Stupa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terjemahan dari
Stupa
InggrisStupa
Pali𑀣𑀼𑀩𑁂 ("thube"), thūpa
Sanskritस्तूप
Tionghoa窣堵坡
(Pinyinsūdǔpō)
Jepang卒塔婆
(rōmaji: sotoba)
Korea솔도파
(RR: soldopha)
Mongoliaсуварга
Tibetanམཆོད་རྟེན་
(mchod rten (chorten))
Bengaliস্তূপ
Myanmarစေတီ
(MLCTS: zèdì)
Thaiสถูป (RTGS: sa thup)
เจดีย์ (RTGS: chedi)
VietnamPhù đồ
Khmerចេតិយ
(UNGEGN: caetdəy)
Sinhalaදාගැබ්
(dagab)
Tamilதாது கோபுரம்
Daftar Istilah Buddhis

Stupa (Sanskerta: स्तूप) merupakan lambang dari agama Buddha yang berbentuk mangkuk terbalik. Pada bagian atas puncak mangkuk terbalik tersebut terdapat bagian berbentuk persegi empat atau segi delapan yang berbentuk tongkat di atasnya. Stupa merupakan identitas yang menandakan suatu bangunan suci beragama Buddha. Di beberapa wilayah di dunia, stupa menjadi tanda bagi tempat penguburan untuk barang peninggalan yang berharga. Peninggalan barang berharga itu dapat berupa bagian darir Buddha, mangkuk dan jubahnya, replika cap kaki, serta berbagai material lainnya yang penting dan berhubungan dengan Buddha.[1]

Asal-usul Stupa[sunting | sunting sumber]

Bentuk stupa adalah setengah bola yang dibuat oleh manusia. Bentuk stupa dari pra-Buddha India merupakan tempat penguburan tanah yang beratapkan tiang kayu. Bentuk tersebut melambangkan hubungan antara surga, dunia, dan keadaan di bawah dunia. Di Ceylon dan Srilanka, terdapat penyebutan lain untuk menyebut stupa, yakni dagob. Di Thailand, penyebutan nama stupa disebut dengan cedi. Seorang peneliti bernama Nitin Kumar menyebutkan bahwa stupa dibuat dengan lima komponen unsur kosmik pembentuk alam semesta, yakni tanah, air, api, udara, dan ruang. Selain unsur kosmik, bentuk fisik Buddha juga direpresentasikan ke dalam bentuk stupa. Pada stupa digambarkan alas stupa yang merupakan representasi kaki Buddha, kubah stupa merupakan bagian tubuh Buddha, dan kepala yang diperlihatkan dalam bentuk kubus yang terdapat di antara kubah dan ouncak kerucut stupa.[2]

Di India kuno, bangunan stupa digunakan sebagai makam, tempat menyimpan abu kalangan bangsawan atau tokoh tertentu. Di kalangan Buddhis, stupa menjadi tempat menyimpan relik Buddha. Setelah wafat lalu dikremasi, sisa pembakaran yang berupa kristal yang juga disebut sebagai relik atau sarira disimpan dalam delapan stupa terpisah yang didirikan di India Utara. Dalam perkembangannya, stupa menjadi lambang Agama Buddha. Semasa pemerintahan Ashoka, dibangun banyak stupa untuk menanandakan kedudukan Agama Buddha sebagai agama utama di India. Demikian pula di Asia Timur dan Asia Tenggara, stupa didirikan sebagai bukti pengakuan terhadap Agama Buddha di wilayah yang bersangkutan. Bagi kita sekarang, stupa dapat menjadi petunjuk seberapa luas Agama Buddha tersebar di suatu wilayah.

Stupa Candi Borobudur

Sebagai lambang perjalanan Sang Buddha mencapai pencerahan, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan candi.
Bangunan stupa di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan di India maupun di Asia Timur. Di tempat lain banyak bangunan stupa yang berdiri sendiri. Sedangkan di Indonesia, lebih sering dijumpai bangunan stupa yang menjadi bagian candi, seperti Candi Mendut dan Candi Borobudur.

Bentuk-bentuk Stupa[sunting | sunting sumber]

Stupa yang tersebar di beberapa wilayah di belahan dunia memiliki bentuk-bentuk khas yang mencirikan wilayah setempatnya. Namun demikian, pada dasarnya secara umum bentuk-bentuk stupa berkembang dari dasar yang sama, yakni Prasadha, Anda, Harmika, dan Yasthi. Prasadha stupa merupakan bagian yang terdiri atas susunan tingkatan-tingkatan berbingkai atau berpelipit. Bagian Anda stupa merupakan bagian badan stupa yang berbentuk seperti setengah bola atau berbentuk lonceng. Bentuk yang disebut dengan harmika pada stupa ialah bagian yang berada di atas bagian anda stupa yang berbentuk menyerupai bantalan persegi.[3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Mentari, Gaya (2020). Makna-makna Stupa Candi Borobudur. Yogyakarta: Alif Gemilang Pressindo. hlm. 17. ISBN 9786023961306. 
  2. ^ Miksic, John (1991). Borobudur: Golden Tales of Buddhas. Singapura: Periplus. hlm. 49. 
  3. ^ Mentari, Gaya (2020). Makna-makna Stupa Candi Borobudur. Yogyakarta: Alif Gemilang Presindo. hlm. 23. ISBN 9786023961306.