Lompat ke isi

Tepung tawar bibit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sawah

Tepung tawar bibit atau biasa disebut Tepung Tawar Turun Benih Sawah adalah salah satu bagian prosesi yang sakral dalam upacara adat budaya melayu. Tradisi ini dilakukan sebagai perlambang mencurahkan rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan dilaksanakan baik terhadap benda yang bergerak (manusia) maupun benda mati yang tidak bergerak. Dan sebagai tanda syukur atas panen padi yang diterima dan dimulainya turun sawah. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat dengan tujuan agar bibit padi yang ditanam tumbuh sesuai dengan yang diharapkan,tanaman padi tumbuh sehat, tidak diserang hama dan petani terhindar dari malapetaka pada saat menggarap lahan pertanian. Kegiatan ini dilakukan setiap akan turun sawah untuk menanam padi.[1] Dalam pelaksanaannya, prosesi tepung tawar akan memiliki beberapa perbedaan di masing-masing daerah.Sebagai bentuk persembahan rasa syukur, tepung tawar bisa dilakukan pada dua ketentuan, baik pada manusia maupun benda. Selain dilaksanakan dalam menepung tawari bibit, tradisi ini juga banyak dilakukan di acara sakral lainnya, seperti pernikahan, syukuran, khitanan, maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan ucapan syukur atas rezeki atau terkabulnya keinginan.[2]

Para petani berkumpul dan berdoa setelah Prosesi Tepung Tawar Bibit.

Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap tahun pada saat masyarakat akan mau turun sawah. Hal ini memang tradisi di kampung ini oleh orang-orang tua kita terdahulu. Adapun acara yang dibuat nantinya berupa pembacaan Al-Quran Surah Yasin, doa selamat dan tolak bala secara berjamaah untuk terhindar dari bala dan dilimpahkan rezeki yang melimpah.[2]

Alat dan bahan

[sunting | sunting sumber]
Bahan dan alat tradisi tepung tawar bibit.

Prosesi tepung tawar umumnya memerlukan beberapa alat dan bahan, seperti daun renjis, bahan renjis, dan bahan tabur. Daun renjis digunakan untuk memercikkan air renjis kepada seseorang yang tengah melakukan tradisi. Alat renjis ini terdiri dari daun setawar, daun sedingin, daun ati-ati, daun ganda rusa, dan daun juang-juang. Daun ini merujuk pada konsep mata angin, bilangan biner, dan empat malaikat utama dalam ajaran Islam (Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail). Daun tersebut kemudian diikat dengan akar ribu atau benang yang terdiri dari tujuh warna. Ada juga yang menggunakan daun pandan sebagai daun renjis dan diikat menggunakan tali. Sementara itu, bahan renjis adalah bedak limau yang merupakan air mawar dan air limau yang dicampur bedak sejuk. Bedak sejuk merupakan beras yang ditumbuk dan ditambah dengan air pandan. Selanjutnya, bahan tabur adalah bahan yang akan ditaburkan kepada seseorang yang tengah melakukan tradisi ini. Bahan tabur terdiri dari beras kunyit, beras basuh, beras bertih, dan bunga rampai. Beras kunyit adalah beras yang direndam bersama dengan kunyit hingga berwarna kuning. Adapun beras basuh adalah beras yang telah dicuci bersih dan ditiriskan, sedangkan beras bertih adalah padi yang dimasak hingga meletup. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh keluarga, saudara, ahli agama, dan para tetua adat. Namun, ada juga yang meminta bantuan pemandu yang disebut Mak Andam untuk memandu dan membimbing prosesi tepung tawar. Hingga kini, tradisi tepung tawar masih dipertahankan masyarakat setempat. Tradisi ini menjadi sarana doa untuk setiap upacara sakral masyarakat Melayu. [3]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Tepung Tawar Turun Benih Sawah". AtmaGo. Diakses tanggal 2024-08-18. 
  2. ^ a b Bisanews.id (2022-10-13). "Warga Pematang Cermai Laksanakan Tepung Tawar Bibit Padi". bisanews.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-18. 
  3. ^ Liputan6.com (2023-08-02). "Tepung Tawar, Tradisi Masyarakat Melayu yang Jadi Sarana Doa". liputan6.com. Diakses tanggal 2024-08-18.