Rabi Akiba

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Akiba ben Yusuf (atau Rabbi Akiva, Rebbi Akiva, Ibrani: עקיבא בן יוסף, hidup sekitar 50 - 135 M) adalah seorang rabi Yahudi termasyhur dari abad ke-2. Ia sangat berwibawa dalam masalah tradisi Yahudi. Ia merupakan salah satu penyumbang paling utama dan penting bagi Torah Lisan awal, khususnya Mishnah dan midrash halakha. Ia meletakkan dasar-dasar bagi perdebatan mengenai mishnah; dalam hal ini pasangan atau sekelompok besar orang bijak memperdebatkan butir-butir penafsiran Halakha atau Alkitab.[1]

Rabi Akiba banyak sekali berdebat dengan guru-guru dan rekan-rekannya. Belakangan ditetapkan sebuah peraturan: setiap kali Rabi Akiba berdebat dengan seorang bijak, maka peraturan halakha mengikutinya, tetapi sebaliknya apabila ia berdebat dengan lebih daripada seorang bijak.

Biografi[sunting | sunting sumber]

Talmud adalah satu-satunya sumber pengetahuan kuno mengenai Rabi Akiba. Menurut Talmud, ia dilahirkan dari seorang yang asalnya bukan Yahudi yang bernama Yusuf. Ia adalah seorang am ha'aretz (bahasa Ibrani: orang bodoh) pada empat puluh tahun pertama usianya. Pada masa itu, ia biasa berkata: "Oh, andaikan aku menemukan seorang talmid chacham (sarjana Torah) dan menggigitnya seperti seekor keledai".[2]

Akiba adalah gembala dari seorang kaya bernama Kalba Savua karena siapapun yang masuk ke rumahnya lapar seperti seekor anjing (Kalba), akan pulang dengan kenyang (savua) (acuan kepada keramahannya kepada tamu-tamunya). Anak perempuan Kalba Savua, Rahel, menyadari kesederhanaan dan sifat Akiba yang baik. Ia bertanya kepadanya: "Kalau aku menikahimu, maukah engkau belajar di sekolah (Torah)?" Ia setuju, lalu mereka menikah diam-diam dan Rahel mengirimnya sekolah. Mendengar ini, ayahnya mengusir Rahel dari rumahnya dan bersumpah tidak akan memberikan kepadanya warisan apapun dari hartanya.[3]

Akiba pergi dan belajar selama 12 tahun di sekolah, mulai di kelas yang sama seperti anak-anak kecil. Ketika kembali, ia memiliki 12.000 orang murid sebagai pengikutnya. Ia sepintas mendengar seorang tua berkata kepada Rahel: "Berapa lama engkau akan hidup sebagai seorang janda sementara masih menikah?" Ia menjawabnya: "Kalau Akiba mendengarkan aku, ia akan pergi untuk belajar 12 tahun lagi." Mendengar hal ini, Rabi Akiba berkata: "Jadi aku mendapatkan persetujuannya!" lalu pergi dan belajar lagi selama 12 tahun.[3]

Ketika ia kembali lagi, ia memiliki 24.000 murid sebagai pengikutnya. Mendengar hal ini, istrinya beranjak keluar dan menyambutnya. Tetangga-tetangganya berkata kepadanya: "Pergi dan pinjamlah pakaian yang indah dan berdandanlah!" Ia menjawab: "Seorang yang benar mengenal jiwa ternak di rumahnya"[4]

Ketika Rahel menjumpainya, ia menyembah dan mulai menciumi kaki Akiba. Pelayan-pelayannya mulai mendorongnya pergi. Ia berkata kepada mereka: "Biarkanlah dia! Apa yang aku dan engkau miliki adalah miliknya."[3]

Ayah Rahel mendengar bahwa seorang besar datang ke kota. Ia berkata: "Baiklah aku pergi menjumpainya, mungkin ia dapat membatalkan sumpahku." Rabi Akiba bertanya kepadanya: "Andaikan engkau tahu bahwa suaminya akan menjadi orang besar, apakah engkau akan mengucapkan sumpah itu?" Kalba Savua menjawab: "Oh, andaikan ia tahu satu pasal saja, bahkan satu Halakha!" Rabi Akiba lalu berkata: "Akulah orangnya." Kalba Savua menyembah dan mencium kakinya, lalu memberikan kepada Akiba setengah dari harta kekayaannya.[5]

Rabi Akiba sangat kaya. Talmud mengisahkan enam peristiwa di mana Akiba memperoleh kekayaannya.[6]

Ketika perang Simon bar Kokhba (bar Kozeba) pecah (135), Rabi Akiba menguraikan ayat berikut ini: "Bintang terbit dari Yakub" (Bilangan 24:17) lalu ia menamai pemberontak itu Kokhba, "bintang", dan bukan Kozeba. "Inilah Melekh Hamoshiach ("Raja yang diurapi")!"[7]

Setelah kegagalan perang bar Kokhba, pemerintah Roma melarang orang mempelajari Torah secara terbuka. Rabi Akiba melanggar perintah ini dan dipenjarakan. Perwira Romawi, Turnus Rufus, menjatuhkan hukuman mati kepada Rabi Akiba. Inilah saatnya mengucapkan Shema (lihat: liturgi Yahudi). Tentara Romawi merobek-robek tubuhnya dengan paku-paku besi, dan Akiba mengakui "beban Kerajaan Surga." Murid-muridnya bertanya kepadanya: "Rabi, haruskah sampai sejauh ini?" Akiba menjawab: "Sepanjang hidupku aku kuatir tentang ayat ini (dari Shema Yisrael), (Kasihilah TUHAN, Allahmu) ... dengan segenap jiwamu," (dan bijak ini menguraikan ayat ini untuk menjelaskan artinya), bahkan apabila Ia mengambil jiwaku. Aku berkata: "Kapan aku akan menjumpai situasi seperti itu dan menggenapi ayat ini!" Sekarang aku telah menjumpainya, tidakkah aku akan menggenapinya?" Ia menyerukan kata "Ekhad" (artinya: "esa") hingga nyawanya tercabut bersama dengan perkataan itu. Menurut legenda, saat itu sebuah suara dari surga terdengar dan mengumumkan: "Berbahagialah engkau, Rabi Akiba, karena hidupmu berakhir dengan "Ekhad".[8]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Finkelstein, Louis. Akiba: Scholar, Saint, and Martyr. New York: Covici, Friede, 1936.
  2. ^ Traktat Talmud Pesachim, 49b
  3. ^ a b c Ab. R. N. ed. S. Schechter, vi. 29
  4. ^ Amsal 12:10
  5. ^ Traktat Ketubot, 62b-63a.
  6. ^ Traktat Nedarim, 50a-b.
  7. ^ Talmud Yerusalem, traktat Ta'anit 4:8.
  8. ^ Talmud Berachot 61b.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]