Lompat ke isi

Tes psikologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tes psikologi atau psikotes adalah proses pengukuran atau pelaksanaan tes psikologi, yang diberikan oleh seorang evaluator yang telah terlatih.[1] Respon individu dinilai sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan secara teliti, dan skor yang dihasilkan dianggap mencerminkan perbedaan antara individu atau kelompok dalam konstruk yang diukur oleh tes tersebut.[1] Ilmu yang mendukung pengembangan dan penggunaan tes psikologi dikenal sebagai psikometri, yang mencakup aspek psikologi kuantitatif dan statistik.[1] [2]

Tes psikologi

[sunting | sunting sumber]

Menurut Anastasi dan Urbina, psikotes melibatkan pengamatan yang dilakukan pada "sampel atau subjek yang dipilih secara selektif, dari perilaku individu."[1] Psikotes seringkali dirancang untuk mengukur konstruk yang tidak dapat diamati secara langsung, yang juga dikenal sebagai variabel laten. Tes psikologi dapat mencakup beragam tugas, permasalahan yang memerlukan solusi, serta atribut-atribut (seperti perilaku dan gejala) yang ada atau tidak ada, yang dievaluasi oleh responden dalam berbagai tingkatan. Tes psikologis dapat berupa kuesioner yang diisi atau wawancara yang dilakukan dengan responden. Skala berbasis kuesioner dan wawancara biasanya berbeda dengan tes psikoedukasi, yang bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian maksimal yang dapat dicapai oleh responden. Sebaliknya, skala berbasis kuesioner dan wawancara mengukur perilaku khas responden.[3] Tes yang mengukur gejala dan sikap sering kali disebut sebagai skala. Tes atau skala psikologis yang berguna haruslah valid, yaitu menunjukkan bukti bahwa tes atau skala tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur,[1] [4] dan reliabel, yaitu menunjukkan bukti konsistensi di seluruh elemen pengukuran dan penilai dari waktu ke waktu.

Hal ini penting agar orang-orang yang setara dalam konstruk yang diukur (contohnya, kemampuan matematika, dan tingkat depresi) memiliki probabilitas yang kurang lebih sama dalam menjawab suatu tes secara akurat atau mengidentifikasi adanya suatu gejala.[5] Contoh pertanyaan dalam ujian matematika yang mungkin digunakan di Inggris, namun tidak di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut: "Dalam suatu pertandingan sepak bola, dua pemain diberi kartu merah; berapa jumlah pemain yang tersisa di lapangan?" Pertanyaan ini mengharuskan pengetahuan tentang sepak bola untuk menjawabnya dengan benar, bukan hanya keterampilan matematika. Dengan demikian, keanggotaan dalam kelompok tertentu dapat memengaruhi probabilitas menjawab pertanyaan dengan tepat, sebagaimana dijelaskan dalam konsep fungsi butir soal diferensial. Seringkali, tes dirancang untuk populasi tertentu, dan karakteristik populasi tersebut harus dipertimbangkan saat mengadminisrasi tes di luar populasi tersebut. Sebuah tes harus tetap konsisten di antara subkelompok yang relevan, seperti kelompok demografis, dalam populasi yang lebih besar.[6] Contohnya, dalam pengembangan sebuah tes yang akan digunakan di Inggris, tes dan pertanyaannya harus memiliki makna yang serupa untuk laki-laki dan perempuan Inggris. Namun, perlu dicatat bahwa invariansi semacam itu tidak selalu berlaku untuk kelompok yang sama di populasi lain, seperti laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat, atau bahkan antara populasi Inggris dan Amerika Serikat. Dalam proses perancangan tes, sangat krusial untuk menjamin invariansi, setidaknya untuk subkelompok populasi yang relevan.[6]

Penilaian psikologis, mirip dengan psikotes, yaitu suatu proses evaluasi yang lebih komprehensif terhadap individu. Proses ini mencakup penggabungan informasi dari berbagai sumber, seperti inventarisasi kepribadian, tes kemampuan, skala gejala, inventarisasi minat, skala sikap, serta data yang diperoleh dari wawancara pribadi. Tambahan informasi dapat diperoleh dari catatan pekerjaan atau riwayat kesehatan, serta melalui kolaborasi dengan orang tua, pasangan, guru, teman, terapis, atau dokter sebelumnya. Salah satu atau lebih tes psikologis digunakan sebagai sumber informasi dalam proses evaluasi ini. Banyak psikolog melaksanakan evaluasi psikologis saat memberikan layanan. Contoh penerapan asesmen meliputi memberikan diagnosis, mengidentifikasi gangguan pada anak sekolah, dan menentukan apakah seorang memiliki kapasitas mental yang memadai.[7][8] Dan menyeleksi pelamar kerja.[9]

