Lompat ke isi

Perang melawan Labolontio

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang melawan Bajak Laut Tobelo

Ilustrasi Armada Labolontio
TanggalAbad ke-15
LokasiSemenanjung Sulawesi Tenggara, Pulau Buton
Hasil Kemenangan Lakilaponto dan Kematian Labolontio
Pihak terlibat
Kesultanan Buton
Kerajaan Muna
Kerajaan Konawe
Kerajaan Moronene
Armada Labolontio
Tokoh dan pemimpin
Lakilaponto
Raja Mulae
Opu Manjawari
Bajak Laut Labolontio
Kekuatan
Tidak diketahui Tidak diketahui
Korban
Tidak diketahui Tidak diketahui

Perang melawan Labolontio adalah sebuah perang yang terjadi di semenanjung tenggara Sulawesi. Perang ini melibatkan kerajaan di Sulawesi Tenggara dengan Bajak Laut dari Tobelo, Maluku Utara.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Labolontio adalah seorang Bajak Laut yang menguasai kepulauan Moro di Filipina, perairan Banda sampai Selayar. Namun dalam manuskrip Buton, tercatat bahwa Labolontio adalah seorang kapten laut dari Tobelo, Kesultanan Ternate. Labolontio memimpin pasukan laut dibawah perintah Sultan Ternate untuk memperluas wilayah kekuasaannya juga dalam rangka menyebarkan pengaruh Islam di kawasan timur Nusantara termasuk Buton, Bima, Selayar, dan Makassar yang pada saat itu kebanyakan Kerajaan masih beragama Hindu. Labolontio kerap menyerang kerajaan-kerajaan di semenanjung tenggara Sulawesi antara lain Kerajaaan Konawe, Moronene, Muna, dan Buton, termasuk daerah Selayar.

Disaat yang sama, muncullah seorang bernama Lakilaponto yang merupakan Putra dari Raja Muna Sugi Manuru dari hasil perkawinannya dengan Wa Tubapala. Selama hidupnya Lakilaponto berkeliling daerah Jazirah Sulawesi Tenggara antara lain Kerajaan Konawe, Kerajaan Mekongga, Kerajaan Moronene, Kerajaan Wuna, Kerajaan Muna, dan Kerajaan Buton. Di Setiap daerah yang disinggahinya Lakilaponto berhasil menyelesaikan masalah di daerah tersebut sehingga ia menjadi raja atau panglima perang di masing-masing daerah tersebut, dan dikenal dengan nama yang berbeda di tiap-tiap daerah yakni Haluoleo (Konawe), Lakilaponto (Muna), dan Murhum (Buton).

Awal konfrontasi

[sunting | sunting sumber]

Konfrontasi antara Lakilaponto dan Labolontio telah terjadi sejak Lakilaponto menjadi panglima perang Kerajaan Konawe, dimana saat itu Labolontio menyerang daerah pesisir Kerajaan Konawe yakni Wonua Sampara. Akan tetapi Lakilaponto berhasil menghalau pasukan Labolontio sehingga ia gagal menaklukan daerah tersebut. Selain itu Labolontio juga pernah berhadapan lagi dengan Lakilaponto, ketika Labolontio menyerang wilayah Kerajaan Moronene, sehingga pada saat itu Kerajaan Moronene meminta bantuan Lakilaponto yang saat itu menjabat sebagai panglima perang Kerajaan Konawe, sebagai balasan Lakilaponto mengirimkan peralatan dan perlengkapan perang untuk Kerajaan Moronene berupa parang dan baju perang, serta turut membantu Kerajaan Moronene menghalau armada Labolontio.

Perang melawan Labolontio di Kerajaan Buton

[sunting | sunting sumber]

Pada saat Labolontio sedang berada di Selayar, armada Labolontio menyerang wilayah Kerajaan Buton dan mendarat di daerah Labuantobelo, sebelah utara Pulau Buton. Saat itu Kerajaan Buton yang dipimpin oleh Raja Buton La Mulae dengan gelar Sangia Yi Gola. Merasa kerajaannya terancam, Raja Buton La Mulae mengadakan sayembara untuk mengalahkan Labolontio, dengan hadiah perkawinan dengan putrinya. Sayembara itu terdengar sampai ke Kerajaan Muna, sehingga pada waktu itu Raja Muna Sugi Manuru memanggil pulang Lakilaponto guna mengikuti sayembara tersebut, sebab apabila Labolontio berhasil menguasai Buton, maka Labolontio dapat mengancam kedaulatan Kerajaan Muna. Labolontio pun mengikuti sayembara tersebut, dan membawa sepupu dan sahabatnya Opu Manjawari dan Batumbu. Labolontio dan Lakilaponto akhirnya bertemu di pesisir Pantai Boneatiro dan terjadilah pertarungan di antara keduanya, yang kemudian dimenangkan oleh Lakilaponto. Lakilaponto berhasil memenggal kepala Labolontio dan menyerahkannya kepada Raja Buton saat itu. Sebagai imbalannya Lakilaponto berhak menikahi putri Raja Buton saat itu. Setelah mengalahkan Labolontio, Lakilaponto kembali ke Muna untuk menggantikan ayahandanya Raja Muna Sugi Manuru, yang telah lanjut usia. Baru tiga tahun memerintah Kerajaan Muna, Lakilaponto dinobatkan sebagai Raja Buton menggantikan mertuanya Raja Buton La Mulae, setelah itu Lakilaponto pun memeluk agama Islam, dan mengubah Kerajaan Buton menjadi Kesultanan, dan ia menjadi Sultan Buton pertama Yakni Sultan Muhammmad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis (Sultan Murhum).

  • Rustam E Tamburaka, 2007, Sejarah dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara, Badan Riset Daerah Sulawesi Tenggara