Lompat ke isi

Pengguna:Julia Inayah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



MAKALAH

MACAM-MACAM TAREKAT

BESERTA AJARANNYA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf

KATA PENGANTAR

[sunting | sunting sumber]

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang atas limpahan rahmat dan nikmatnya kami dapat melaksanakan tugas mata kuliah Tasawuf yaitu penyusunan makalah ini. Shalawat teriring salam semoga tetap dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw. begitu pula kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari akhir zaman nanti.

Penyusunan makalah kami upayakan semaksimal mungkin dan didukung bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam membantu kami merampungkan makalah ini.

Namun, kami menyadari masih banyaknya kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca sekalian.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Bandung, 04 April 2023




Penulis

DAFTAR ISI

[sunting | sunting sumber]

KATA PENGANTAR.. 2

DAFTAR ISI. 3

A. Latar Belakang. 1

BAB I PENDAHULUAN.. 1

B. Rumusan Masalah. 2

C. Tujuan Makalah. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 3

A. Pengertian Tarekat 3

B. Sejarah Tarekat 3

C. Macam-Macam Tarekat berserta ajarannya. 3

BAB III. 18

PENUTUP.. 18

A. Kesimpulan. 18

A. Kritik dan Saran. 18

DAFTAR PUSTAKA.. 19


A. Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

BAB I PENDAHULUAN

[sunting | sunting sumber]

Ajaran tarekat adalah salah satu pokok ajaran yamg ada dalam tasawuf. Ilmu tarekat sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan ilmu tasawuf dan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan orang-orang sufi.Orang sufi adalah orang yang menerapkan ajaran tasawuf. Dan tarekat itu sendiri adalah tingkatan ajaran pokok dari tasawuf itu. Para tokoh sufi dalam tarekat, merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat-tingkat jalan yang harus dilalui oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT. (Rahmawati, 2014)

Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan telah menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikan terutama di daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah rutin (Putra, 2022)

Istilah tarekat ini dimaknai sebagai jalan yang lurus yang dipakai oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan sang pencipta tanpa ada hijab atau halangan yang membatasi. Tarekat adalah suatu jalan atau metode tertentu dalam ibadah yang dilakukan oleh seorang sufi dan diikuti oleh para muridnya dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka dengan kata lain jika seseorang ingin mencapai tingkatan sufi maka harus bertarekat.Tarekat-tarekat yang berkembang di Indonesia diantaranya, Tarekat Syatariyah, Tarekat Qadariyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Samaniyah,Tarekat Tijaniyah, dan beberapa tarekat lainnya. Tarekat Satariyah adalah salah satu tarekat yang cukup besar persebarannya, persebaran tarekat Syataritah di Indonesia sendiri berpusat kepada Abdurrauf al-Sinkili dari Aceh. Melalui beberapa orang muridnya tarekat syatariyah mulai tersebar ke berbagai punjuru Melayu-Indonesia.


B. Rumusan Masalah

[sunting | sunting sumber]

1. Apa pengertian tarekat ?

2. Bagaimana sejarah dari tarekat ?

3. Apa saja macam-macam tarekat ?

4. Apa saja ajaran-ajaran dari tarekat ?

C. Tujuan Makalah

[sunting | sunting sumber]

1. Untuk mengetahui dan memahami secara jelas mengenai pengertian tarekat ?

2. Untuk mengetahui dan memahami secara jelas tentang sejarah tarekat ?

3. Untuk mengetahui dan menyebutkan serta menjelaskan macam-macam tarekat ?

4. Untuk mengetahui dan menyebutkan serta menjelaskan ajaran-ajaran tarekat ?


PEMBHASAN

[sunting | sunting sumber]

A. Pengertian Tarekat

[sunting | sunting sumber]

Dari segi etimologi, kata tarekat yang berasal dari bahasa Arab طریقة yang merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata طرقیطرق -طریقة yang memiliki arti الكیفیة jalan atau cara الأسلوب metode, sistem , المذھبmadzhab, aliran, haluan, dan الحالة keadaan . (Munawwir, 1997)

Pengertian ini membentuk dua istilah yaitu metode bagi ilmu jiwa akhlak yang mengatur suluk individu dan kumpulan sistem pelatihan ruh yang berjalan sebagai persahabatan pada kelompok-kelompok persaudaraan Islam. (Arif, 2021)

Adapun menurut Al-Taftazani, tarekat diartikan sekumpulan sufi yang terkumpul dengan seorang syaikh tertentu, tunduk dalam aturan aturan yang terperinci dalam tindakan spiritual, hidup secara berkelompok di dalam ruang-ruang peribadatan atau berkumpul secara berkeliling dalam momen-momen tertentu, serta membentuk majelis-majelis ilmu dan zikir secara organisasi. (Halimatussa’diyah, 2020)

Dari dua pengertian itu dapat di ambil kesimpulan bahwa tarekat merupakan jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah.

