Lompat ke isi

Sharenting

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sharenting adalah lakuran dari kata "sharing" (berbagi) dan "parenting" (pengasuhan anak), yang menggambarkan praktik orangtua yang membagikan banyak konten yang berpotensi sensitif tentang anak-anak mereka di internet. Meskipun istilah ini baru muncul pada tahun 2010, sharenting telah menjadi fenomena internasional yang meluas. Oleh karena itu, sharenting juga memicu perdebatan sebagai penerapan penggunaan media sosial yang kontroversial. Para penentangnya berpendapat bahwa praktik ini melanggar privasi anak dan merusak hubungan orangtua-anak. Sementara itu, para pendukungnya menganggap praktik ini sebagai ekspresi alami kebanggaan orangtua terhadap anak-anak mereka dan berargumen bahwa kritik terhadap pengunggahan konten terkait sharenting sering kali diambil di luar konteks.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Wall Street Journal, yang menyebutnya sebagai "oversharenting," lakuran dari kata "oversharing" (pembagian terlalu berlebihan) dan "parenting (pengasuhan anak)." [1]Priya Kumar berpendapat bahwa merekam momen kehidupan dalam pengasuhan anak bukanlah praktik baru: orang-orang telah menggunakan buku harian, album, dan buku catatan bayi sebagai media dokumentasi selama berabad-abad.[2] Sharenting menjadi populer akibat media sosial, yang membuat banyak orang merasa lebih nyaman membagikan kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka secara daring terutama untuk umur 35 ke atas yang merupakan pengguna awal media sosial.[3] Istilah oversharenting ini juga dimasukkan dalam Times Word of the Day pada Februari 2013[4] dan Collins English Dictionary pada 2016 karena pengaruhnya.[5]

Popularitas

[sunting | sunting sumber]

Sharenting telah menjadi fenomena internasional dengan prevalensi yang meluas di kalangan rumah tangga. Di Amerika Serikat, peneliti dari Rumah Sakit Anak C.S. Mott Universitas Michigan menemukan bahwa hampir 75% orang tua di Amerika Serikat mengenal seseorang yang sering membagikan informasi tentang anak mereka di media sosial [6]dan sebuah survei AVG mengungkapkan bahwa 92% dari semua anak usia dua tahun di AS sudah memiliki jejak di internet.[7] Di Australia, survei yang menunjukkan bahwa 90% orang tua Australia mengakui telah mengunggah foto anak mereka secara daring.[8]

Kontroversi

[sunting | sunting sumber]

Sementara beberapa orang berpendapat bahwa media daring memungkinkan orang tua untuk membangun komunitas dan mencari dukungan dalam pengasuhan[1] yang lain khawatir tentang privasi data anak-anak dan kurangnya persetujuan yang diinformasikan sebelumnya kepada anak tersebut sebelum diunggah.[9] Membagikan konten tidak hanya dapat memalukan anak-anak,[10] tetapi juga menciptakan jejak digital awal, sebuah riwayat aktivitas online, yang tidak dapat dikendalikan oleh anak itu sendiri.[11]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Making the News: "Sharenting" in the Modern World | First 5 Los Angeles". www.first5la.org. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  2. ^ Kumar, Priya (2021). From oversharing to sharenting: how experts govern parents and their social media use. 
  3. ^ Meakin, Nione (2013-05-18). "The pros and cons of 'sharenting'". The Guardian (dalam bahasa Inggris). ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  4. ^ Steinmetz, Katy (2013-02-06). "Words of the Week: New Jersey 'Jughandles,' Oversharenting and More". Time (dalam bahasa Inggris). ISSN 0040-781X. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  5. ^ Curtis, Rachel (2016-11-07). "There's now a name for the social media habit every parent is guilty of". Mamamia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-17. 
  6. ^ "Parents on social media: Likes and dislikes of sharenting". National Poll on Children's Health (dalam bahasa Inggris). 2015-03-16. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  7. ^ Haley, Keltie (2020-07-01). "Sharenting and the (Potential) Right to Be Forgotten". 95 Indiana Law Journal 1005 (2020). 95 (3). ISSN 0019-6665. 
  8. ^ Holiday, Steven; Norman, Mary S.; Densley, Rebecca L. (2022-01-02). "Sharenting and the extended self: self representation in parents' Instagram presentations of their children". Popular Communication. doi:10.1080/15405702.2020.1744610. ISSN 1540-5702. 
  9. ^ Steinberg, Stacey (2016-03-08). Sharenting: Children's Privacy in the Age of Social Media. University of Florida Levin College of Law Research Paper (Laporan). SSRN 2711442alt=Dapat diakses gratis. 
  10. ^ Lipu, Merike; Siibak, Andra (2019-02-01). "'Take it down!': Estonian parents' and pre-teens' opinions and experiences with sharenting". Media International Australia (dalam bahasa Inggris). 170 (1): 57–67. doi:10.1177/1329878X19828366. ISSN 1329-878X. 
  11. ^ Plunkett, Leah. "To Stop Sharenting & Other Children's Privacy Harms, Start Playing: A Blueprint for a New Protecting the Private Lives of Adolescents and Youth (PPLAY) Act". Seton Hall Legislative Journal: 460–486.