Tes psikis berskala besar pertama mungkin berasal dari sistem ujian kenegaraan di Tiongkok. Tes tersebut, merupakan bentuk awal dari tes psikologis, yang mana tes ini digunakan untuk menilai kandidat berdasarkan kecakapan mereka dalam berbagai topik seperti hukum perdata dan kebijakan fiskal.[10] Tes kecerdasan di masa-masa awal pada umumnya hanya dibuat untuk hiburan daripada analisis psikologi.[11] Tes psikologi modern dimulai di Perancis pada abad ke-19 dan memiliki peran penting dalam mengidentifikasi individu yang memiliki disabilitas intelektual sehingga dapat dilakukan upaya berperilaku untuk lebih berempati terhadap mereka.[12]

Francis Galton, seorang tokoh asal Inggris, dikenal sebagai pencetus istilah "psikometri" dan "egenetika." Ia mengembangkan teknik-teknik untuk mengukur kecerdasan dengan menggunakan tes yang berfokus pada aspek sensorik-motorik nonverbal. Meskipun tes ini mendapat popularitas awal, namun seiring berjalannya waktu, penggunaannya mulai ditinggalkan.[12][13]

Pada tahun 1905, psikolog Prancis Alfred Binet dan Théodore Simon menerbitkan Échelle métrique de l'Intelligence (Skala Metrik Kecerdasan), yang dikenal di negara-negara berbahasa Inggris sebagai tes Binet-Simon. Tes ini sangat berfokus pada kemampuan verbal. Binet dan Simon berharap tes ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi anak-anak sekolah yang memiliki hambatan intelektual, sehingga mereka dapat menerima bantuan profesional yang sesuai.[12] Tes Binet-Simon menjadi landasan dari Skala Kecerdasan Stanford-Binet yang kemudian dikembangkan.

Awal perkembangan tes kepribadian tercatat pada abad ke-18 dan ke-19, saat konsep frenologi digunakan sebagai kerangka dasar untuk menilai karakteristik individu. Frenologi, sebuah pseudosains, melibatkan penilaian kepribadian dengan cara mengukur dan menganalisis bentuk tengkorak.[14] Teknik-teknik pseudosaintifik awal pada akhirnya memberi jalan bagi metode empiris. Salah satu tes kepribadian modern yang paling awal adalah Woodworth Personal Data Sheet, sebuah inventori laporan diri yang dikembangkan selama Perang Dunia I untuk digunakan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat dengan tujuan untuk menyaring calon tentara yang berpotensi mengalami masalah kesehatan mental dan mengidentifikasi korban gegar otak (instrumen atau tes ini terlambat diselesaikan sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan tujuannya).[14][1] Inventori Woodworth merupakan cikal bakal dari banyak tes dan skala kepribadian selanjutnya.[1]

Prinsip-prinsip

[sunting | sunting sumber]

Pengembangan sebuah asesmen atau tes psikologi membutuhkan penelitian yang teliti. Beberapa komponen dari proses pengembangan tes meliputi hal-hal berikut ini:

  • Standardisasi - Semua prosedur dan langkah harus dijalankan dengan konsisten dari satu lokasi pengujian ke lokasi pengujian lainnya. Upaya untuk mengurangi subjektivitas penguji harus diimplementasikan (lihat konsep objektivitas berikutnya). Tes standar utama harus diujikan secara luas pada sampel besar untuk mengidentifikasi makna dari nilai-nilai tinggi, rendah, dan menengah yang terkandung dalam tes tersebut.
  • Objektivitas - Proses penentuan skor harus dilakukan dengan cermat sehingga penilaian yang subjektif dan bias dapat diminimalisir; pengambilan skor harus dilakukan secara seragam untuk setiap peserta tes (lihat penjelasan di bawah).
  • Diskriminasi - Skor yang diperoleh dari sebuah tes harus memiliki kemampuan untuk membedakan anggota dari kelompok yang memiliki perbedaan yang signifikan; sebagai contoh, setiap subskala dalam MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) asli mampu membedakan antara pasien rawat inap yang mengalami gangguan mental dengan anggota dari kelompok pembanding yang sehat.[15][16]
  • Norma Tes - Bagian dari proses standarisasi dalam pengembangan tes berskala besar (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya). Norma digunakan oleh psikolog untuk mengkaji variasi individual. Sebagai contoh, penggunaan skala kepribadian yang telah dinormalkan memungkinkan psikolog untuk memahami perbedaan antara individu yang memiliki tingkat afektivitas negatif atau NA (negative affectivity) yang tinggi dan individu lain yang memiliki tingkat NA yang rendah atau sedang. Dalam konteks pendidikan, dengan banyaknya tes psikoedukatif, norma tes memungkinkan pendidik dan psikolog untuk menilai prestasi secara relatif dengan merujuk pada persentil berdasarkan usia atau tingkatan, seperti dalam pencapaian membaca.
  • Keandalan - Merujuk pada tingkat konsistensi yang dimiliki oleh sebuah tes atau skala. Keandalan adalah faktor penting yang menjamin bahwa individu akan mendapatkan hasil yang serupa jika mereka mengikuti tes yang sama atau bentuk alternatif dari tes tersebut, bahkan jika mereka mengambil tes yang sama dua kali dalam waktu yang berdekatan. Selain itu, keandalan juga menggambarkan sejauh mana respons yang diberikan pada satu item tes bersifat konsisten dengan respons yang diberikan pada item tes lainnya.
  • Validitas - Mengacu pada indikasi atau bukti yang menunjukkan bahwa sebuah tes atau skala memiliki kemampuan untuk mengukur konstruk yang sesuai dengan tujuan pengukurannya.[2][17]