B. Sejarah Tarekat

[sunting | sunting sumber]

Pada awal periode sufi yakni pada abad ke 3 H dan 4 H, tasawuf masih merupakan fenomena individual yang menekankan hidup asketis (bertirakat) untuk sepenuhnya meneladani kehidupan spiritual Nabi Muhammad saw. Kemudian, memasuki abad ke 5 dan 6 H, para elit sufi sepakat untuk melembagakan ajaran-ajaran spiritual mereka dalam sebuah sistem spriritual-praktek agar mudah dipelajari dan diimplementasikan oleh para pengikut mereka. Sistem tersebut esensinya berisi tentang maqamat yang diamalkan oleh para sufi untuk sampai kepada tingkatan ma’rifat, dan ahwal yang memungkinkan seorang salik dapat merasakan kenikmatan spiritual sebagai manifestasi dari pengenalan hakiki terhadap Allah Swt.(Riyadi, 2016)

Menurut Hamka tarekat yang pertama kali muncul adalah tarekat Thaifuriyah pada abad ke-9 Masehi di Persia sebagai suatu lembaga Pengajaran Tasawuf. Tarekat tersebut dinasabkan kepada Abu Yazid al-Busthami karena pahamnya bersumber dari ajaran Abu Yazid,pendapat ini dapat diperkuat dengan kenyataan bahwa tarekat-tarekat yang muncul di Persia terutama daerah Hurazon, pada umumnya menganut paham Bayazid.

Sejarah islam menunjukan bahwa tarekat-tarekat sejak bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H), mengalami perkembangan pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia islam sejak abad berikutnya (1317H),pada umumnya dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat islam, setelah mereka dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar ( kota Bagdad dimusnahkan tentara Tartar itu pada 1258 M atau 656 H). Sejak penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh tentara Tartar itu, islam yang diperkirakan akan lenyap, tetapi mampu bertahan, bahkan dapat merembes memasuki hati turunan para penyerbu itu dan memasuki daerah-daerah baru. Pada umumnya sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarekatlah yang berperan dalam penyebaran islam. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat islam selama zaman pertengahan sejarah islam (abad ke-13 samapi abad ke-18 atau ke-17 sampai 12 H). Pengaruh tarekat mulai mengalami kemunduran, serangan-serangan terhadap tarekat yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327 M/ 1728) terdengar semakin gencar dan kuat pada masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu diantara sebab-sebab mundur dan lemahnya umat islam adalah pengaruh tarekat yang buruk, antara lain menumbuhkan sikap taqlid, sikap fatalistis,orientasi yang berlebihan kepada ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan.(Fauzian, 2022)

C. Macam-Macam Tarekat berserta ajarannya.

[sunting | sunting sumber]

Berikut ini adalah beberapa macam-macam tarekat beserta ajarannya :

1. Tarekat Qadiriyah

   Tarekat ini didirikan dan dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani di negeri Baghdad. Beliau dilahirkan pada tahun 470 H (1255 M) dan wafat pada tahun 561 H (1164 M), jadi jumlah umur beliau kurang lebih 90 tahun. Dan penganut dari tarekat ini sangatlah banyak dan pengaruhnya juga sangat besar sampai ke tanah Maroko dan Hindustan

Tarekat ini didirikan oleh beliau dalam rangka mengajak masyarakat kepada jalan yang benar. Karena Syeikh ‘Abdul Qādir Jaelānī telah menyaksikan berbagai peristiwa kehidupan umat islam pada masanya terutama dalam hal kecintaan mereka terhadap dunia dan posisi politik (kehormatan disisi raja dan sultan) yang menjadi penyebab dari berbagai permusuhan. Sebab beliau menyaksikan sikap umat islam saat itu yang lebih terpesona kepada materi, jabatan dan kekuasaan. Dalam jiwa Agama, menguatkan aqidah yang benar dan menghindarkan mereka dari tipu daya duniawi.

Secara general, ajaran Tarekat Qadiriyah dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu, tahap pemula dan tahap perjalanan.

