Supratika

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Supratika (Dewanagari: सुप्रतीक; ,IASTSupratīka, सुप्रतीक) adalah nama tiga gajah yang berbeda dalam mitologi Hindu. Supratika yang terkemuka ialah salah satu dari delapan gajah yang menopang dunia (Astadiggaja) menurut kepercayaan Hindu. Dalam wiracarita Mahabharata tercatat ada dua gajah yang bernama Supratika: yang satu merupakan reinkarnasi dari seorang resi, dan yang satu lagi merupakan gajah perang milik Bagadata, penguasa Pragjyotisha, yang turut serta dalam perang di Kurukshetra.

Supratika (Astadiggaja)[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab Amarakosha, yaitu tesaurus bahasa Sanskerta, disebutkan adanya delapan gajah raksasa yang menopang dunia, yaitu: Airawata, Pundarika, Wamana, Kumunda, Anjana, Puspadanta, Sarwaboma, dan Supratika.[1] Supratika menopang di arah timur laut, wilayah Dewa Candra. Supratika memiliki seorang istri yang bernama Anjanawati.[2]

Supratika (gajah perang)[sunting | sunting sumber]

A sculpture at the Chennakesava Temple, Belur.
Ukiran Supratika melawan kesatria Bima, pada suatu bagian kuil Chennakesava, Belur, India.

Dalam Mahabharata dikisahkan suatu pertempuran antara Pandawa yang dipimpin Yudistira, melawan Korawa yang dipimpin Duryodana. Pertempuran tersebut berlangsung selama 18 hari. Pada hari ke-12, Duryodana mengirimkan suatu divisi gajah perang melawan Bima, adik Yudistira. Bima membantai gajah-gajah tersebut dengan gadanya. Hal tersebut mengakibatkan kekacauan dalam pasukan Korawa dan mereka tunggang-langgang menyelamatkan diri masing-masing. Melihat keadaan tersebut, Raja Bagadata dari Pragjyotisha merasa berang.[3]

Dengan mengendarai Supratika, ia menyerang Bima. Supratika menghancurkan kereta perang Bima, membunuh sang kusir beserta kuda-kudanya. Sementara itu Bima berhasil menyelamatkan diri karena melompat dari keretanya. Kemudian ia menyelinap ke bawah tubuh gajah tersebut untuk melukai bagian vitalnya, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Supratika pun mengamuk, lalu meraih Bima dengan belalainya. Sebelum Supratika menginjaknya, Bima berhasil bersembunyi lagi di bagian bawah tubuh Supratika. Sementara itu, pasukan Korawa mengira bahwa Bima telah mati terinjak oleh Supratika.[4]

Setelah mendengar kabar burung tentang kematian Bima, Yudistira merasa duka, lalu ia mengerahkan seluruh pasukannya untuk membinasakan Supratika beserta pengendaranya, Bagadata. Pasukan gajah perang Raja Dasarna turut membantunya. Dalam pertarungan sengit antara Supratika melawan pasukan gajah dari Dasarna, Supratika berhasil meraih kemenangan. Pada momen yang tepat, Bima muncul kembali dari persembunyiannya di bawah tubuh Supratika, lalu ia segera kabur. Pasukan Pandawa merasa lega setelah melihat Bima ternyata masih hidup.[4]

Supratika akhirnya terbunuh oleh panah Arjuna pada hari yang sama. Bagadata juga gugur oleh panahnya.

Supratika (resi)[sunting | sunting sumber]

Ilustrasi Garuda merenggut Supratika dan Wibawasu dengan cakarnya, dari naskah Razmnama.

Legenda tentang Resi Wibawasu dan adiknya, Supratika, tercatat dalam kitab Skandapurana, demikian pula dalam Adiparwa, Mahabharata jilid pertama. Dikisahkan bahwa Supratika dan Wibawasu adalah dua bersaudara yang sering bertengkar, bahkan sejak lahir. Pada suatu ketika, Wibawasu murka terhadap adiknya karena masalah harta, lalu mereka pun saling mengucapkan kutukan. Wibawasu mengutuk Supratika agar menjadi gajah, sedangkan Supratika mengutuk Wibawasu agar menjadi kura-kura.

Dikisahkan bahwa gajah Supratika memiliki tinggi enam yojana, dan lebar 12 yojana. Supratika dan Wibawasu bertemu kembali pada suatu danau, lalu berkelahi di sana. Saat sedang bertikai, seekor Garuda merenggut mereka berdua dengan cakarnya, mencampakkan mereka pada puncak suatu gunung, lalu memangsa mereka berdua. Ia melakukan itu atas arahan dari ayahnya, Kasyapa.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Monier-Williams, Sir Monier (1876). Indian Wisdom. W. H. Allen & Company. hlm. 430. 
  2. ^ Kapoor, Subodh (2004). A Dictionary of Hinduism: Including Its Mythology, Religion, History, Literature, and Pantheon. Cosmo Publications. hlm. 232. ISBN 978-81-7755-874-6. 
  3. ^ Grassi, Maggi Lidchi (2011). The Great Golden Sacrifice of the Mahabharata. Random House India. hlm. 378. ISBN 978-81-8400-209-6. 
  4. ^ a b Rajagopalachari, Chakravarti (1958). "78. Brave Bhagadatta". Mahabharata. Bharatiya Vidya Bhavan. ISBN 978-81-7276-368-8. 
  5. ^ Bhatt, G. P.; Shastri, J. L. The Skanda Purana Part 8: Ancient Indian Tradition And Mythology [Volume 56] (dalam bahasa Inggris). Motilal Banarsidass. hlm. 250. ISBN 978-81-208-3923-6.