Sampel perilaku

[sunting | sunting sumber]

Dalam konteks tes psikologi, "sampel perilaku" mengacu pada tindakan konkret atau respons yang diobservasi atau diukur untuk mengidentifikasi atau mengukur aspek tertentu dari perilaku atau psikologi individu. Contoh konkret dari "sampel perilaku" bisa ditemukan dalam tes asesmen kecemasan sosial

Dalam tes asesmen kecemasan sosial, peserta diminta untuk berpartisipasi dalam simulasi situasi sosial, seperti berbicara di depan umum atau mengikuti pertemuan sosial. Sampel perilaku dalam hal ini mencakup perilaku peserta selama situasi simulasi tersebut. Ini bisa termasuk:

  1. Perilaku Nonverbal: Ini mencakup ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan kontak mata peserta selama berbicara di depan umum atau berinteraksi dengan orang lain dalam situasi sosial. Misalnya, apakah peserta terlihat gelisah, apakah mereka menghindari kontak mata, atau apakah mereka menunjukkan tanda-tanda ketegangan fisik.
  2. Komunikasi Verbal: Sampel perilaku mencakup apa yang dikatakan peserta selama simulasi. Apakah peserta mengalami kesulitan berbicara, mengalami gangguan berbicara, atau bahkan menghindari berbicara sama sekali.
  3. Respon Emosional: Respon emosional selama simulasi adalah bagian penting dari sampel perilaku. Peserta mungkin menunjukkan gejala kecemasan sosial seperti keringat berlebihan, gemetar, atau detak jantung yang meningkat.
  4. Kemampuan Menangani Situasi Sosial: Bagaimana peserta mengatasi atau menangani situasi sosial juga merupakan bagian dari sampel perilaku. Ini mencakup apakah peserta dapat mengatasi ketegangan dan menjalani situasi sosial dengan sukses atau mengalami kesulitan yang signifikan.

Sampel perilaku ini digunakan oleh ahli psikologi untuk mengevaluasi tingkat kecemasan sosial individu dan memahami cara individu menghadapi situasi sosial yang mungkin menantang bagi mereka. Tes kecemasan sosial ini memungkinkan psikolog untuk memberikan bantuan yang sesuai kepada individu yang mengalami masalah kecemasan sosial.[18]

Pada umumnya terdapat dua kategori utama dalam tes prestasi, yakni tes yang menggacu pada norma sebagai pedoman serta tes yang menggacu pada kriteria sebagai acuan. Sebagian besar dari tes prestasi dapat diklasifikasikan sebagai tes acuan norma.

Klasifikasi

[sunting | sunting sumber]

Tes psikologi terdiri dari beberapa klasifikasi utama, yaitu:

Tes Pencapaian

[sunting | sunting sumber]

Tes pencapaian merupakan metode evaluasi yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan individu dalam ranah mata pelajaran tertentu. Beberapa jenis tes pencapaian akademik dirancang agar dapat diadministrasikan oleh profesional yang telah menerima pelatihan khusus. Di sisi lain, tes pencapaian kelompok umumnya diserahkan kepada guru. Skor yang diperoleh dalam asesmen prestasi dianggap sebagai indikator kemampuan individu dalam memahami suatu mata pelajaran tertentu.[1]

