Lompat ke isi

Pengguna:MUSTAMID

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

BIOGRAFI RIWAYAT HIDUP KH. MUHAMMAD THOYYIB


NAMA LAHIR  : TAWANG

NAMA LENGKAP  : KYAI HAJI MUHAMMAD TOYYIB

TEMPAT / TAHUN LAHIR  : PEMALANG, 1971

ALAMAT LAHIR  : DUSUN KARANGTENGAH DESA WARUNGPRING

NAMA AYAH  : MBAH DASMI

NAMA IBU  : IBU HJ. KHOTIJAH


KH. Muhammad Thoyib lahir pada tahun 1871 M di Dusun Karangtengah Desa Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang dari Pasangan Mbah Dasmi dan Ibu Hajjah Khotijah dengan nama lahir TAWANG.

Mbah Dasmi, ayah KH. Muhmmad Thoyib adalah seorang Polisi desa di Dusun Karangtengah Desa Warungpring. Beliau dikenal pada saat itu sebagai seorang yang jujur, loman dan sangat tinggi pengabdian dan kepeduliannya pada masyarakat, terutama kepada Kaum Dzu’afa (Fakir Miskin). Bukti dari kejururan dan kepdulian beliau diantaranya adalah adanya sebuah saluran air yang memanjang dari sungai Waluh di sebelah utara Dusun Karangtengah sampai ke desa Karangdawa Kecamatan Warungpring sepanjang 3 Km yang bisa mengairi sawah seluas 30 Ha, ia memberikan tanah selebar satu meter dan panjang 500 meter untuk dibuat saluran air yang dipergunakan untuk kepentingan orang banyak, oleh sebab itu saluran air tersebut dinamakan “Wangan Dasmi”.

Mbah Dasmi mempunyai seorang menantu yang kebetulan menjadi kepala desa (lurah) pada saat itu, yang bernama H. Ismail. Setelah beliau melihat bahwa H. Ismail banyak tamunya dan pada saat itu bengkoknya belum luas, maka Mbah Dasmi menghibahkan sebidang tanah sawah seluas setengah Bau untuk dijadikan bengkok yang sampai sekarang menjadi milik Desa Warungpring.

Mbah Dasmi juga dikenal cinta kepada ulama, salah satu buktinya putranya yang keenam yang bernama Tawang sejak kecil sudah diperintahkan dan dipasrahkan untuk belajar agama terutama belajar Al-Qur’an pada seorang Kyai di Dusun Tegalharja Desa Warungpring yang bernama Kyai Asnawi. Berkat dari kepedulian kepada masyarakat dan kelomanannya serta cintanya kepada para ulama, anak Mbah Dasmi yang keenam menjadi ulama besar yang alim, sholeh dan mempunyai cukup banyak karomah yaitu Tawang yang berganti nama menjadi KH. Muhamad Thoyib. Bukan hanya itu saja, boleh dikatakan sebagian besar tokoh agama dan masyarakat di Desa Warungpring yang meliputi Dusun Gombong, Dusun Karangtengah, Dusun Pamulian, Dusun Tegalharja adalah anak cucu dan buyut bahkan canggah atau keturunan dari mbah Dasmi. Kiranya benar dalam kitab Ta’limul Muta’alim dikatakan “Apabila ingin mempunyai keturunan yang almi dan sholeh, maka harus loman dan cinta kepada Ulama.


PENDIDIKAN MBAH KYAI MUHAMMAD THOYIB

KH. Muhammad Thoyib yang nama kelahirannya Tawang, sejak kecil sudah menunjukkan akan menjadi orang yang alim dan sholeh sekaligus sebagai tokoh yang menjadi panutan umat. Pada usia kurang lebih tujuh tahun beliau setiap hari mengikuti rayatnya (pembantu) yang menggembalakan kerbau ayahnya ditempat pangonan (Penggembalaan kerbau). Beliau mengajak teman-temannya untuk latihan sholat, kadang-kadang pidato (khutbah) dan tahlilan-tahlilan dipetilasan Mbah Sigit yang sekarang makamnya ada di daerah Tegal.

