RMA. Suryasuparta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

RMA.Suryasuparta adalah putra Mangkunegara V yang sebelum menjadi adipati ke tujuh di Mangkunegaran aktif dalam pergerakan kebangsaan Budi Utomo. RMA.Suryasuparta dalam kedudukannya sebagai bangsawan mengambil peran dalam pergerakan dengan merangkul keluarga Kadipaten Paku Alaman turut serta dalam pergerakan.

Bagi kalangan yang kurang memahami alam kebudayaan Jawa adakalanya menyamaratakan suatu nama masa remaja dengan nama sewaktu menjelang dewasa dan matang sehingga seorang RMA. Suryasuparta dipukul rata sama dengan Mangkunegara VII atau Pangeran Sambernyawa dengan Mangkunegara I. Dalam iklim budaya Jawa nama memiliki kaitan dalam ruang dan waktu dengan usaha dan prestasi yang berbeda.

Mengikuti hukum Darwin secara evolutif, nama itu dalam dinamika budaya Jawa membawa peran dan ceritera tersendiri yang tidak bisa dilenyapkan begitu saja.

Asal Usul[sunting | sunting sumber]

R.M.A. Suryasuparta adalah putra Mangkunegara V, bersaudara dengan K.P.H. Suryakusuma yang merupakan putra tertua tetapi merelakan karier adiknya untuk menduduki tahta Mangkunegaran. Persaingan dan rivalitas dalam suatu kerajaan untuk menduduki jabatan orang nomor satu di wilayah kekuasaan Jawa adalah hal yang biasa. R.M.A. Suryasuparta sebagai anggota dari keluarga Mangkunegara V secara piawai berhasil dalam rivalitas. Sang Paman Mangkunegara VI yang menjagokan putranya berhasil dihadang lajunya untuk naik ke puncak tangga kepemimpinan Mangkunegaran. Kedewasaan dalam rivalitas di wilayah kekuasaan Mangkunegaran terbukti membawa perkembangan kerajaan menjadi model suatu contoh pergantian tahta dalam kerajaan Jawa. Mukti siji mukti kabeh, itulah suatu visi yang diterima oleh R.M.A. Suryasuparta dari leluhurnya Pangeran Sambernyawa. Kakak beradik R.M.A. Suryakusuma dan K.P.H. Suryakusuma kelak dikemudian hari berhasil memantabkan kekuasaan yang sudah diraihnya. Kakak beradik itu akhirnya berbesan karena putra R.M.A. Suryasuparta menikahi Putri K.P.H. Suryakusuma dan menggantikan ayahnya menjadi Adipati di Mangkunegaran.

Keluar Dari tembok Istana[sunting | sunting sumber]

Jauh sebelum menjadi Adipati yang ke tujuh, R.M.A. Suryasuparta kehidupannya lebih banyak berada di luar tembok keraton. Dalam catatan Kekesahan Wonteng Nagari Walandi, R.M.A. Suryasuparta dengan langsung menyaksikan sistem dan pola kehidupan di luar Jawa yang kemudian menjadi acuan komparasi untuk memajukan kehidupan Praja Mangkunegaran.

Pergerakan Bangsa[sunting | sunting sumber]

Suryasuparta sebagai keponakan dari Mangkunegara VI yang sedang bertahta, secara diam diam keluar dari tembok istana untuk mengembara dengan hanya ditemani oleh seorang sahabat dan kerabatnya.Kehidupan di luar tembok keraton selain melihat langsung kehidupan masyarakat juga dipergunakan untuk bekerja sebagai juru tulis dan penerjemah bahasa di Semarang.

Suryasuparta sebagai pemuda yang baru tumbuh dengan bantuan kakaknya KPH.Suryakusuma kuliah di Universitas Leiden Belanda, hal mana pengalaman di Belanda ini kelak menjadikan seorang Suryasuparta sebagai pemuda yang tidak begitu bisa menerima saja akan nasib bangsanya.

Nasionalisme dan Kebudayaan[sunting | sunting sumber]

R.M.A. Suryasuparta adalah seorang pemimpin yang mencita-citakan seorang raja atrau pemimpin yang berpikiran cerah. Dalam suntingan kajian Sejarahwan Jepang dikatakan bahwa R.M.A. Suryasuparta mengidolakan sosok tokoh Hayam Wuruk. Untuk itu sangat masuk akal bahwa ketika menjadi Raja di kemudian Hari, R.M.A. Suryasuparta mengambil suatu yang khas dari Majapahit secara lahir dalam nama putrinya Kusumawardani. Dalam Negarakertagama disebutkan bahwa nama putri tersebut adalah putri dari raja Hayam Wuruk.

R.M.A. Suryasuparta yang terobsesi akan kebesaran Majapahit menggalang kerjasama dengan keluarga Paku Alam untuk suatu pergerakan Nasional dan Kebudayaan.

Pemimpin Pergerakan Kebangsaan[sunting | sunting sumber]

Keberhasilannya menjadi pemimpin Boedi Oetomo adalah kesuksesan dari R.M.A. Suryasuparta dalam menjalankan aktivitas pergerakannnya. Sebagai tokoh pergerakan di jamannya diri ia adalah sentral aktivitas karena selain pemikirannya juga dukungan Dana diberikan oleh pihak Mangkunegaran. Padahal waktu beraktivitas R.M.A. Suryasuparta belum menjadi Adipati. Ini berarti bahwa untuk kepentingan bersama meski terdapat riak-riak rivalitas, yang namanya Praja Mangkunegaran mampu dan sanggup untuk mengedepankan kepentingan umum dan bukan internal semata. Pada waktu itu yang menjadi Adipati adalah paman R.M.A. Suryasuparta Mangkunegara VI dan sang Adipati berkenan mengucurkan dana untuk kepentingan bersama pergerakan yang berjiwa kebangsaan.

Konggres Kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Tepatnya Kongres Kebudayaan Jawa diadakan di Surakarta dan R.M.A. Suryasuparta yang sudah menjadi Adipati berkenan memprakarsainya.

Meletakkan Jabatan Ketua Pergerakan[sunting | sunting sumber]

Jabatan sebagai Ketua Pergerakan Boedi Oetomo oleh R.M.A. Suryasuparta diletakkan karena ia telah memegang tampuk kepemimpinan di Istana Mangkunegaran.