Pada umumnya terdapat dua jenis tes pencapaian, yakni tes yang mengacu pada norma (norm-referenced) dan tes yang mengacu pada kriteria (criterion-referenced). Sebagian besar tes pencapaian menggunakan pendekatan yang mengacu pada norma. Respons individu dinilai berdasarkan protokol standar, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil kelompok norma.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i Anastasi, Anne; Urbina, Susana (1997). Psychological testing (edisi ke-7. ed). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. ISBN 978-0-02-303085-7. 
  2. ^ a b Nunnally, J.C.; Bernstein, I.H. (1994). Psychometric theory. New York: McGraw-Hill. 
  3. ^ Mellenbergh,, G.J. ((2008)). Ditulis di The Netherlands:. "Advising on Research Methods:". A consultant's companion. Huizen,: Johannes van Kessel Publishing.: (pp. 183–209).  Parameter |chapter= akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ American Educational Research Association, American Psychological Association, & National Council on Measurement in Education. (1999). "Standards for educational and psychological testing". Washington, DC: American Educational Research Association. 
  5. ^ Mellenbergh, Gideon J. (1989-01). "Item bias and item response theory". International Journal of Educational Research (dalam bahasa Inggris). 13 (2): 127–143. doi:10.1016/0883-0355(89)90002-5. 
  6. ^ a b Putnick, Diane L.; Bornstein, Marc H. (2016-09-01). "Measurement invariance conventions and reporting: The state of the art and future directions for psychological research". Developmental Review. 41: 71–90. doi:10.1016/j.dr.2016.06.004. ISSN 0273-2297. PMC 5145197alt=Dapat diakses gratis. PMID 27942093. 
  7. ^ Neal, Tess M.S.; Mathers, Elizabeth; Frizzell, Jason R. (2022). Psychological Assessments in Forensic Settings (dalam bahasa Inggris). Elsevier. hlm. 243–257. doi:10.1016/b978-0-12-818697-8.00150-3. ISBN 978-0-12-822232-4. 
  8. ^ Neal, Tess M.S.; Sellbom, Martin; de Ruiter, Corine (2022-03-04). "Personality Assessment in Legal Contexts: Introduction to the Special Issue". Journal of Personality Assessment (dalam bahasa Inggris). 104 (2): 127–136. doi:10.1080/00223891.2022.2033248. ISSN 0022-3891. 
  9. ^ "Standards for Education and Training in Psychological Assessment: Position of the Society for Personality Assessment". Journal of Personality Assessment (dalam bahasa Inggris). 87 (3): 355–357. 2006-10. doi:10.1207/s15327752jpa8703_17. ISSN 0022-3891. 
  10. ^ Finch, W. Holmes; French, Brian F. (2018-10-12). Educational and Psychological Measurement (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 2. ISBN 978-1-317-30859-1. 
  11. ^ Reed, Bev Lloyd & Mel (2018-11-17). Psychological testing (dalam bahasa Inggris). Scientific e-Resources. hlm. ix. ISBN 978-1-83947-415-6. 
  12. ^ a b c Kaufman, Alan S. (2009). IQ testing 101. The psych 101 series. New York (N.Y.): Springer. ISBN 978-0-8261-0629-2. 
  13. ^ Gillham, Nicholas W. (2001-12). "Sir Francis Galton and the Birth of Eugenics". Annual Review of Genetics (dalam bahasa Inggris). 35 (1): 83–101. doi:10.1146/annurev.genet.35.102401.090055. ISSN 0066-4197. 
  14. ^ a b Nezami, Elahe; Butcher, , James N. (16 February 2000). "Handbook of Psychological Assessment". Elsevier.: 415. ISBN 978-0-08-054002-3. 
  15. ^ Domino, George; Domino, Marla L (2006-04-24). Psychological Testing: An Introduction. hlm. 34+. 
  16. ^ Hogan,, Thomas P. (2019). Psychological Testing: A Practical Introduction. hlm. 171+. 
  17. ^ Schultz, Duane P.; Schultz, Sydney Ellen (2020-07-24). "Psychology and Work Today". doi:10.4324/9781003058847. 
  18. ^ Hofmann, Stefan G.; Asnaani, Anu; Vonk, Imke J. J.; Sawyer, Alice T.; Fang, Angela (2012-10-01). "The Efficacy of Cognitive Behavioral Therapy: A Review of Meta-analyses". Cognitive Therapy and Research (dalam bahasa Inggris). 36 (5): 427–440. doi:10.1007/s10608-012-9476-1. ISSN 1573-2819. PMC 3584580alt=Dapat diakses gratis. PMID 23459093. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]