Pertama, Tahapan pemula adalah suatu tahapan yang dilalui dalam waktu singkat, hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Apabila tahapan ini lancar maka pindah ke tahapan berikutnya. Secara kronologis tahap awal ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Pertemuan pertama antara guru dan murid. Sebelum berlangsungnya pertemuan, seorang murid diharuskan shalat dua rakaat (sunnat muṭlaq) terlebih dahulu, setelah itu ia membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan bagi Rasulullah saw., para Rasul dan para Nabi. Kemudian murid duduk di hadapan guru dengan posisi lulut murid sebelah kanan bersentuhan dengan tangan guru yang sebelah kanan.

                    Dalam posisi yang demikian murid dianjurkan untuk mengucap istigfar (memohon ampun kepada Allah) beserta lafal-lafal tertentu,dan guru mengajarkan kalimat tauhid lā ilāha illā Allāh (tiada Tuhan selain Allah) tiga kali dan murid mengikuti sambil memejamkan kedua matanya. Pada saat inilah murid dibai’at oleh guru dan seterusnya syaikh mengajarkan kalimat tauhid dan cara melakukan dzikir dengannya sebanyak tiga kali. Setelah guru meyakini bahwa murid telah mengikuti ajarannya secara benar, berarti tahapan pertama selesai, dan murid dapat mengikuti tahapan berikutnya.

2. Wasiat guru kepada murid. Syeikh memberi wasiat atau nasihat kepada murid agar mengikuti dan mengamalkan nasihat-nasihatnya yang semuanya berupa etika muslim lahir batin, serta mengekalkan (mendawamkan) wuḍu, istigfar dan ṣalawat atas Nabi.

3. Pernyataan syaikh atau guru membai’at muridnya diterima sebagai murid dengan lafal tertentu dan diterima juga oleh murid.

4. Pembacaan do’a oleh syeikh dalam bentuk umum maupun yang khusus bagi murid yang baru dibai’at dengan lafaẓ do’a masing-masing.

5. Pemberian minum oleh guru kepada murid. Syeikh mengambil segelas air yang sudah tersedia lalu dibacanya atasnya beberapa ayat al-Qur’an. Kemudian air dalam gelas itu diberikan kepada muridnya untuk diminum pada saat itu. Dengan selesainya pemberian minum tersebut, maka selesailah tahapan pertama. Dengan demikian resmilah seorang murid menjadi anggota tarekat. Kedua, Tahap perjalanan ialah perjalan seorang murid menuju Allah dengan ditemani oleh Syaikh guna melalui segala tanjakan yang

                    Dengan selesainya pemberian minum tersebut, maka selesailah tahapan pertama. Dengan demikian resmilah seorang murid menjadi anggota tarekat (Nasution, 1991). Kedua, Tahap perjalanan ialah perjalan seorang murid menuju Allah dengan ditemani oleh Syaikh guna melalui segala tanjakan yang harus dilalui. Dengan waktu yang panjang; bertahun-tahun baru berakhir. Dalam tahapan ini si murid selalu menerima ilmu hakikat dari gurunya, selalu berbakti kepadanya, menjunjung segala perintahnya, dan menjauhi segala larangannya. Selalu berjuang melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujāhadah dan riyaḍah) hingga ia memperoleh dari Allah apa yang pernah dibuka-Nya kepada para nabi dan wali. 
                     Apabila sang murid sudah mencapai hal itu, maka tibalah saatnya masa perpisahan antara guru dengan murid. Kemudian guru member ijazah “keguruan” (al-masyīhah) kepada murudnya. Karena guru sudah mengangap dia sudah mampu menjadi seorang pemimpin tarekat, hal ini juga ditandai dengan pemberian talqin kalimat tauhid oleh guru kepada muridnya dengan menyebut silsilah syaikh yang memberinya hingga kepada pendiri tarekat dan terus kepada Jibril a.s, dan Allah. Akhirnya syaikh menutup acara ini dengan do’a dengan lafaẓ tertentu. Maka berakhirlah tahap perjalanan ini.

2. Tarekat Naqsyabandiyah

Tarekat Naqsabandiyah adalah merupakan suatu tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Syaikh Muhammad Bahāūddin Naqsyābandī, yang hidup pada tahun (717-791 H). (NASUTION, 2022) Tarekat ini bersumber dari tiga nama, yaitu; Abū Ya’kūb Yusuf al-Hamādanī, ‘Abd al-Khāliq Gujdāwanī Dan Muhammad Bahā’u al-Din Al-Naqsyābandī. Ghujdāwani yang hidup sezaman dengan Syeikh ‘Abdul Qādir Jaelānī.

