Perubahan iklim di Greenland
Greenland (bahasa Greenland: Kalallit Nunaat, bahasa Denmark : Grønland) merupakan wilayah dependensi dari Kerajaan Denmark yang memiliki otonomi untuk mengatur urusan domestiknya sendiri. Wilayah ini merupakan pulau terbesar di dunia dan terletak di Samudera Atlantik bagian utara.[1] Hal ini terlihat dari jarak antara wilayah utara ke selatan sejauh 1.660 mil (2.760 kilometer) dan lebih dari 650 mil (1.050 kilometer) dari timur ke barat pada titik terluasnya.[1] Selain itu, Greenland merupakan wilayah yang memiliki ketebalan es rata-rata 5.000 kaki (1.500 m), mencapai ketebalan maksimum sekitar 10.000 kaki (3.000 meter) dan melingkupi lebih dari 700.000 mil persegi (1.800.000 kilometer persegi) - melebihi empat per lima total luas kawasan Greenland.[1]
Pencairan Es di Greenland
[sunting | sunting sumber]Perubahan iklim memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat Greenland. Hal ini ditandai dengan mencairnya es yang melingkupi sebagian besar dari wilayah Greenland. Menurut William Colgan (peneliti senior dari Badan Survei Geologi Denmark dan Greenland) terdapat dua faktor yang menjadi penyebab pencairan es di Greenland yakni terdapat tekanan tinggi terhadap Greenland menciptakan kondisi hangat dan cerah serta awan rendah dan hujan salju yang membuat radiasi sinar matahari memanaskan permukaan lempengan es.[2]
Mencairnya es di wilayah Greenland dipengaruhi oleh adanya pemanasan global. Hal ini terlihat dari mencairnya es dengan jumlah rata-rata 255 giga ton setiap tahunnya dari 2003 hingga 2016.[3] Pemanasan global tersebut menambah besar peluang dalam menciptakan kondisi cuaca yang menyebabkan lempengan es mencair sedemikian banyak.[2] Konsekuensi dari mencairnya es di wilayah Greenland adalah meningkatnya permukaan air laut yang berdampak pada banjir bandang di masa depan dan bahkan menghilangkan garis pantai serta memaksa masyarakat untuk pindah ke wilayah lain yang lebih tinggi.[4]
Dampak Perubahan Iklim bagi Masyarakat Greenland
[sunting | sunting sumber]Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan topik yang selalu menjadi perdebatan di Greenland.[5] Dalam hal ini, masyarakat Greenland memiliki kepedulian terhadap diskursus berkenaan dengan pemanasan global dan perubahan iklim.[5] Perubahan iklim tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat Greenland, khususnya suku Inuit yang merupakan penduduk asli dari wilayah tersebut.
Mata pencaharian suku Inuit di Greenland pada umumnya adalah berburu dan memancing yang merupakan sumber prestise dan ketahanan ekonomi bagi seorang pria dan keluarganya, juga berkontribusi bagi identitas nasional Greenland.[6] Pada perkembangannya, para pemburu tersebut wajib mendapat lisensi dari asosiasi nelayan dan pemburu (KNAPK / Kalaallit Nunaanni Aalisartut Piniartullu Kattufiat) baik sebagai pemburu professional (piniarteq) dan pemburu untuk keperluan rekreasi (sunngiffimi aallaniartoq),[5] dalam rangka melindungi spesies hewan liar dan membatasi perburuan hewan. Kegiatan berburu dan memancing tersebut sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada di Greenland, semisal perburuan anjing laut di Tiilerilaaq, Greenland Timur.[5]
Perubahan iklim di Greenland memiliki pengaruh signifikan terhadap mata pencaharian suku Inuit. Dampak perubahan iklim tersebut berkaitan erat dengan keselamatan saat melakukan perburuan, khususnya selama waktu pembekuan dan keretakan lautan es.[6] Selain itu, perubahan iklim berdampak pada kehidupan hewan liar di lautan es[6] yang menyebabkan sempitnya akses untuk mendapatkan hewan buruan, sehingga memaksa keluarga pemburu untuk menemukan sumber pendapatan terbaru.[5] Dalam hal ini, pada nelayan di Greenland beralih untuk menjala ikan kod dikarenakan spesies tersebut merupakan spesies ikan air hangat.[6] Di sisi lain, sebagian besar keluarga pemburu dan nelayan melakukan urbanisasi ke kota besar di Greenland seperti Nuuk, Ilulissat dan Tasiilaq.
Perubahan iklim di Greenland juga memiliki dampak signifikan bagi sektor pariwisata, terutama dalam wisata alam berupa gunung es dan gletser. Salah satu gunung es yang menjadi objek wisata adalah gunung es Ilulissat yang telah didaftarkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2004.[7] Selain itu, terdapat gunung es Sermeq Kujalleq yang merupakan simbol dari adanya perubahan iklim di Greenland, dikarenakan dalam sepuluh tahun terakhir pencairan gunung es sekitar 40 meter per hari.[7] Oleh karena itu, Sermeq Kujalleq menjadi tempat penelitian mengenai gletser secara global dan memiliki kontribusi atas ilmu pengetahuan perihal aktivitas gletser dan dampak dari perubahan iklim bagi kawasan es Greenland (Greenland Ice Sheet).[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c "Greenland | History, Geography, & Culture". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-27.
- ^ a b "Lautan es di Greenland meleleh secara tidak lazim, peneliti peringatkan dampaknya ke dunia" (dalam bahasa Inggris). 2019-06-19. Diakses tanggal 2019-10-27.
- ^ "What's happening to Greenland's ice?". Climate Home News (dalam bahasa Inggris). 2019-07-05. Diakses tanggal 2019-10-27.
- ^ Shukman, David (2019-09-03). "Greenland's ice faces melting 'death sentence'" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-27.
- ^ a b c d e Buijs, Cunera (2010). "Inuit perceptions of climate change in East Greenland". Études/Inuit/Studies (dalam bahasa Inggris). 34 (1): 39–54. doi:https://doi.org/10.7202/045403ar Periksa nilai
|doi=
(bantuan). ISSN 0701-1008. - ^ a b c d Derry, K. R.; Stallones, L. (2015-10-01). "New risks, New Strategies: Greenlandic Inuit Responses to Climate Change". International Journal of Epidemiology (dalam bahasa Inggris). 44 (suppl_1): i147–i147. doi:10.1093/ije/dyv096.173. ISSN 0300-5771.
- ^ a b c "Tourism". Climate Greenland (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-04.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- The Geological Survey of Denmark and Greenland (GEUS) <https://eng.geus.dk/>
- KNAPK / Kalaallit Nunaanni Aalisartut Piniartullu Kattufiat <https://www.knapk.gl/>