Pertempuran Agrigentum
Pertempuran Agrigentum | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Punik I | |||||||||
Peta Laut Tengah yang menunjukkan lokasi Agrigento | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Republik Romawi | Kartago Kuno | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Lucius Postumius Megellus Quintus Mamilius Vitulus |
Hanno Hannibal Gisco | ||||||||
Kekuatan | |||||||||
40.000–100.000 prajurit dan buruh[1] |
31.500–56.000 orang 30.000–50.000 infanteri 1.500–6.000 kavaleri 30–60 Gajah perang Garnisun Agrigento | ||||||||
Korban | |||||||||
15.000–30.540 tewas[1] 15.000–30.000 infanteri 540 kavaleri |
7.200 3.000 infanteri terbunuh 200 kavaleri terbunuh 4.000 ditangkap 8 gajah terbunuh 33 gajah terluka 25.000 orang diperbudak |
Pertempuran Agrigentum (Sisilia, 262 SM) adalah pertempuran pertama dalam Perang Punik I dan konfrontasi militer pertama dengan skala besar antara Kartago dan Republik Romawi. Pertempuran tersebut terjadi setelah pengepungan panjang yang dimulai tahun 262 SM dan menghasilkan kemenangan bagi Romawi yang menjadikan awal kendali Romawi atas Sisilia.
Kota
[sunting | sunting sumber]Agrigento (bahasa Latin: Agrigentum, bahasa Yunani Kuno: Ἀκράγας atau Akragas) adalah sebuah kota di pulau Sisilia, yang belokasi empat kilometer dari garis pantai bagian Selatan. Kota ini terletak di wilayah dataran tinggi dengan dikelilingi oleh lereng-lereng curam di semua sisinya kecuali di bagian Barat.[2] Kota ini juga dikelilingi oleh Sungai Hypsas (sekarang Sungai San Leone) yang berada di bagian Barat kota dan Sungai Akragas di bagian Timur sebagai perlindungan alami, sehingga satu-satunya cara untuk menyerang kota ini adalah dari arah Barat, sehingga membuat kota ini mudah untuk dipertahankan. Kota ini memiliki jalur utama di sepanjang pantai selatan, juga jalur yang mengarah ke utara dan timur untuk menuju ke kota-kota lain.[3] Status utama Agrigento menjadikannya target pasukan penyerang, kemudian pada 262 SM, pasukan Romawi menyerang kota tersebut untuk mencegah orang-orang Kartago menggunakan kota tersebut sebagai tempat persiapan untuk menyerang Roma.[4]
Pendahuluan pengepungan Agrigento
[sunting | sunting sumber]Pada 288 SM, para tentara bayaran Italia yang disebut dengan Mamertin (bahasa Latin: Mamertini atau bahasa Yunani: Μαμερτῖνοι) yang disewa untuk menyerang orang-orang Kartago, pergi ke kota Messana, alih-alih untuk melindunginya tetapi malah membantai para prianya, kemudian merebut wilayahnya dan memaksa para wanita untuk menjadi istrinya. Mereka kemudian menggunakan kota tersebut sebagai basis operasi untuk menyerang kota-kota disekitarnya.[5] Hiero II yang pada saat itu sebagai pemimpin Sirakusa, berkampanye melawan Mamertin. Hiero II akhirnya dapat mengalahkan Mamertin di Sungai Longanus, pada suatu waktu antara tahun 268 dan 265 SM, yang menyebabkan Mamertin meminta bantuan militer ke Kartago dan Roma. Di mana Kartago dan Roma adalah kekuatan besar lainnya di wilayah tersebut selain Sirakusa. Seorang pemimpin Kartago di Sisilia menanggapi permintaan tersebut dan mengirim pasukan kecil ke garnisun benteng Messana. Hiero II yang tidak ingin secara terbuka menyerang Kartago dan mengawali peperangan, sehingga ia mundur kembali ke Sirakusa.[6]
Kartago telah berusaha untuk menguasai Sisilia selama berabad-abad dan lawan utama mereka adalah koloni-koloni Yunani yang tersebar di sekitar pulau tersebut. Sebagai koloni Yunani terkaya dan terkuat di Sisilia, Sirakusa selalu menjadi lawan utama bagi Kartago. Dengan mengambil kendali Messana, hal ini memungkinkan Kartago untuk mengurangi kekuatan Sirakusa dan karena sebelumnya Kartago sudah menguasai Afrika Utara, sebagian Spanyol, Sardinia dan beberapa pulau kecil di Mediterania, kendali Messana dapat mengarah pada penaklukan Sisilia. Selain itu, Messana adalah daerah yang sangat baik jika Kartago ingin menyerang Italia dan Roma.[7]