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang lebih dekat dengan tujuannya, dan lebih mudah murid-murid untuk mencapai derajat, karena didasarkan atas pelaksanaan yang sangat sederhana, misalnya melaksanakan latihan terlebih dahulu (jasbah) dari pada suluk yang lain, memegang sunah Nabi dan berusaha untuk jauh dari bid’ah, menjauhkan dari sifat-sifat yang buruk, berakhlak yang mulia. (SANTRI & MUNADI, n.d.)

Sedangkan kebanyakan tarekat yang lain mendahulukan suluk daripada jazbah itu. Selain itu tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan dzikir-dzikir yang lebih sederhana, lebih mengutamakan dzikir hati dari pada dzikir mulut yang mengangkat suara. Jika kita membuat ringkasan yang menjadi tujuan pokok dari tarekat Naqsyabandiyah itu adalah enam dasar yang sangat penting, yaitu : taubat, uzlah, zuhud, taqwa, qana’ah dan taslim. (NASUTION, 2022)

Adapun rukun tarekat ini adalah : ilmu; maksudnya berilmu agama; yaitu penyantun, lapang hati, tidak mudah marah yang bukan karena Allah, sabar; atas segala musibah dan cobaan, Ridhla, terhadap segala sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, ikhlas; dalam setiap perbuatan, dan berakhlak yang baik (RIZAL, 2019). Maka terdapat enam bagian yang harus dikerjakan dalam tarekat ini, yaitu : dzikir, meninggalkan hawa nafsu, meninggalkan kemewahan dunia, melakukan perintah agama dengan sungguh-sungguh, berbuat baik (ihsan) kepada semua makhluk, dan mengerjakan kewajiban-kewajiban (Amin et al., n.d.). Pusat perkembangan tarekat Naqsyabandiyah pertama kali adalah Asia Tengah, ketika tarekat ini dipimpin oleh Nasāruddin Ubaidillāh Ahyar (1404-1490 M) yang kemudian menyebar ke Samarkand, Harat, Bukhara, Turkistan, Afganistan, Cina, Iran, Baluchistan, dan India.21 Di Makkah tarekat ini diajarkan oleh Tajuddin bin Zakariya yang kemudian menyebar hingga ke Mesir. Di Indonesia penyebaran tarekat ini terutama terjadi pada abad 19 yang disebarkan oleh para pelajar Indonesia yang belajar di Makkah maupun oleh jama’ah haji. Jauh sebelum itu sebenarnya di Indonesia telah ada tarekat ini. Ulama dan sufi Indonesia yang pertama kali menyebut tarekat ini dalam tulisan-tulisan mereka adalah Syeikh Yūsuf Makāsarī (1626-1699 M) yang berasal dari kerajaan Islam Goa.

Tarekat ini dari segi asal-usulnya terdapat tiga nama, yaitu; Abū Ya’kūb Yūsuf al-Hamādanī, ‘Abd al-Khāliq Gujdawānī Dan Muhammad Bahā’u al-Din Al-Naqsyābandī. Ghujdawānī adalah peletak delapan (8) prinsip dasar ajaran tarekat ini, yang kemudian ditambah oleh al Naqsyābandī tiga ajaran pokok, lalu menjadi sebelas yang dijadikan sebagai dasar tarekat Naqsyabandi.

Berkenaan dengan dzikir, tarekat naqsabandiyah mengikuti tradisi malamati yang menetapkan adanya wasīlah dengan menyebutkannya dan berkonsentrasi pada dzikir khafī. Hal ini tercermin dalam dasar-dasar ajaran tarekat naqsabandiyah. Prinsip dasar dari tarekat naqsabandiyah ada sebelas, delapan dari ‘Abd al-Khāliq Gujdawānī dan tiga lagi dari Bahā’u al-Din-Al-Naqsyābandī.

Adapun ketiga ajaran dasar yang ditetapkan oleh Bahā’u al-Din Al-Naqsyābandī dalam tarekat ini adalah;

1. Wukuf Zāmanī (istirahat sementara). Maksudnya, merenungkan apakah ia selalu inggat kepada Allah atau tidak, apabila ia inggat ia bersyukur dan apabila ia lupa ia bertaubat/minta ampunan.

