Sejarah perang besar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah perang besar adalah beberapa konflik yang terjadi dan menyebabkan berbagai banyak sekali pembantaian dengan durasi peperangan yang terjadi bisa sangat berbeda beda. Berbagai perang besar yang terjadi ini pastinya akan memakan banyak sekali korban jiwa.

Terdapat beberapa perang yang diklaim dalam sejarah sebagai perang besar, diantaranya[1]

Perang dunia I[sunting | sunting sumber]

Perang ini pertama kali terjadi di Eropa, yang berlangsung selama empat tahun pada tahun 1914 hingga 1918. Perang Dunia I dipicu karena peristiwa terbunuhnya Franz Ferdinand di Bosnia, peristiwa ini memicu serangkaian berbagai perisitiwa hampir di setiap negara besar di dunia. Jerman menjadi pihak penyerang terbesar dalam Perang Dunia I ini, dan juga terdapat Sekutu seperti Inggris, Prancis, Rusia dan Amerika Serikat. Dari peperangan ini setidaknya memakan korban sekitar 18 juta jiwa, dan dari korban tersebut sebanyak 7 juta jiwa adalah warga sipil.

Perang dunia II[sunting | sunting sumber]

Perang ini merupakan kelanjutan dari Perang Dunia I yang terjadi pada tahun 1939 hingga tahun 1945. Perang Dunia II diawali dengan invasi yang dilakukan oleh Jerman yang saat itu dipimpin oleh partai Nazi. Jerman dan juga Italia bersama membentu aliansi yang dikenal dengan nama aliansi Poros dan mulai menguasai negara - negara lain yang ada di Eropa[2].

Perang dingin[sunting | sunting sumber]

Setelah Perang Dunia II berakhir dan menghasilkan kekalahan Jerman yang kemudan menyisakan negara adidaya atau superpower yakni negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada saat perang ini terjadi, dunia terbagi menjadi dua blok besar yakni Blok Barat yang terdiri dari AS dan NATO dan Blok Timur yang terdiri dari Uni Soviet beserta sekutu - sekutunya[3].

Pemberontakan taiping[sunting | sunting sumber]

Pemberontakan ini terjadi di China dan dikenal sebagai pemberontakan terbesar dalam sejarah China. Pemberontakan ini terjadi dari tahun 1850 hingga 1864. Pemberontakan ini terjadi untuk melawan dinasti Qing yang pada saat itu sedang berkuasa dan mempermasalahkann kondisi ekonomi yang ada di sekitar mereka. Pemberontakan ini dipimpin oleh Hong Xiuquan, yang pada saat mulai untuk memperluas jangkauan kekuasaannya di seluruh Tiongkok. Pasukan Qing berhasil dikalahkan dan pengepungan Nanjing menjadi titik balik perjuangan tertinggi mereka. Namun pada saat Eropa bergabung ke dalam pasukan Qing menjadi awal dari berakhirnya pemberontakan ini. Hong Xiuquan tewas dalam pemberontakan ini pada 1864 dan setidaknya terdapat 20 juta korban jiwa[4].

Perang 100 tahun[sunting | sunting sumber]

Perang ini terjadi antara kerajaan Inggris dan Prancis selama 100 tahun yakni dari tahun 1337 sampai 1453. Perang ini dinobatkan sebagai perang perang paling dahsyat di Eropa. Perang ini juga menjadi alasan munculnya gagasan nasionalisme Prancis dan Inggris[5].

Perang salib[sunting | sunting sumber]

Perang ini terjadi di Kawasan Timur Laut Tengah, perang ini dipicu karena memperebutkan tanah suci Yerussalem. Perang ini terjadi sebagai bentuk seruan dari Paus Urban II, perang ini merupakan respon untuk membantu militer kekaisaran Bizantium yang dipimpin oleh Aleksios I untuk menghadapi orang Turki yang pada saat itu menduduki wilayah Anatolia. Perang salib ini memiliki dampak yang sangat besar, akibat dari perang ini kembali dibukanya perairan Laut Tengah untuk aktivitas ekonomi dan pelayaran[6].

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Liputan6.com (2019-09-12). "6 Perang Paling Berdarah dan Mematikan dalam Sejarah Dunia". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-12-02. 
  2. ^ "7 Perang Terbesar di Dunia". SINDOnews Internasional. Diakses tanggal 2023-12-02. 
  3. ^ "7 Perang Terbesar di Dunia". SINDOnews Internasional. Diakses tanggal 2023-12-02. 
  4. ^ Liputan6.com (2019-09-12). "6 Perang Paling Berdarah dan Mematikan dalam Sejarah Dunia". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-12-02. 
  5. ^ "7 Perang Terbesar di Dunia". SINDOnews Internasional. Diakses tanggal 2023-12-02. 
  6. ^ "7 Perang Terbesar di Dunia". SINDOnews Internasional. Diakses tanggal 2023-12-02.