Lompat ke isi

Perang Pattimura (1817)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perang Pattimura adalah perlawanan rakyat Maluku terhadap kolonialisme Belanda yang berada di Kepulauan Maluku.

Perang Pattimura (1817)
Bagian dari Peperangan Inggris-Belanda
Tanggal1817
LokasiMaluku, Indonesia
Hasil Kemenangan Belanda
Pihak terlibat
Pejuang Maluku
Perusahaan Hindia Timur Britania Raya
Belanda
Tokoh dan pemimpin
Pattimura Dihukum mati
Anthoni Rhebok Dihukum mati
Philips Latimahina Dihukum mati
Sayyid Parintah Dihukum mati
Lucas Selano
Arong Lisapafy
Melchior Kesaulya
Sarassa Sanaki
Martha Christina Tiahahu
Paulus Tiahahu Dihukum mati
Johannes Rudolf van der berg 
Mayor Pioner Beetjes 
Gubernur van Middelkoop
KomisariKomisaris Engelhard

Perjuangan melawan Belanda

[sunting | sunting sumber]

Penyerangan ke Benteng Duurstede

[sunting | sunting sumber]

Pada 15 Mei 1817, operasi penyerangan pos-pos dan benteng Belanda di Saparua dimulai oleh Kapiten Pattimura bersama Philips Latumahina, Lucas Selano dan pasukannya.

Operasi yang dikenal dengan Perang Saparua tersebut berhasil merebut benteng Duurstede dan menewaskan kepala residen Saparua bernama Van den Berg beserta pasukannya.

Ekspedisi Beetjes

[sunting | sunting sumber]

Belanda juga melancarkan serangan balik dengan mengerahkan 300 pasukan dari Ambon yang dipimpin oleh Mayor Beetjes untuk merebut kembali benteng Duurstede yang kemudian disebut dengan ekspedisi Beetjes. Upaya Mayor Beetjes tersebut nyatanya dapat dipatahkan.

Kemenangan yang gemilang ini menambah semangat juang rakyat Maluku,

sehingga perlawanan meluas ke daerah lain seperti Seram, Hitu dan lain-lain

Serangan balik dari Belanda

[sunting | sunting sumber]

Untuk membalas dan merebut kembali Perlawanan rakyat di Hitu, ditangani oleh Ulupaha (80 tahun). Karena pengkhianatan terhadap bangsa sendiri, akhirnya Ulupaha terdesak dan tertangkap oleh Belanda. Pada bulan Juli 1817, Belanda mendatangkan bala bantuan berupa kapal

perang yang dilengkapi dengan meriam-meriam. Benteng Duurstede yang dikuasai oleh Pattimura dihujani meriam-meriam yang ditembakkan dari laut. Akhimya benteng Duurstede berhasil direbut kembali oleh Belanda. Pasukan Pattimura melanjutkan perjuangan dengan siasat perang gerilya.

Pada bulan Oktober 1817, Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran untuk menghadapi Pattimura. Sedikit demi sedikit pasukan Pattimura terdesak.

Pengkhianatan & Penangkapan Pattimura

[sunting | sunting sumber]

Pasukan Belanda mengalami kewalahan dalam menghadapi perlawanan Rakyat Pattimura hingga pada bulan Juli 1817 - September 1817, Belanda mendatangkan Pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet. Pada bulan Oktober 1817, Pasukan Belanda mulai menyerang Rakyat Maluku secara besar-besaran hingga dapat memadamkan perlawanan Rakyat Maluku dan merebut kembali Benteng Duurstede.

Selama berkuasa di Maluku, Pemerintah Belanda sempat dibuat repot selama Berbulan-bulan oleh kecerdikan Kapitan Pattimura yang pandai meramu strategi Perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari Batavia tidak datang dengan cepat. Bahkan Belanda akan memberikan Hadiah sebesar 1.000 Gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.

Namun begitulah takdir, perjuangan Pattimura harus berakhir oleh pengkhianatan Rakyatnya sendiri, Raja Booi yang adalah Raja dari Negeri Booi, Saparua, Maluku Tengah, yang selama ini mati-matian dibelanya. Oleh karena itu Pemerintah Belanda sudah mendapatkan informasi tempat persembunyian Thomas Matulessy melalui Raja Booi.

Malam 11 November 1817, Thomas Matulessy dan Pasukannya sedang berdiam di sebuah Rumah di Hutan Booi. Tidak ada perbincangan apapun, mereka hanya diam termenung. Tiba-tiba terdengar keramaian dari luar dan Pintu terbuka oleh tendangan seseorang. Beberapa Tentara merangsek masuk, mengarahkan senjata ke semua orang. Seorang Opsir berteriak memberi perintah untuk menyerah, sambil mengarahkan Senjatanya ke dada Pattimura.

Kemudian masuk dan berteriak Raja Booi: “Thomas, menyerahlah engkau, Tidak ada gunanya melawan! Rumah ini sudah dikepung empat puluh serdadu yang siap menembak mati kalian.”

Terkutuklah engkau, pengkhianat!” geram Pattimura, seraya digiring keluar dari Negeri Booi, sebelum diberangkatkan ke Kota Ambon.

Tidak disebutkan apakah Raja Booi mendapat imbalan atas pengkhianatannya itu. Namun I.O. Nanulaitta dalam Kapitan Pattimura menyebut alasan Raja Booi menjual informasi kepada Belanda karena dendam setelah Pattimura menurunkan posisinya sebagai Pemimpin Rakyat.

Kabar penangkapan Pattimura tersiar ke seluruh pelosok Negeri dengan sangat cepat. Para pemimpin perang lain pun segera menjadi target perburuan. Sebagian memilih meletakkan senjata, namun sebagian lain memutuskan tetap berperang. Mereka tidak ingin nasibnya berakhir di Tiang Gantung, dan terus melanjutkan perjuangan Pattimura. Setiba di Ambon, Pattimura dan sejumlah Pejuang yang tertangkap dikurung di benteng Victoria. Selama di dalam penjara, mereka diinterogasi oleh Tentara Belanda. Namun Pattimura menutup rapat-rapat mulutnya sehingga tidak banyak informasi yang didapat Belanda.

Memasuki bulan Desember, Para Tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad van Justitie (Dewan Pengadilan Kota Ambon). Setelah melalui beberapa Sidang, Vonis pun dijatuhkan. Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, Sayyid Perintah, Melchior Kesaulya dan Philip Latumahina mendapat hukuman paling berat sebagai Pemimpin Perang, yakni Hukuman Gantung. Sementara tahanan lainnya diasingkan ke Pulau Jawa. Pattimura dan Empat orang lainnya mengisi hari-hari terakhir menjelang ekseskusi dengan Renungan. “Suatu malam penuh ketegangan dan perjuangan batin, Pikiran Kelima Pemimpin itu melayang-layang ke sanak saudara. "Kebebasan yang mereka ingini menyebabkan korban besar yang harus mereka berikan, Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh kaum Penjajah.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Setyaningrum, Puspasari (20 Juli 2022). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak". Kompas.com. PT. Kompas Cyber Media. Diakses tanggal 03 Februari 2024.
  • "Kisah Heroik Kapitan Pattimura: Melawan Belanda Digantung, dan Makam Misterius". Kumparan News. PT. Dynamo Media Network. 05 Juli 2022. Diakses tanggal 03 Februari 2024.
  • Notosusanto, Nugroho: Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional
  • Hanna, Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta: PT Penebar Swadaya http://www.warnetgadis.com/2015/10/makalah-perlawanan-thomas- matulessy.html