2. Wukuf ‘Adadī (istirahat numeris). Maksudnya, selalu mengigat dan mempertimbankan bahwa ia selalu berdzukir dengan diulang sebanyak yang ditentukan, tanpa penyimpangan.

3. Wukuf Qalbī (istirahat hati). Maksudnya, dalam hati selalu hadir bersama Allah, tidak sedikitpun peluang kesadaran untuk tertuju pada selain Allah.

Sedangkan kedelapan ajaran Al-Gujdawāni adalah:

1. Hosy Dar Dam (kesadaran dalam bernafas). Maksudnya, setiap nafas yang keluar dan msuk yang dirasakan hanya Allah yang selalu hadir dalam hati dan tidak pernah lupa kepadaNya.

2. Nazar Bar Qādam (memperhatikan tiap langkah diri). Maksudnya, selalu waspada dalam perjalanannya.

3. Safar Dar Watan (perjalan mistik di dalam diri). Dilakukan untuk menuju penyikapan dalam hati.

4. Khalwat Dar Anjuman (kesendirian dalam keramaian). Maksudnya, Allah selalu hadir bersama diri dimanapun dan dalam situasi apapun.

5. Yad Kard (peringatan kembali). Maksudnya, selalu mengulangi dzikir kepada Allah secara lisan maupun mental, sehingga mencapai visi kebahagiaan dari hati selalu sadar akan Allah.

6. Baz Kasyt (kembali). Maksudnya, menyesali segala perbuatan dari segala dosa-dosa.

7. Nigah Dasyt (memperhatikan pemikiran sendiri). Maksudnya, menjaga hati godaan apapun meskipun hanya sejenak.

8. Yad Dasyt (pemusatan perhatian kepada Allah). Maksudnya, perhatian selalu konsisten kepada Allah.

Kemudian Naqsyabandi dengan tiga dan delapan ajaran pokok tersebut, maka ajaran Tarekat Naqsyabandiyah menjadi sebelas. Dengan perinsip diatas tadi di aktualisasikan oleh pengikutnya dengan konsisten. dikarenakan mempunyai cita-cita yang tinggi dan mempunyai tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan benar dan sungguh-sungguh.

             Namun demikian terdapat beberapa ajaran yang berbeda antara Tarekat Naqsabandiyah dengan Qadiriyah. Misalnya; dalam berdzikir mengutamakan dzikir yang ada dalam hati (dzikir khafī), sedangkan Qodiriyah mengunakan dzikir lisan (dzikir jahr). Dzikir khafī dalam tarekat Naqsyabandiyah, berpandangan mendahulukan “al-Janbah” (ditarik kemudian memperoleh kontak kesadaran dengan Allah) dari para sūlūk (berjalan menuju Allah), sedangkan tarekat Qodiriyah mendahulukan suluk dari pada al-Zanbah, karena al-Zanbah adalah fase akhir dari kegiatan tarekat. Keadaan tersebut hanyamenegaskan keunikan masing-masing tarekat sebagai suatu aliran dalam tasawuf yang mana masing-masing ijtihad mempunyai dasar pegangannya. 

Antara Qadiriyah dan Naqsyabandiyah masing-masing mempunyai keunikan. Namun kemungkinan pengabungan antara keduanya dapat saja terjadi. Hal ini dikarenakan keluesan ajaran Qadiriyah yang memungkimkan syeikhnya bersifat mandiri tanpa terikat oleh tarekat gurunyayang terdahulu, atau memodifikasi keduanya yang kemudian disatukan. Keizinan inilah yang digunakan oleh syeikh Ahmad Khatib Sambas seorang tokoh dari kedua tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, untuk mengembangkan tarekat yang baru yaitu, tarekat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah.

3. Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah

[sunting | sunting sumber]

Tarekat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah yang berkembang di Indonesia adalah merupakan suatu gabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru yang berdiri sendiri, yang didalamnya terdapat unsur-unsur pilihan dari tarekat Qadiriyah dan juga tarekat Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi suatu yang baru. Dari segi ini, ia menyerupai tarekat gabungan yang ada sebelumnya semacam tarekat Khalwātiyah Yūsup (dalam tarekat ini Yūsup mengabung unsur-unsur Syatariyah dan Naqsabandiyah dengan unsur-unsur Khalwādiyah) atau Sammānīyah (pengabungan tarekat Khalwātiyah dan Qadiriyah, Naqsabandiyah, dan Syadziliyah oleh Muhammad ibn ‘Abd Al-Karim Al-Samman). (Tengah, 2018)

Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah adalah didirikan oleh seorang tokoh asal Indonesia Ahmad Khātib ibn ‘Abd Al-Ghaffar Sambas atau dikenal sebagai Ahmad al-Sambasī (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis Kitab Fath al-‘Arifīn. Dia berasal dari Sambas Kalimantan Barat yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke Sembilan belas (19). Syeikh Naquib al-Attas mengatakan bahwa Tarekar Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah tampil sebagai sebuah tarekat gabungan karena Syaikh Sambas adalah seorang Syeikh dari kedua tarekat dan mengajarkanya dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis dzikir sekaligus yaitu dzikir yang dibaca dengan keras (jahr) dalam tarekat Qadariyah dan dzikir yang dilakukan di dalam hati (khafī) dalam tarekat Naqsyabandiyah. (Aqib, 2012)

Kitab Fath al-‘Arifīn karangan Syeikh Ahmad Khātib Sambas diangap sebagai sumber ajaran Tarekat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah. kitab tersebut di tulis dengan sangat singkat, namun padat, disitu berisi ajaran-ajaran Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah secara garis besar yang merupakan gabungan daru unsur-unsur kedua Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, baik berupa dzikir maupun amalan yang lain. di situ syeikh Sambas menerangkan tentang tiga syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu: dzikir diam dalam mengigat, merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan pengabdian kepada Syaeikh. Dan diakhiri dengan khatam dari tarekat Syeikh ‘Abdul Qādir Jaelānī.

Ajaran Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah secara umum mempunyai lima pokok ajaran, yaitu: Pertama, mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan semua perintah, kedua; mendampingi guru-guru dan teman setarekat untuk melihat bagaimana cara melakukan suatu ibadah, ketiga; meninggalkan segala rukhṣah dan ta’wīl untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal, keempat; menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisikannya dengan segala wirid dan do’a guna memperkuat ke-khusyu’an dan hūdur, dan kelima; mengekang diri jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu dan supaya diri terjaga dari kesalahan.

Ajaran dasar yang terdapat di dalam Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah dapat dirinci sebagai berikut:

Pertama, Talqin Dzikir, Secara etimologis, talqim berasal dari kata laqqana yang berarti mengajak, menanamkan paham, mengajar ber ulangulang. Sedangkan secara harfiyah talqin artinya pelajaran. Jadi talqin dzikir berarti pelajaran dzikir. Bagi seorang yang akan mengikuti Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah ia diharuskan belajar dzikir terlebih dahulu, atau harus bai’at terlebih dahulu. Disini yang mentalqin adalah orang yang berwenang yaitu mursyid, atau orang lain yang sudah mendapat kewenangan dari mursyid tersebut (wakil talqin). hal ini didasarkan kepada Firman Allah Swt: (Q.S. Al-Fath : 10).

Kedua, Dzikir jahr, yaitu berdzikir dengan suara keras, yaitu mengucap lafal “lā ilāha illā Allāh” dengan suara keras, baik sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.

Ketiga, Dzikir khafī, yaitu berdzikir tanpa suara, di lakukan di qalbu, yang mana tekniknya harus di talqin oleh seoran mursyid sebagai rosulallah mentalqin sahabat Abu Bakar yaitu; dengan menutup mata, merapatkan gigi, melipat ujung lidah, serta dagu dirapatkan kea rah dada sebelah kiri, itulah sanubari ber-dzikir dengan menyebut nama zat Allah.

Keempat, Shalat sunnah rawātib, yaitu shalat sunnat yang mengikuti shalat fardhu, atau bisa disebut dengan shalat sunnat qobliyah-ba’diyah. Shalat sunnat rawatib hukumnya terbagi dua. Pertama, sunnat mu’akkad yaitu 2 rakaat qobliyah duhu, 2 rakaat ba’da duhur, ba’da maqrib, ba’da isya dan 2 rakaat qabla subuh. Kedua, gairu mu’akkad, yaitu 2 atau 4 rakaat qobla asar dan 2 rakaat qobla isya.

Kelima, Shalat sunnat nawāfil, ada beberapa macam. Yaitu; shalat sunat mutlaq, jam’ah, awwabin, syukru ni’mak, dhuha, istiharah, tasbih, hajat, taubat, tahajjut, sukrutul wudhu, tahiyat masjid, isyraq, witir dan lain-lainnya.

