Sindrom Münchhausen
Informasi di artikel bertopik psikiatri ini tidak dimaksudkan sebagai acuan analisa atau penentuan pengobatan atas kondisi diri sendiri atau orang lain. Silakan berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog klinis yang berwenang melakukan hal ini. Silakan baca juga halaman mengenai sangkalan medis |
Sindrom Münchhausen | |
---|---|
Informasi umum | |
Spesialisasi | Psikiatri, psikologi |
Sindrom Münchhausen atau dikenal juga dalam Bahasa Inggris factitious disorder adalah istilah untuk penyakit mental dimana orang menciptakan gejala atau penyakit pada diri mereka demi mendapat investigasi, penanganan, perhatian, simpati dan kenyamanan dari tenaga medis atau orang sekitar. Dalam beberapa hal, orang yang menderita sindrom Münchausen memiliki pengetahuan medis yang tinggi. Mereka bisa berkeras meminta tes yang sebenarnya tidak diperlukan atau melakukan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri untuk memperpanjang masa perawatan. [1]
Nama gangguan ini diambil dari tokoh kisah diksi, Baron von Münchhausen, yang terkenal sebagai sindiran atas orang yang suka melebih-lebihkan cerita mengenai dirinya. Salah satu bentuk lagi dari kondisi ini adalah Sindrom Munchausen melalui proksi.
Gejala
[sunting | sunting sumber]Kondisi berikut bisa terjadi pada penyandang kondisi ini:
- Menyampaikan gejala penyakit yang tidak konsisten.
- Menjelaskan adanya gejala baru setelah hasil tes negatif.
- Merasakan gejala penyakit yang tidak berkaitan satu sama lain.
- Meminta rujukan untuk penanganan medis lebih lanjut meskipun sebenarnya tidak disarankan.
- Memiliki banyak bekas luka operasi.
- Enggan membawa keluarga atau teman saat melakukan pemeriksaan.
- Memiliki pengetahuan yang sangat luas akan berbagai jenis penyakit.
- Sering periksa ke dokter atau rumah sakit yang berbeda-beda.
- Memiliki riwayat tes kesehatan, prosedur medis, hingga tindakan operasi yang tidak saling berhubungan.
- Menolak ketika diajak ke konselor, psikolog, terapis, atau psikiater.
- Memiliki kebiasaan berbohong atau mengarang cerita.
- Memiliki masalah dengan identitas atau kepercayaan diri.
- Mengalami kekambuhan suatu penyakit tanpa penyebab yang jelas.[1]
Diagnosa
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan DSM V, sindrom munchausen dilihat dari kriteria berikut:
- Pasien berpura-pura mengalami tanda atau gejala gangguan mental atau fisik, atau induksi lesi atau penyakit
- Berusaha meyakinkan diri atau orang lain sakit, terganggu, atau cedera
- Perilaku mengelabui ini konsisten, walau tidak ada benefit yang didapat dari melakukan hal tersebut
- TIdak ada kondisi lain yang bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan penyandangnya, seperti meracau atau kondisi psikotik lainnya. [2]
Beberapa indikasi yang bisa mengarah kepada sindrom munchausen:
- Gejala memburuk begitu keluar dari rumah sakit
- Gejala tidak konsisten dengan yang seharusnya terjadi dalam gangguan kesehatan tertentu
- Respon yang konsisten terhadap pengobatan
- Laporan trauma fisik atau mental, namun tidak ada orang di sekitar yang bisa mengkonfirmasi
- Kebohongan patologis
- Hubungan yang terlalu intens dengan pasien lain atau tenaga kesehatan
- Munculnya gejala yang mirip dengan pasien lain yang dirawat pada waktu bersamaan[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Munchausen, Sindrom Pura-Pura Sakit. dari situs hellosehat.
- ^ a b Munchausen syndrome and Munchausen syndrome by proxy: a narrative review. dari situs NIH
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Dr. Marc Feldman's Münchausen Syndrome, Malingering, Factitious Disorder, & Münchausen by Proxy Page - Page offering information on Münchausen and its many other names. Offers information on Dr. Feldman's books and his email address for interested parties.
- Article in Discover magazine, July 1993, by Abigail Zuger
- The Medea of the modern times