Tolobalango
Tolobalango merupakan upacara adat peminangan atau prosesi lamaran dari keluarga calon mempelai pria (tanpa dihadiri calon mempelai pria) kepada calon mempelai wanita. Tolobalango dilaksanakan sebelum prosesi pernikahan dilaksanakan.
Tolobalango telah menjadi tradisi adat istiadat di Provinsi Gorontalo yang masih dilestarikan dari generasi ke generasi. Dalam upacara adat Tolobalango, keluarga kedua mempelai beserta para pemangku adat akan menggunakan pakaian adat Gorontalo yang sakral dan penuh makna filosofis.
Pada tahun 2018, Tolobalango ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya takbenda Indonesia dari Provinsi Gorontalo[1].
Makna Tolobalango
[sunting | sunting sumber]Tolobalango terdiri atas dua kata, yaitu tolo yang berarti saling dan balango yang berarti menyeberang.
Dalam proses peminangan ini, para pemangku adat, pembesar negeri, serta keluarga calon mempelai melalui juru bicara pihak keluarga pengantin pria (yang disebut luntu dulungo layi'o) dan juru bicara pihak keluarga pengantin wanita (yang disebut luntu dulungo wulato) bertemu secara resmi.[2][3]
Pelaksanaan Tolobalango
[sunting | sunting sumber]Tolobalango merupakan tahapan setelah mopoloduwo rahasia, yaitu proses ketika orang tua calon pengantin pria mendatangi orang tua calon pengantin wanita untuk mendapatkan restu bagi pernikahan anak mereka.[4]
Dalam tolobalango, penyampaian maksud untuk meminang dilakukan melalui puisi lisan berbentuk sajak-sajak perumpamaan. Bahasa yang digunakan dalam tolobalango umumnya hanya dipahami oleh para pemangku adat dan dianggap berbeda dengan bahasa Gorontalo yang dipakai sehari-hari.[5]
Keluarga calon pengantin pria menyampaikan mahar dan garis besar rencana selanjutnya, tetapi biaya pernikahan (tonelo) tidak disebutkan.
Dari pihak keluarga calon pengantin wanita, ditentukan seorang utoliya walato (wakil dari keluarga perempuan). Pihak laki-laki kemudian menyerahkan tonggu lo tolobalango (pembuka suara) atau hu’o lo ngango dan pomama lo tolobalango (perlengkapan sirih pinang).
Setelah sirih diterima, mereka pun menentukan adat istadat dilito (payu lo lipu lo Hulonthalo limutu), biaya pernikahan, dan tanggal pernikahan.[2] Prosesi selanjutnya setelah tolobalango yaitu pengantaran mahar (depito dutu) dan harta benda lainnya.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-09-12.
- ^ a b Kemendikbud (01-01-2018). "Warisan Budaya Tak Benda Indonesia". Penetapan Budaya Tolobalango. Diakses tanggal 21-09-2019.
- ^ "Pernikahan Adat Gorontalo » Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2019-09-21.
- ^ a b Ernowo, Pasha (13 Mei 2011). "Menyibak Prosesi Pernikahan Adat Gorontalo". Okezone. Diakses tanggal 11 Juli 2020.
- ^ Andri Yusuf Gani (31 Agustus 2016). "Bahasa Adat Dalam Tolobalango" (Skripsi). Universitas Negeri Gorontalo. Diakses pada 11 Juli 2024.