Keenam, Peraktek dzikir dalam tatekat ini, khususnya dzikir latāif adalah mengikuti kejadian falsafah kejadian manusia yang dirumuskan oleh syaikh Ahmad Fruqi al-Sirhindi. Demikian juga system murāqabah, juga terkait dengan filsafah tersebut. Ajaran tentang murāqobah hampir sepenuhnya berasal dari ajaran tarekat Naqsabandiyah Mujaddidiyah.

Adapun Pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah yang berkaitan langsung dengan masalah metode untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yang telah dikembangkan oleh Ahmad Khatib Al-Sambasi mempunyia empat ajaran pokok yaitu:

1. Kesempurnaan Sūlūk (perjalanan rohani sufi) Kesempurnaan sūlūk adalah dalam tiga demensi agama Islam, yaitu: Iman, Islam, dan Ikhan. Ketiga trem tersebut biasa dikemas dalam satu ajaran yang sangat popular, yaitu syarī’at, tarekat, dan haqīqah. Syari’at adalah demensi perundang-undangan dalam islam yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt. Sebagai al-Syarī’ melalui rasul-Nya Muhammad Saw., baik yang berupa perintah maupun larangan. Tharīqat merupakan demensi pengamalan syarī’at tersebut yang didasarkan atas keimanan akan kebenaran syarī’at. Sedangangkan haqīqah adalah demensi penghayatan dalam pengamalan syari’at yang ada. Dengan penghayatan atas pengamalan syarī’at itulah seseorang akan mendapatkan manisnya iman yang disebut ma’rifat.

Para sufi menggambarkan haqīqah sūlūk sebagai upaya mencari mutiara yang ada di dasar lautan yang dalam. Sehingga ketiga hal itu (syarī’at, tarekat, dan haqīqah) menjadi mutlak penting karena berada dalam satu sistem. Syariat digambarkan sebagai kapal yang berfungsi sebagai alat transportasi untuk sampai ke tujuan. Tarekat sebagai lautan yang luas dan tempat adanya mutiara. Sedangkan hakikat adalah mutiara yang dicari-cari. Mutiara yang dicari oleh para sufi adalah ma’rifat kepada Allah. Orang tidak akan mendapatkan mutiara tanpa menggunakan kapal.

2. Adab (etika) para Murid

Adap adalah suatu ajaran yang sngat prinsip, tanpa adap tidak mungkin seorang sūlūk (pejalan rohani) dapat mencapai suluk-nya. Jadi adap tersebut harus dimiliki setiap setiap muslim yang mengikuti tarekat tersebut, karena hal tersebut merupakan syarat riyāḍah dan sūlūk seorang murid.Secara garis besar dikemukakan bahwa seorang murid (sūlūk) harus menjaga empat adap, yaitu: adap kepada Allah, adap kepada Syeikh (mursyid/guru), adap kepada ikhwan, dan adap kepada diri sendiri.

3. Ajaran tentang Dzikir.

Tarekat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah adalah termasuk tarekat dzikir. Sehingga dzikir menjadi ciri khas yang mesti ada dalam tarekat. dalam suatu tarekat dzikir dilakukan terus menerus (istiqomah), hal ini dimaksud sebagai suatu latihan psikologis (riyaḍah al-Nafs) agar seorang dapat mengigat Allah disetiap waktu dan kesempatan. Dzikir merupakan makanan spiritual para sufi dan merupakan apresiasi cinta kepada Allah. Sebab orang yang mencintai sesuatu tentunya ia akan banyak menyebut namanya.

Yang dimaksud dzikir dalam Tarekat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah adalah aktivitas lidah (lisan), maupun hati (batin) untuk menyebut dan mengingat nama Allah, baik berupa jumlah (kalimat) maupun isim mufrād (kata tunggal) sesuai yang telah dibae’atkan mursyid. Penyebutan zikir dalam Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah terdapat dua jenis zikir, yaitu dzikir nafi isbat dan dzikir ismu żāt.

1. Dzikir nafī isbāt adalah dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “lā ilāha illā Allāh”. dilakukan dengan gerakan-gerakan simbolis sebagai sarana tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa), yaitu membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh nafsu yang jelek. Dzikir ini merupakan inti ajaran Tarekat Qadiriyah yang dilafadzkan secara jahr (dengan suara keras). Allah berfirman dalam QS. Al-Baqoroh 1: 200. 48 Dzikir nafī isbāt pertama kali dibei’atkan kepada Ali ibn Abi Thalib pada malam hijrah Nabi Muhammad dari makkah ke kota Yastrib (Madinah) disaat Ali mengantikan posisi Nabi (menempati tempat tidur dan memakai selimut Nabi). Dengan talqin Dzikir ini Ali mempunyaikeberanian dan tawakal kepada Allah yang luar biasa dalam menghadapi maut. Alasan lain Nabi membaiat Ali dengan dzikir keras adalah karena karakteristik yang dimiliki Ali. Ia seorang yang periang, terbuka, serta suka menentang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan suara keras. Qadiriyah atau dzikir Qadiriyah.