Meskipun bangsa Romawi terus memperluas wilayah mereka selama lebih dari satu abad, pasukan mereka tidak pernah bertempur di luar Semenanjung Italia. Kendali Kartago atas jalur invasi ke Italia, mengancam wilayah Roma yang baru ditaklukkan di wilayah Italia bagian selatan, selain mengancam Roma itu sendiri. Pada 264 SM, Senat Romawi memilih untuk mengirim salah satu konsulnya, Appius Claudius Caudex berekspedisi ke Sisilia di bawah komandonya. Masih menjadi perdebatan apakah Majelis Centuriata Roma secara resmi menyatakan perang atau tidak. Adrian Goldsworthy telah menyatakan bahwa hal tersebut sangat tidak mungkin dan meskipun Romawi tahu perang dengan Sirakusa hampir pasti, mereka percaya bahwa militernya akan menghalangi atau dengan cepat mengalahkan oposisi di Sisilia.
Romawi bertujuan mengirim dua legiun ke Sisilia pada 262 SM dan kemungkinan bersedia untuk merundingkan perdamaian dengan Kartago.[4] Ketika Romawi menyatakan perang terhadap Kartago sejak tahun 264 SM, tidak banyak pertempuran serius di antara keduanya kecuali pertempuran kecil di selat Messana. Bangsa Kartago juga membuat gerakan damai pada awal perang, tetapi mereka mulai meningkatkan kekuatannya di Sisilia pada tahun 262 SM. Romawi mengirim konsul ke Sisilia, begitu Kartago mulai meningkatkan kekuatannya di pulau tersebut. Para konsul tersebut adalah jenderal tentara Romawi dan mereka datang bersama beberapa legiun. Kartago menyewa tentara bayaran dari bangsa Liguria, Keltik dan Spanyol untuk mendesak musuh mereka di Sisilia agar menyerang Romawi di pulau yang separuhnya dikuasai oleh pasukan Romawi. Pada titik ini, Agrigento menjadi basis utama bagi Kartago.[2]
Bangsa Kartago mulai mengirim pasukan ke Sardinia menggunakan kekuatan laut, tetapi sebagian besar pasukan mereka berada di Sisilia. Sepertinya mereka berencana menggunakan pulau tersebut sebagai basis pangkalan untuk menyerang Italia. Konsul Romawi, Lucius Postumius Megellus dan Quintus Mamilius Vitulus memfokuskan pasukan mereka pada Agrigento,[3] di mana keduanya memimpin pasukan gabungan yang terdiri dari 40.000 orang. Panglima Agrigento Hannibal Gisco dan putranya Gisgo, mengumpulkan banyak orang-orang yang tinggal di wilayah sekitar kota di balik tembok kota, sehingga meningkatkan populasi kota menjadi sekitar 50.000 orang dengan jumlah pasukan garnisunnya yang relatif kecil. Hannibal menolak untuk berperang di luar tembok kota yang mungkin menurut anggapan pihak Romawi sebagai tanda kelemahan. Pasukan Romawi kemudian mendirikan kamp militer mereka sekitar satu mil dari kota dan memanen hasil ladang dari daerah tersebut.[8]
Pengepungan
[sunting | sunting sumber]Hannibal akhirnya menyerang pasukan Romawi saat mereka tengah memanen tanaman di ladang-ladang. Pasukan Romawi yang kalah jumlah dan tidak bersenjata, melarikan diri dari wilayah tersebut. Piket (sejumlah kecil prajurit yang ditempatkan di garis pertahanan) yang menjaga kamp militer mereka adalah satu-satunya benteng Romawi dan meskipun mereka kehilangan banyak orang, mereka mampu mengalahkan rombongan Kartago lain yang berusaha menembus kamp. Pertempuran pertama ini membuat Hannibal menyadari bahwa ia tidak bisa kehilangan orang lagi, sehingga menjadi semakin enggan untuk menyerang lagi. Pasukan Romawi juga menyadari bahwa mereka telah meremehkan lawannya.
