Putus cinta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Putus cinta adalah akhir dari suatu hubungan intim. Istilah dalam bahasa gaul, "putusin", biasanya digunakan apabila tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak. Istilah ini jarang digunakan untuk pasangan yang menjalin hubungan perkawinan, karena akhir dari hubungan mereka umumnya disebut "pisah" atau "cerai".

Model[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa model psikologi yang mencoba menjelaskan proses putus cinta dengan menjabarkan tahapan-tahapannya.[1]

Tahapan menuju putus cinta[sunting | sunting sumber]

L. Lee[2] mengusulkan bahwa terdapat lima tahapan yang berujung pada putus cinta:

  1. Ketidakpuasan – salah satu atau kedua belah pihak semakin tidak puas dengan hubungannya.
  2. Paparan - kedua belah pihak sama-sama sadar akan adanya permasalahan di dalam hubungan mereka.
  3. Perundingan - kedua belah pihak mencoba merundingkan penyelesaian dari permasalahan-permasalahan yang ada.
  4. Penyelesaian dan perubahan - kedua belah pihak menjalankan apa yang telah disepakati.
  5. Penghentian - penyelesaian yang diusulkan gagal menyelesaikan masalah, dan tidak ada penyelesaian lain yang dapat diterima

.

Siklus putus cinta[sunting | sunting sumber]

Steve Duck menjabarkan siklus putus cinta yang terdiri dari enam tahap,[3] yaitu:

  1. Kerusakan hubungan: ketidakpuasan dengan hubungan
  2. Proses intrapsikis: pengunduran sosial, perenungan, kekesalan, mengingat-ingat soal kesalahan pasangan dan biaya yang telah dikeluarkan dalam hubungan, peninjauan kembali alternatif dari hubungan yang ada
  3. Proses diadik: ketidakpastian, kecemasan, permusuhan, perbincangan mengenai alasan ketidakpuasan
  4. Proses sosial: pemberitahuan kepada yang lain, pencarian dukungan sosial, menceritakan, bisa juga menjelek-jelekan pasangan
  5. Proses menghias kuburan: "membersihkan" kenang-kenangan, membuat kisah yang masuk akal mengenai penyebab putus hubungan
  6. Proses kebangkitan: membentuk kembali nilai sosial yang dianut, menetapkan apa yang diinginkan dari hubungan selanjutnya dan apa yang perlu dihindari, persiapan untuk hubungan selanjutnya

Faktor yang memprediksi putus sebelum menikah[sunting | sunting sumber]

Hill, Rubin, dan Peplau[4] telah mengidentifikasi 5 faktor yang dapat memprediksi putus hubungan sebelum menikah:

  1. Perbedaan tingkat keterlibatan dalam menjalin hubungan
  2. Perbedaan usia
  3. Aspirasi pendidikan yang berbeda
  4. Perbedaan tingkat kecerdasan
  5. Perbedaan dalam hal daya tarik fisik

Dampak[sunting | sunting sumber]

Putus adalah suatu kejadian yang mengakibatkan stres, tidak menyenangkan, dan traumatis, tanpa memandang apakah orang tersebut adalah yang memutuskan atau diputuskan.[5][6] Kedua belah pihak sama-sama merasakan dampak negatif, dan putus sering kali dinilai sebagai salah satu kejadian terburuk dalam kehidupan seseorang.[7][8] Contoh dari dampak negatifnya adalah penderitaan secara psikologis dan rasa sedih.[9] Beberapa orang juga bisa terdorong untuk mengintai mantan pacarnya.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Harvey, hlm. 106
  2. ^ Lee, L. (1984). "Sequences in Separation: A Framework for Investigating Endings of the Personal (Romantic) Relationship". Journal of Social and Personal Relationships. 1 (1): 49–73. doi:10.1177/0265407584011004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-25. Diakses tanggal 2009-08-30. 
  3. ^ Steve Duck et al, The Basics of Communications (2011) hlm. 151 Table 6.2
  4. ^ Hill, Charles T.; Rubin Zick; Peplau Letita Anne (1976). "Breakups Before Marriage: The End of 103 Affairs". Journal of Social Issues. 32: 147–168. doi:10.1111/j.1540-4560.1976.tb02485.x. 
  5. ^ Eastwick, P.W.; Finkel, E.J.; Krishnamurti, T.; Lowenstein, G. (2008). "Mispredicting distress following romantic breakup: Revealing the time course of the affective forecasting error". Journal of Experimental Social Psychology. 44 (3): 800–807. 
  6. ^ Collins, T.J.; Gillath, O. (2012). "Attachment, breakup strategies, and associated outcomes: The effects of security enhancement on the selection of breakup strategies". Journal of Research in Personality. 46 (2): 210–222. 
  7. ^ Tashiro, T.Y.; Frazier, P. (2003). ""I'll never be in a relationship like that again": Personal growth following romantic relationship breakups". Personal Relationships. 10 (1): 113–128. 
  8. ^ del Palacio-González, A.; Clark, D.A.; O'Sullivan, L.F. (2017). "Distress severity following a romantic breakup is associated with positive relationship memories among emerging adults". Emerging Adulthood. 5 (4): 259–267. 
  9. ^ Chung, M.C.; Farmer, S.; Grant, K.; Newton, R.; Payne, S.; Perry, M.; Saunders, J.; Smith, C.; Stone, N. (2002). "Self-esteem, personality and post-traumatic stress symptoms following the dissolution of a dating relationship". Stress and Health. 18: 83–90. 
  10. ^ Roberts, K.A. (2002). "Stalking following the breakup of romantic relationships: Characteristics of stalking former partners". Journal of Forensic Science. 47 (5): 1–8.