2. Dzikir ismu żat adalah dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “Allāh” secara sirr atau khafī (dalam hati). Dzikir ini juga disebut dengan dzikir lātifah dan merupakan ciri khas dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Yang dapat mengaktifkan kelembutan-kelembutan rohani yang ada dalam diri manusia. Sehingga seluruh lapisan latifah (kelembutan) organ spiritual nya dapat melakukan dzikir.

Sedangkan dzikir ismu żāt dibaiatkan pertama kali oleh Nabi kepada Abu Bakar al-Siddiq, ketika sedang menemani Nabi di Gua ṡur, pada saat berada dalam persembunyiannya dari kejaran para pembunuh Quraisy. Dalam kondisi panik Nabi mengajarkan (men-talqinkan) dzikir ini dan sekaligus cara murāqābah ma’iyah (kontemplasi dengan pemusatan bahwa Allah senantiasa menyertainya).



A. Kesimpulan

[sunting | sunting sumber]

Dari pengkajian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tarekat merupakan jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah.. Macam-macam tarekat diantaranya tarekat qadariyah, naqsabandiyah dan qadariyah wan naqsabaniyah dengan ajaran-ajaran . maka dari itu tidak heran apabila mayoritas sufi mempunyai tarekat masing-masing dalam beribadah menujun Allah swt.

B. Kritik dan Saran

[sunting | sunting sumber]

Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang kontruktif akan sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA

[sunting | sunting sumber]

Amin, S., Al-Quran, F. S.-T. J. S., & 2015, undefined. (n.d.). Pemimpin dan Kepemimpinan dalam al-Qur’an. Journal.Sadra.Ac.Id. Retrieved September 20, 2022, from https://journal.sadra.ac.id/ojs/index.php/tanzil/article/view/21

Aqib, K. (2012). Al hikmah: memahami teosofi tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Bina Ilmu.

Arif, M. (2021). Analisis Semiotika Roland Barthes (Pemaknaan Kata Tarekat Dalam Surat Al-jin 16). J-Alif: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah Dan Budaya Islam, 6(2), 131–142.

Fauzian, R. (2022). Perkembangan Pemikiran Tasawuf Dari Periode Klasik Modern Dan Kontemporer. SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam, 5(1), 41–60.

Halimatussa’diyah, S. A. (2020). Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural. Jakad Media Publishing.

Munawwir, A. W. (1997). kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif.

Nasution, H. (1991). Tarekat Qadriyah Naqsabandiyah; Sejarah, Asal-Usul, dan Perkembangannya, Institut Agama Islam Latifah Mubaroqiyyah (IAILM) Tasikmalaya-indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

NASUTION, I. S. (2022). PENGAMALAN AJARAN SULUK TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI DESA SUNGAI KUMANGO KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.

Putra, J. S. (2022). TAREKAT NAQSYABANDI HAQQANI DAN PERUBAHAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT PADANG 2000-2021 M. UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Rahmawati, R. (2014). Tarekat dan Perkembangannya. Al-Munzir, 7(1), 83–97.

Riyadi, A. (2016). Tarekat sebagai organisasi tasawuf (Melacak peran tarekat dalam perkembangan dakwah islamiyah). At-Taqaddum, 6(2), 359–385.

RIZAL, M. (2019). METODE DAN PRAKTIK ZIKIR TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH SERTA KONTRIBUSINYA DALAM MENINGKATAN SPIRITUALITAS JEMAAH (Studi Terhadap Jemaah Majelis Zikir Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Desa Bugo Welahan Jepara). UNISNU Jepara.

SANTRI, M. M. I. D. A. N. A., & MUNADI, A. H. (n.d.). PERAN TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSABANDIYAH DALAM.

Tengah, K. U. J. (2018). Internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam ajaran tarekat qadiriyah wa naqsyabandiyah di pondok pesantren an-nawawi berjan Purworejo. Jurnal Paramurobi, 1(2), 54.