Para konsul Romawi menyadari bahwa mereka harus memutuskan hubungan Agrigento dari dunia luar dan memblokade kota tersebut hingga menyebabkan kelaparan guna memaksa penduduknya untuk menyerah. Pasukan Romawi mulai menggali sistem parit dan benteng-benteng kecil di sekitar kota untuk mencegah penduduk mempersiapkan pengepungan.[9] Para konsul membagi pasukan yang ada dengan satu pasukan di dekat Kuil Asklepios di wilayah Selatan kota dan pasukan lainnya ditempatkan di wilayah Barat kota. Terjadi kebuntuan di Agrigento selama lima bulan hingga November 262 SM ketika bahan persediaan di kota tersebut mulai habis.[10] Hannibal menjadi semakin prihatin atas sumber daya yang terbatas, kemudian ia mengirim pesan mendesak ke Kartago untuk meminta bantuan.[11] Kartago mengirim pasukan bantuan dari Afrika yang dipimpin oleh Hanno, di mana hal ini diyakini oleh para sejarawan sebagai putra Hannibal. Terdapat berbagai catatan mengenai rincian pasukan Hanno. Sejarawan Yunani Polybius, menyatakan bahwa terdapat sekitar 50 gajah, kavaleri Numidia dan tentara-tentara bayaran.[10] Sejarawan lain Diodoros, mencatat terdapat 50.000 infanteri, 6.000 kavaleri dan 60 gajah.[10] Namun sejarawan lain, Orosius mengacu kepada 30.000 infanteri, 1.500 kavaleri, dan 30 gajah.[10]
Gerakan pertama Hanno untuk bergerak maju dan memusatkan pasukannya di wilayah Heraclea Minoa, sekitar 25 mil (40 kilometer) bagian barat Agrigento. Hanno kemudian berhasil merebut basis perbekalan Romawi di Herbesos, sehingga menyebabkan kamp pasukan Romawi menjadi kekurangan bahan pasokan, hal ini kemudian menimbulkan penyakit dan menjadi serba kekurangan.[12] Perebutan basis perbekalan pasukan Romawi ini juga memutus hubungan jalur komunikasi Romawi. Kemudian Hanno bergerak maju, memberi tahu kavaleri Numidian untuk menyerang kavaleri Romawi, lalu berpura-pura mundur. Pasukan Romawi kemudian mengejar kavaleri Numidian saat mereka mundur dan dibawa ke barısan utama Kartago. Hal ini menyebabkan pasukan Romawi menderita banyak kerugian.[9] Hanno kemudian mengambil posisi di wilayah Toros (Torus), sebuah bukit yang berlokasi sekitar 1 mil (1,6 kilometer) dari kamp Romawi, di mana pertempuran selanjutnya terjadi selama kurun waktu dua bulan, menyebabkan pengepungan berlangsung antara enam hingga tujuh bulan.[12]
Dengan Hanno membuat kamp di luar kamp mereka sendiri, jalur suplai Romawi dari Sirakusa tidak lagi tersedia. Karena pasukannya yang terancam kelaparan, para konsul lebih memilih untuk menawarkan pertempuran. Namun, kali ini giliran Hanno yang menolak, kemungkinan dengan maksud untuk mengalahkan Romawi dengan ancaman bahaya kelaparan. Sementara itu, kondisi di dalam Agrigento sudah hampir putus asa, setelah lebih dari enam bulan pengepungan. Hannibal, yang melakukan komunikasi dengan pihak luar melalui sinyal asap, mengirim permintaan darurat untuk meminta bantuan dan Hanno terpaksa menerima pertempuran sengit yang ditawarkan oleh para konsul sebelumnya. Meskipun terdapat beberapa catatan yang mengungkap rincian pertempuran yang sebenarnya, mereka tidak konsisten dan sulit untuk didamaikan (sebagaimana yang lazim terjadi pada catatan-catatan kuno).[12]
