik (dalam bahasa Jerman). 13 (3): 671–673. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]