Lompat ke isi

Prasasti Kedengan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Prasasti Kedengan berupa tembaga itu berukuran panjang 42,5 cm, lebar 12,5 cm dan tebal sekitar 2,5 mm. Menurut berita tembaga bertulis itu semula disimpan oleh seorang penduduk Bojonegoro di dalam sebuah peti bersama-sama sebilah keris dan sehelai kain cinde. Asal atau tempat semula prasasti diketemukan (didapat) tidak diketahui secara jelas. Tembaga bertulis itu tidak bernomor. Meskipun demikian dapat diperkirakan bahwa lempengan tembaga itu merupakan lembar ke-3 atau ke-4 dari prasasti selenggkapnya yang diduga terdiri atas 5, 6 atau 7 lempengan. Karena prasasti tidak lengkap, maka nama raja ataupun angka tahunnya tidak dapat diketahui secara pasti. Tetapi melihat bentuk (tipe) tulisan (dari segi paleografi), rupa-rupanya prasasti itu diturun (tinulad) pada jaman Majapahit berdasarkan prasasti aslinya yang lebih tua.

Isi prasasti

[sunting | sunting sumber]

Isi pokok prasasti Kedengan menyebut anugerah Paduka Sri Maharaja (namanya tidak diketahui) kepada desa Kedengan yang diangkat status atau kedudukannya menjadi sebuah sima (desa perdikan).

Prasasti Kedengan ditulis dengan huruf (aksara) dan bahasa Jawa Kuno pada kedua belah sisinya (recto dan verso). Setiap sisi digores dengan empat baris kalimat. Huruf sangat jelas dan rupa-rupanya ditulis oleh seorang citralekha (penulis) yang pandai. Bunyi kalimat atau langgam bahasanya agak mirip dengan Prasasti Biluluk (1366 M) dan Prasasti Renek (1379 M).

Alihaksara

[sunting | sunting sumber]

Recto (sisi depan)

1. mangkana ludan tutan angsaprtyangsa darida kudarida magdihaladi tan kataman byut i

2. kedengan pramlilia i rika nyang salwirning watek kilaian manadahi tarimba matapukan

3. mabanol salahan wargga ri daim asing maka warga ya asing desa sasangkanya a

4. sing saprawrttinya yawat humunggu i rikang sima ring kedengan pramina byut i kedengan sasu-

Verso (sisi belakang)


1. ka dukhanya kalteb muwah anugraha paduka Sri maharaja i kedengan wnang amangana raja

2. mangsa lwirnycl, wdus gunting hasu tugel karung pulih badawang wnang, huhma pujut gahuluna

3. bondan. wnang ahuluna dayang wnang ahuluna cabol wungkuk wnang anjamaha rare kawula

4. wnang atujula wnang katemwaning istri larangan wnang adrwya dagang sakwelning asambyawahara anga

Terjemahan

[sunting | sunting sumber]

Recto (sisi depan)

1. demikianlah, ludan tutan (sejenis denda, hukuman), angsa angsa (yang berkaitan dengan keturunan, wakaf, cekcok antara keluarga atau umat), denda mendenda (pukul-memukul), mencerca tidak mendapat tekanan (sanksi, buyut, beban) di

2. Kedengan harap waspada (mengetahui) hal itu. Demikian pula semua golongan kilalan (orang asing, petugas tertentu), pemukul genderang (manadahi), tarimba (kelompok orang tertentu), pemain topeng (matapukan)

3. pelawak (mabanol), salahan (kelompok orang tertentu), warga di dalam, dan sembarang (siapa saja) warga, dari mana pun juga asalnya (desanya)

4. dan bagaimana pun pula perangainya apabila bertempat tinggal di desa perdikan Kedengan, supaya mengetahui segala peraturan (sanksi, beban buyut) desa Kedengan tersebut

Verso (sisi belakang)

I. segala macam sukha-dukha nya (delik hukum peraturan hukum dengan segala akibatnya) dan lagi anugerah Paduka Sri Maharaja kepada penduduk Kedengan, yaitu (mereka) diperbolehkan makan makanan raja (rajamangsa)

2. seperti : kambing (wdus gunting), anjing (hasu tugel), celeng (karung puli), kura-kura (badawan), diperbolehkan mempunyai hamba (hu- lun: budak) orang pujut, boleh mempunyai hamba

3. Orang bondan boleh mempunyai hamba dayang-dayang (dayang), boleh mempunyai hamha orang cebol (cabol), bungkuk (wungkuk), boleh menjamah (menangkap, mempunyai) anak hamba (rakyat)

4. boleh melakukan tujul, boleh menemui wanita larangan (istri larangan), boleh berdagang segala macam dagangan

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. Naerssen, F.H. Van. 1941. Oudjavaansche Oorkonde in Duitsche en Deensche Verzamelingen disertasi di Rijksuniversiteit Leiden, 1941.
  2. Olthof, W.L. 1941. Poenika Serta Babad Tanah Djawi wiwit saking Nabi Adam doemoegi ing taoen 1647, uitgegeven door Bet Koniklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Ned. Indie, M. Nijhoff, 's Gravenhage.
  3. Pigeaud, Th. 1938. Javaans-Nederlands Handwoordenboek, J. B. Wolters, Gronigen, Batavia, 1938.
  4. Pigeaud, Th. 1960. Java in the Fourteenth Century, Vol. I. Translation Series 4, I - 1960.
  5. Poerbatjaraka, R.Ng. 1933. Nitisastra, Bibliotheca Javanica 4, A.C.NIX & Co, Bandung.
  6. . Stutterheim, W.F. dan Pigeaud, Th. 1926. Een belangrijke Oorkonde uit den Bloeitijd van Madjapahit. Djawa, 1926.
  7. . Sukarto K. Atmodjo, M. M. 1980. Sedikit tentang nama kota Tuban dan Lamongan, Fak. Sastra Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta, tgl. 24 - 25 Oktober 1980.
  8. Sukarto K. Atmodjo, 1985. Profil Kodok Dalam Prasasti Kuno, di dalam harian Sinar Harapan, 25 Januari 1985, hlm. VI.
  9. Sukarto K. Atmodjo, 1985. Sekitar Masalah Sejarah Kadiri Kuna (Harijadi Kadiri), diterbitkan oleh Lembaga Javanologi - Universitas Kadiri dengan bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri, 1985.