Pertempuran
[sunting | sunting sumber]Sejarawan Yunani Polybius mengatakan bahwa selama dua bulan, kedua musuh berada saling berdekatan di luar kota tanpa adanya konflik langsung. Hannibal, yang masih berada di dalam kota, mengirimkan pesan dan sinyal api secara terus-menerus yang menekankan bahwa kota berada dalam kondisi serba kekurangan pangan dan desersi musuh yang menyebabkan Hanno terpaksa bertempur. Pasukan Romawi, yang juga hampir berada dalam kondisi kelaparan, menerima pertempuran tersebut.[13] Setelah perjuangan panjang, pasukan Romawi membunuh sebagian besar pasukan Kartago. Kartago kehilangan 3.000 infanteri dan 200 kavaleri korban tewas, serta 4.000 tahanan dan delapan gajah tewas dan 33 menjadi cacat.[14] Sepanjang seluruh rangkaian pengepungan, Romawi kehilangan 30.000 infanteri dan 540 kavaleri atau kemungkinannya, total sepertiga dari 40.000–50.000 pasukannya.[14][8] Kerugian Romawi yang tinggi dan melarikan diri dari tentara Kartago berarti bahwa tidak ada kemenangan diberikan untuk para konsul.[14]
Penulis Bizantium Zonaras mencatat bahwa Hanno mengerahkan pasukannya untuk berperang, tetapi pasukan Romawi menolak untuk berperang karena bercermin dari kekalahan kavaleri sebelumnya. Ketika kekurangan bahan makanan menjadi lebih parah, para konsul akhirnya memutuskan untuk bertempur.[15] Hanno awalnya ingin mengoordinasikan serangannya dengan serangan Hannibal, tetapi pasukan Romawi menyadari rencana tersebut.[15] Kemudian akhirnya pasukan Romawi menyergap Kartago dari belakang, sehingga ketika Hanno menyerang mereka, dia dikalahkan dari depan dan belakang. Pasukan Romawi juga berhasil mematahkan serangan oleh garnisun Kartago.[14]
Versi pertempuran yang lebih memungkinkan adalah bahwa Hanno mengerahkan infanteri Kartago dalam dua baris, dengan gajah dan bala bantuan di barisan kedua dan kavaleri kemungkinan besar ditempatkan di sayap. Rencana pertempuran pasukan Romawi tidak diketahui, tetapi biasanya mereka terorganisir dalam bentuk formasi 'tripleks asies', yakni strategi pertempuran dengan aturan formasi tiga lapis. Semua sumber-sumber setuju menyatakan bahwa pertempuran tersebut panjang dan akhirnya pasukan Romawilah yang berhasil mematahkan front Kartago. Hal ini memicu kepanikan di belakang dan pasukan cadangan yang melarikan diri dari medan pertempuran. Juga terdapat kemungkinan bahwa gajah-gajah tersebut juga panik dan dalam pelariannya mengacaukan susunan formasi Kartago, sehingga pasukan Romawi berhasil mengalahkan musuh dan memenangkan pertempuran. Kavaleri Romawi berhasil menyerang kamp Kartago dan menangkap beberapa gajah. Namun hal ini tidak berhasil seluruhnya, sebagian besar pasukan musuh melarikan diri, kemudian Hannibal Gisco, bersama dengan garnisun Agrigento, juga berhasil menembus garis pertahanan Romawi dan melarikan diri demi keamanan.