Pada usia 10 tahun beliau mulai belajar mengaji Al-Qur’an kepada Kyai Asnawi Tegalharja, setelah beliau hatam Al-Qur’an beliau meneruskan belajar ilmu pasholatan kepada KH. Abdul Karim Randudongkal, setelah menamatkan beberapa kitab terutama kitab fiqih, beliau meneruskan belajar ke Pondok Pesantren Mangkang Tugu Semarang, disana beliau belajar ilmu Nahwu Shorof dan ilmu hisab (Falaq), kemudian setelah mendapatkan beberapa ilmu tersebutm dari Mangkang pindah ke Lemahduwur Tegal untuk belajar ilmu Fiqih kepada KH. Hasan Anwar dan juga Kyai Abdul Jalil Pulo, kemudian memperdalam ilmu Tauhid kepada Kyai Ubaidah Giren Talang Tegal. Setelah mendapatkan beberapa ilmu Syariat dan Ilmu Hakikat maka beliau meneruskan belajar ke Pondok Pesantren Sindang Laut kepada KH. Syamsuri disana beliau belajar ilmu khikmah, dan kemudian setelah sudah merasa cukup belajar ilmu hikmah, maka meneruskan belajar kepada KH. Abdul Jamil Buntet Cirebon tentang ilmu Thoriqoh, yang akhirnya pada tahun 1904 beliau mendapat izin dari KH. Abdul Jamil untuk membaiat Thoriqoh Syatoriyah dengan bahasa tata krama tabaruk.

Pada tahun 1907 beliau melakukan ibadah haji beliau meneruskan belajar ilmu syariat dan tasawuf kepada As-Syaih Al-Alamah Mahfud At-Termasi di Makkatul Mukaromah, Syaikh Mahfud adalah ulama kelahiran Termas Jawa Timur yang menjadi Muallim (pengajar) di Masjidil Harom. Kitab Karangan Syaikh Mahfud banyak sekali, diantaranya Syarah Alfiyah Suyuti, Syarah Minhajul Qowim. Beliau juga belajar kepada Syaikh Dlomir Al-Makki, Syaikh Mukhtarom al-Makki, Syaikh Muhammad Sya’id Syatho al-Makki dan Syaikh Hamzah al-Makki.

RIWAYAT PERNIKAHAN

Pada tahun 1896, dalam usia 25 tahun beliau menikah dengan Ibu Sudiyah dari kalitorong dan dikaruniai satu anak yang bernama H. Khudori (Almarhum) kemudian firoq (Cerai). Kemudian beliau menikah lagi dengan Ibu Nyai Sarti, tidak dikaruniai anak, kemudian firok. Setelah itu beliau menikah lagi dengan Nyai Jenah dari Bengkeng Warungpring, dikaruniai 9 anak, yaitu:

1. KH. Khariri 6. K. Asnuri

2. H. Jamhari 7. Nyai Khuriyah

3. H. Dajri 8. Nyai Mudlihah

4. H. Ajhuri 9. Pak Masruri

5. Hj. Siti Khudriyah

Kemudian beliau menikah lagi dengan Nyai Muriah dari Tegalharja tapi ditidak dikaruniai anak. Nyai Muriah meninggal di Mekkah saat melaksanakan ibadah haji. Sepulang dari ibadah haji beliau menikah lagi dengan adik Nyai Muriah yaitu Nyai Siti Mariyah dan dikaruniai satu anak yang bernama Siti Khoeriyah yang dinikahkan dengan KH. Syahmari. Kemudian setelah nyai Siti Mariyah wafat, beliau menikah lagi dengan Siti Aisyah dan dikaruniai dua anak yaitu :

1. Ust. Masykuri

2. Makhruri (almarhum)

Yang terakhir beliau menikah dengan Nyai Wastimah tetapi tidak dikaruniai anak.

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Setelah beliau pulang dari berbagai pesantren KH. Muhammad Thoyib pada tahun 1893 mulai mengembangkan Ilmunya di Dusun Karangtengah dan sekitarnya. Karena akhlaknya yang begitu baik, punya jiwa lentur, menerima saran dari orang lain, dan menghargai pendapat orang lain, sehingga pada saat itu beliau mendapat izin mengajar dari pemerintah Belanda.

Beliau kecuali menyelenggarakan pendidikan dengan sistem Pondok Pesantren di Karangtengah, beliau juga mengadakan dakwah di berbagai desa dengan cara yang halus, telaten, tidak mengenal payah, tidak pernah mengeluh dalam menghadapi tantangan dan rintangan, sehingga dapat mendorong masyarakat di berbagai desa dan kecamatan untuk mendirikan masjid Jami’ sampai 40 masjid di berbagai kecamatan, dari kecamatan Warungpring, Kecamatan Moga, Kecamatan Randudongkal, Kecamatan Bantarbolang, Kecamatan Pulosari, Kecamatan Belik, dan Kecamatan Watukumpul. Beliau juga memberikan dorongan kepada Kaum muslimin yang sudah mampu yang belum sadar untuk melakukan ibadah haji.

Pada saat itu beliau sudah bisa menyelenggarakan bimbingan ibadah haji, maka tepat pada tahun 1907 beliau berangkat ibadah haji yang pertama. Kemudian pada tahun 1917 beliau berangkat haji untuk yang kedua, kemudian pada tahun 1921 beliau berangkat haji untuk yang ketiga, pada tahun 1925 beliau berangkat haji untuk keempat. Pada tahun 1930 beliau berangkat haji untuk yang kelima kalinya dan bermukim di Mekkah sampai tahun 1933, sehingga jumlah melakukan ibadah hajinya sampai tujuh kali.

