Tanah Kayong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tanah Kayong adalah sebutan untuk wilayah tradisional yang meliputi Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara yang merupakan dua kabupaten paling selatan di Kalimantan Barat. Daerah ini mempunyai peradaban tua, yakni Kerajaan Tanjungpura yang diteruskan Kesultanan Matan yang merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat yang berpusat di Ketapang. Mereka berpindah dari satu kota ke kota lainnya di wilayah Ketapang. Ketapang dikenal juga dengan sebutan sebagai "Tanah Kayong", karena konon banyak orang-orang pintar dan sakti berasal dari sini, sehingga dahulu orang sakti dan berilmu selalu dikatakan berasal dari Tanah Kayong.[1]

Menurut kepala Kantor Informasi dan PDE Ketapang, Yudo Sudarto, nama "Kayong" juga dikenal karena salah satu kecamatan, yaitu di Kecamatan Nanga Tayap mempunyai sungai yang bernama "Muara Kayong". Sedangkan di dalamnya ada sub-suku Dayak yang bernama Dayak Kayong yang mendiami sungai Kayong. Di kawasan ini dulunya juga berdiri pecahan Kerajaan Tanjungpura yang bernama Kartapura (saat ini terletak di desa Tanah Merah-Sei Kelik). Kartapura adalah perpindahan dari Indralaya (Sandai). Di kawasan Kartapura dan Muara Kayong inilah berdiri makam Ratu Pano, dan makam kuno lainnya yang menjadi situs sejarah kerajaan Tanjungpura.[1]

Sultan Pontianak[sunting | sunting sumber]

Sultan Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie menurut catatan sejarah dilahirkan di Tanah Kayong. Habib Husein, ayah dari Sultan Syarif Abdurrahman bertugas sebagai pemuka agama Islam di wilayah ini. Karena banyaknya orang-orang pintar dari negeri ini, Tanah kayong kemudian menjadi tempat yang tersohor pada masa itu.[1]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c "Tanah Kayong Negeri Bertuah, Ziarah Ke Situs Bersejarah Merupakan Refleksi Tentang Sejarah dan Peradaban". www.ojenews.com. Diakses tanggal 29-05-2023.