Terlepas mana dari tiga versi yang benar, Pasukan Romawi berhasil mengalahkan Kartago dan memaksa Hanno untuk mundur. Pada malam setelah pertempuran, Hannibal berhasil melarikan diri dari Agrigento bersama tentara bayarannya dengan mengisi parit-parit Romawi dengan jerami. Kemudian keesokan harinya, pasukan Romawi berhasil mengejar Hannibal dan garnisunnya lalu menyerang barisan belakang, tetapi akhirnya berbalik untuk mengambil alih Agrigento. Sambil merebut kota tanpa perlawanan, mereka menjarah kota dan menjual 25.000 penduduknya menjadi budak.[16]
Akibat
[sunting | sunting sumber]Setelah pertempuran Agrigento ini (yang pertama di antara empat pertempuran darat yang terjadi dalam Perang Punik I), pasukan Romawi berhasil menduduki Agrigento dan menjual seluruh penduduknya ke dalam perbudakan. Meskipun tindakan kebrutalan seperti ini lazim terjadi, hal tersebut terbukti kontraproduktif dan tidak menguntungkan. Hal ini mengeratkan sikap banyak kota-kota lain yang mungkin terbukti dekat dengan Roma. Pengambilalihan atau perebutan Agrigento merupakan kemenangan penting bagi Romawi, meskipun beberapa kali nyaris mengalami bencana. Karena Hannibal dan garnisunnya berhasil melarikan diri relatif tidak terluka, tidak ada kemenangan Romawi untuk kedua konsul tersebut dan hal tersebut mengurangi keberhasilan pertempuran.[17] Setelah 261 SM, Roma menguasai sebagian besar Sisilia dan mengamankan panen gandum yang akan digunakannya sendiri. Kemenangan dalam kampanye besar-besaran pertama yang terjadi di luar Italia ini memberikan kepercayaan lebih bagi Roma untuk mengejar kepentingan luar negerinya.[16]
Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Kern 1996, hlm. 258.
- ^ a b Lazenby 1996, hlm. 55.
- ^ a b Lazenby 1996, hlm. 56.
- ^ a b Lazenby 1996, hlm. 54–55.
- ^ Goldsworthy 2007, hlm. 66.
- ^ Goldsworthy 2007, hlm. 67-68.
- ^ Goldsworthy 2007, hlm. 68.
- ^ a b Goldsworthy 2007, hlm. 77.
- ^ a b Goldsworthy 2007, hlm. 79.
- ^ a b c d Lazenby 1996, hlm. 57.
- ^ Lazenby 1996, hlm. 79.
- ^ a b c Lazenby 1996, hlm. 58.
- ^ Goldsworthy 2007, hlm. 80.
- ^ a b c d Lazenby 1996, hlm. 59.
- ^ a b Goldsworthy 2007, hlm. 81.
- ^ a b Lazenby 1996, hlm. 60.
- ^ Goldsworthy, hlm. 81.
Pustaka
[sunting | sunting sumber]- Kern, Paul Bentley (1999). Ancient Siege Warfare (dalam bahasa Inggris). Bloomington and Indianopolis: Indiana University Press. ISBN 978-0285635241.
- Lazenby, John Francis (1996). The First Punic War: A Military History (dalam bahasa Inggris). Stanford, California: Stanford University Press. ISBN 0-8047-2673-6. OCLC 34371250.
- Goldsworthy, Adrian (2007). The fall of Carthage: the Punic Wars, 265-146 BC (dalam bahasa Inggris). Cassell. ISBN 978-0-304-36642-2.