Pada tahun 1903 beliau mendapat ijin untuk menjadi kholifah Thoriqoh Syatoriyah, sehingga mulai saat itu beliau mengembangkan Thoriqoh Syatoriyah yang muridnya tersebar di beberapa daerah.


DALAM BIDANG ORGANISASI

KH. Muhammad Thoyyib kecuali sebagai Ulama Pesantren sekaligus mursyid Thoriqoh Syathoriyah juga aktif di kepengurusan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, contoh buktinya pada awal Nahdlatul Ulama dibentuk di Kabupaten Pemalang, beliau pada saat itu menjadi presiden Nahdlatul Ulama Kabupaten Pemalang yang sekarang disebut Musytasar, beliau juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan Mukhtamar Nahdlotul Ulama.


AKHLAK DAN SIFAT SERTA KESABARAN

KH. Muhammad Thoyyib orang sangat pantas harus diteladani dalam berbagai kehidupan, baik soal agama, perjuangan, sosial ekonomi, dan kemasyarakatan, beliau adalah orang yang sangat ulet dalam berjuang dan sabar, tidak pernah mengeluh dalam menghadapi tantangan dan cobaan, hasudan dan rintangan, tidak pernah menyampaikan atau mengeluhkan orang-orang yang memusuhinya atau mengasutnya, bahkan mereka yang memusuhi atau yang merintangi dan menghasudi dianggap sebagai guru dan teman yang baik, beliau sangat suka memuji, menghargai orang yang berjasa kepada beliau, tetapi tidak pernah mencaci maki apalagi memfitnah kepada orang yang bersebrangan.

Beliau sangat loman dan peduli kepada fakir miskin, contoh yang kongkrit adalah pada saat beliau menjumpai pedagang yang membawa bahan-bahan semacam alat dapur atau gerabah kok sampai sore belum laku, maka oleh beliau dibeli walaupun di rumah sudah banyak, tapi nanti diberikan kepada keluarga atau familinya yang membutuhkan.

Beliau sangat suka menghibur orang-orang yang sedang kesusahan, jika ada saudara atau famili atau tetangga terutama yang miskin sedang sakit atau meninggal dunia pasti beliau menengok sampai selesai bahkan memimpin terbangan / rebana, tidak pernah ada hari libur atau bulan tanpa untuk menengok keluarganya yang sedang kesusahan, baik di Gombong, di Karangtengah maupun di Pamulian serta Pakembaran dan beberapa desa yang dimana ada santri beliau. Jika ada orang yang menentang atau memusuhi, mereka malah sering dikirimi salam dan beliau sering bersilaturrahmi kepada mereka, beliau orang yang sangat pemaaf, tidak pernah dendam dan tidak ambisi kedudukan, jika bertemu atau melakukan sholat jama’ah bersama Kyai lain walaupun mereka lebih muda, Kyai Toyib tidak mau menjadi imam.


DOMISILI TEMPAT TINGGAL

KH. Muhammad Thoyib dilahirkan di Dusun Karangtengah pada tahun 1871 beliau dibesarkan dan mengembangkan ilmunya sampai tahun 1917 di Karangtengah. Karena pertimbangan keluarga maka pada tahun 1917 beliau pindah ke Gombong Warungpring dan tetap menajar di Pondok Pesantren serta melakukan dakwah dengan cara yang lentur dan khidmat serta mengembangkan Thoriqoh Syatoriyahnya sampai pada tahun 1958.

Sebelum meninggal dunia, tepatnya pada hari Rabu Tanggal 10 Robiul Awal Tahun 1379 H / 1958 M Jam 5 Sore (ba’da Ashar), beliau memanggil menantunya KH. Syahmarie (Almarhum) untuk diberi wasiat. Wasiat yang disampaikan adalah antara lain setelah kepulangan beliau agar KH. Syahmarie meneruskan perjuangannya dan meneruskan pembaiatan Thoriqohnya, kemudian apabila beliau meninggal tidak usah diempat puluh harikan (dipatangpuluh) namun yang penting di Khauli setiap bulan Robiul Awal atau Mulud.


PENUTUP

Demikian sekilas manaqib atau riwayat hidup Al-Maghfurlah KH. Muhammad Thoyib.

Biografi ini diambil dari bergai sumber terutama keluarga dan santri yang sangat dekat yang menjumpai beliau, mudah-mudahan Allah memberikan Taufiq Hidayah kepada kita dan keberkahannya wasilah karomah beliau.