Pengguna:Putriuzdahw/Bak pasir
Dalam rapat Paripurna DPR ke-29 tahun 2022-2023 pada persidangan V, Omnimbus Law Rancangan undang-undang (RUU) mengenai kesehatan disahkan oleh DPR menjadi undangundang. Ketua DPR Puan Maharani beserta wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel memimpin langsung rapat tersebut. Sebelum benar-benar menetapkan rancangan menjadi undang-undang Ketua DPR Puan Maharani terlebih dahulu meminta persetujuan seluruh anggota rapat Paripurna. Setelah mayoritas mengatakan setuju RUU pun disahkan. Sidang tersebut diikuti oleh anggota seluruh fraksi yang ada di DPR. Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal DPR, sekitar 105 orang hadir dan 197 orang izin. Beberapa perwakilan pemerintah pun turut hadir dalam sidang pengesahan RUU kesehatan, di antaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Lalu, Kemendagri, Kemenkeu, serta Kemendikbudristek. Pengesahan tersebut disetujui oleh mayoritas fraksi kecuali Fraksi Partai Demokrat dan PKS. Sementara fraksi-fraksi yang setuju di antaranya PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima tetapi dengan catatan. Kronologi pengesahan RUU Kesehatan ini berawal dari draft yang dikirim kepada pemerintah setelah disahkan menjadi RUU pada 14 Februari dalam sidang Paripurna DPR. Selanjutnya Komisi IX yang ditugaskan Bamus DPR mulai melakukan pembahasan pada 3 April. Kemudian pada 5 April Komisi IX menerima inventaris masalah (DIM) dari pemerintah. Per 15 April hingga hari ini Panja yang dipimpin oleh Melki Laka Lena sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR mulai melakukan pembahasan RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasaRUU Kesehatan ini dalam proses pembahasannya mendapat penolakan dari beberapa pihak. Terutama dari lima organisasi profesi (OP) di antaranya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Beberapa hal yang menjadi penolakan seperti penghapusan mandatory spending, perlindungan Nakes dan Medis, perizinan praktik dokter asing di rumah sakit Indonesia, dan berlakunya Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup. Selain itu pemerintah dan DPR dinilai tidak transparan dalam pembahasan RUU Kesehatan serta terkesan terburu-buru. Para dokter dan tenaga kesehatan yang berasal dari lima organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demo di depan gedung MPR/DPR RI sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Kesehatan tersebut. Sejak pukul 10.30 massa yang mengenakan pakaian putih telah memadati area gedung DPR dengan membawa poster dan banner. Aparat juga mengawal aksi demo tersebut.