Pura Meduwe Karang
Pura Meduwe Karang atau Pura Maduwe Karang adalah sebuah pura yang terletak di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, sekitar 12 km sebelah timur dari Singaraja di Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Pura ini dianggap sebagai salah satu pura utama di Bali, karena ukurannya.[1] Pura Meduwe Karang terkenal karena patung-patungnya dan gaya hiasan berbentuk bunga yang menjadi ciri khas Bali Utara.[1]
Kompleks pura
[sunting | sunting sumber]Pura Meduwe Karang (diterjemahkan dari bahasa Bali menjadi "pura pemilik tanah") dibangun pada tahun 1890 oleh sekelompok orang yang datang ke Kubutambahan dari desa Bulian.[1] Pura ini didedikasikan untuk Batara Meduwe Karang ("tuan pemilik tanah"), dewa yang memberikan perlindungan untuk kesuburan lahan pertanian. Pura Meduwe Karang juga memiliki tempat pemujaan yang didedikasikan untuk dewa matahari Surya dan Ibu Pertiwi, semuanya terkait dengan konsep perlindungan kesuburan lahan. Kompleks candi dikelilingi oleh tembok, yang diperkuat dengan pilar-pilar di atasnya dengan hiasan ukiran berbentuk bunga.[1] Di pintu masuk pura, terdapat deretan 36 patung batu yang mewakili karakter dari epos Ramayana. Patung disusun dalam tiga tingkat, 13 buah di baris terendah, sepuluh di baris tengah, dan 13 di baris tertinggi. yang diapit oleh dua tangga masuk. Patung di bagian tengah menggambarkan Kumbakarna, sementara patung di sekitarnya menggambarkan pasukan kera Sugriwa. Tangga kembar mengarah ke teras masuk (jaba pura). Sebuah gapura candi bentar menandai batas pintu menuju jaba pisan, bagian terluar pura.[1] Bagian terluar merupakan halaman yang digunakan untuk tempat berkumpul selama berlangsungnya upacara keagamaan. Terdapat paviliun di halaman ini yang digunakan untuk pertunjukan gamelan selama acara-acara tertentu.[1] Bagian tengah (jaba tengah) dicapai dari bagian terluar melalui sebuah gapura candi bentar empat tingkat. Terdapat sepasang paviliun yang tersusun secara simetris di pura bagian tengah.[1] Bagian terdalam (jero), area yang paling disucikan dari pura ini, dapat dicapai dari bagian tengah melalui sebuah gapura candi bentar lainnya. Titik tertinggi dari pura bagian terdalam ini dapat dicapai setelah melewati sebuah gapura candi bentar lainnya. Pada titik tertinggi ini terdapat tempat pemujaan (pelinggih) utama yang menjulang tinggi, pelinggih Betara Luhur Ing Angkasa. Pelinggih ini dihiasi dengan ukiran dinding yang menampilkan subyek dari legenda Bali. Pelinggih utama diapit oleh dua pelinggih di kiri dan kanan, satu didedikasikan untuk Ratu Ayu Sari (manifestasi dari Ibu Pertiwi), yang lainnya untuk Ratu Ngurah Sari (pelindung hasil bumi).[1]
Relief
[sunting | sunting sumber]Di sisi tempat pemujaan utama terdapat penggambaran orang Barat yang sedang mengendarai sepeda. Relief ini merupakan penggambaran seniman Belanda W.O.J. Nieuwenkamp yang menjelajahi Bali dengan sepedanya pada tahun 1904.[1] Ukiran ini bukan satu-satunya penggambaran orang Barat di pura Bali: Di Pura Dalem Jagaraga, terletak di sebelah timur Singaraja, sebuah relief menunjukkan sebuah mobil yang dikendarai oleh orang asing berjanggut ditahan oleh seorang gangster bersenjatakan revolver. Beberapa relief pura di Bali Utara mendapat pengaruh dari luar negeri karena daerah tersebut menjadi pintu masuk ke pulau Bali pada awal abad ke-20. Penggambaran lelaki yang menggunakan sepeda tidak ada dalam kondisi asli pura. Perbedaan ini merupakan hasil dari proses pemulihan pura setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi tahun 1917. Dalam proses pemulihan, terdapat penambahan lebih banyak hiasan ukiran bunga dibandingkan dengan relief asli.[1][2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Karya kutipan
[sunting | sunting sumber]Auger, Timothy, ed. (2001). Bali & Lombok. Eyewitness Travel Guides. London: Dorling Kindersley. ISBN 0751368709.